Rabu, 05 November 2014

Merevolusi Pendidikan Pinggiran

Merevolusi Pendidikan Pinggiran

Rohani Elita Simanjuntak  ;  Dosen Politeknik Unggul LP3M, Medan
KORAN JAKARTA, 03 November 2014
                                                
                                                                                                                       


Pasca pelantikan 34 menteri, praktis selama lima tahun ke depan fokus kerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bersama jajarannya yang tergabung dalam Kabinet Kerja adalah merealisasikan sembilan agenda prioritas yang disebut Nawacita. Dari sembilan butir Nawacita tersebut, Jokowi-JK menempatkan

“Revolusi Krakter Bangsa” sebagai agenda kedelapan yang di dalamnya terdapat janji memeratakan distribusi guru disertai pemerataan fasilitas pendidikan. Janji ini tentunya memberi angin segar bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah 3T.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendidikan begitu maju di daerah perkotaan dengan kelengkapan fasilitas dan sumber daya guru melimpah, sementara di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) seperti Papua, Nias Selatan, serta sebagian Kalimantan, jangankan fasilitas, sumber daya guru nyatanya masih sangat minim.

Ini membuat pendidikan masyarakat jauh tertinggal. John Bock, dalam Education and Development: A Confl ict Meaning (1992), mengemukakan bahwa esensi utama pendidikan memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa. Kemudian mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, dan kebodohan.

Di samping itu juga mendorong perubahan sosial untuk memeratakan kesempatan dan pendapatan. Namun sayang, kualitas pendidikan Indonesia nyatanya masih jauh dari harapan.

Berdasarkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA 2012), Th e Learning Curve Pearson 2014, maupun berdasarkan penilaian-penilaian internasional lainnya, Indonesia tetap saja menduduki posisi-posisi buncit dan sangat jauh dari memuaskan. Penyebab buruknya mutu pendidikan tak lepas dari kelemahan sistem dan kebijakan pemerintah yang tidak tepat.

Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan seolah jalan di tempat. Kondisi ini bahkan semakin diperparah dengan tidak meratanya distribusi guru secara kualitas dan kuantitas. Data Pemetaan BPSDMP-PMP Kemdikbud (2011) menunjukkan distribusi guru sangat timpang.

Persebaran guru terlalu sentralistik. Di perkotaan, guru berkelebihan hingga 52 persen. Di perdesaan guru juga berkelebihan hingga 68 persen. Sebaliknya, banyak sekolah di daerah 3T mengalami kekurangan guru hingga 66 persen.

Masalah ini jelas mengakibatkan para pelajar di daerah 3T tak mendapat kesempatan sama mengecap pendidikan layak. Akibatnya, generasi muda daerah 3T sulit meraih masa depan cerah karena mustahil mampu membangun daerahnya.

Ujung Tombak

Mendapat pendidikan layak juga merupakan hak dasar rakyat yang tinggal di wilayah 3T. Jadi, untuk mendukung pendidikan layak tersebut, dibutuhkan guru-guru berkualitas dalam jumlah cukup.

Maka, muncul pertanyaan bagaimana mungkin pelajar di daerah 3T dapat mengecap pendidikan layak, sementara jumlah tenaga guru daerah tersebut sangat minim? Di sinilah rupanya pemerintahan sebelumnya lupa bahwa kuantitas dan kualitas guru inheren dengan kemajuan pendidikan.

Guru adalah ujung tombak mencapai delapan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar kompetensi lulusan, proses-isi, pendidik-tenaga kependidikan, saranaprasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan beberapa fungsi dan peranan guru dalam proses pembelajaran.

Tugas guru mencakup banyak hal penting, di antaranya sebagai perencana pendidikan (planner), pelaksana (organizer), penilai (evaluator), serta pembimbing (teacher counsel). Celakanya, hingga kini, kualitas pendidikan dan distribusi guru masih sangat timpang sebagai bukti bahwa kebijakan belum mampu menjadi katalisator yang baik di dalam pembangunan pendidikan.

Keadaan ini sebenarnya menyakiti hati rakyat yang berada di daerah 3T. Hingga usia kemerdekaan Indonesia 69 tahun, generasi muda di daerah 3T tetap saja belum mendapat pendidikan layak.

Karena itu, rakyat tentu sangat berharap kepada pemerintahan baru agar secepat mungkin merancang kebijakan fundamental dan holistik bidang pendidikan. Pascapelantikan Kabinet Kerja, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla diharapkan benar-benar serius dalam merevolusi pendidikan baik secara struktural maupun kultural.

Kebijakan Jokowi-JK hendaknya mampu menggebrak kebuntuan sehingga memberi manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya di daerah 3T. Hal ini penting mengingat banyak kebijakan saat ini kurang relevan sehingga perlu dikaji ulang. Beberapa di antaranya terkait dengan kebijakan distribusi guru. Permendikbud No 62/2013, SKB 5 Menteri, dan Kebijakan Sarjana Mendidik di Daerah Terpencil, Terdepan, dan Terluar (SM3T) belum mampu secara holistik mengubah keadaan.

Hal ini dikarenakan guru SM3T hanya mengajar sementara waktu (temporary). Sedangkan daerah 3T faktanya membutuhkan guru-guru permanen berkualitas dengan jumlah yang cukup. Untuk mengatasi ketimpangan guru, Kementerian Pendidikan bersama pemerintah daerah seharusnya dapat mencegah guru yang umumnya ingin pindah dari desa-desa ke kota.

Jika kebijakan memindahkan kelebihan guru dari satu daerah ke tempat lain yang kekurangan terasa begitu sulit diimplementasikan, maka tidak ada salahnya bila perekrutan calon pegawai negeri sipil (CPNS) diprioritaskan untuk daerah 3T. Perlu juga komitmen mengajar seumur hidup agar guru tidak menumpuk di perkotaan. Ke depan, pemerintahan perlu lebih serius memajukan pendidikan daerah 3T.

Jika kualitas pendidikan tidak segera diperbaiki, maka bonus demografi hanya akan berujung malapetaka akibat menjamurnya generasi muda nonproduktif yang tak mampu bersaing di era perdagangan bebas ASEAN. Untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas, pemerintahan Jokowi-JK perlu benar-benar menjadikan pendidikan sebagai engine of growth.

Kita tidak boleh lupa pesan founding father Soekarno: guru merupakan sosok penting sebagai pahlawan terdepan dalam proses “Revolusi Karakter Bangsa”.

Menyediakan pendidikan layak bagi rakyat sudah menjadi tugas pemerintah sesuai dengan tuntutan undang-undang. Tanpa kehadiran guru berkualitas sebagai pendidik, mustahil Indonesia mampu mencapai tujuan nasional. Semua berharap pemerataan pendidikan dapat tercapai sehingga kualitas sumber daya manusia meningkat demi Indonesia Raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar