Menanamkan
Spirit Anak Muda Nirkekerasan
Muhammad Muchlas Rowi ; Mantan Wakil
Ketua Pimpinan Pusat
Ikatan Remaja
Muhammadiyah
|
KORAN
SINDO, 18 November 2014
Fenomena tawuran di kalangan pelajar beberapa tahun ini terus memenuhi
pemberitaan media massa. Tentu saja, problem ini sangat mengusik dunia
pendidikan nasional.
Pada usia mereka yang semestinya harus difokuskan untuk belajar, malah
semakin hari anak-anak pelajar kita ini semakin akrab dengan dunia kekerasan.
Lalu, sesungguhnya apa akar masalah yang menyebabkan para generasi bangsa ini
rentan terhadap tindak kekerasan? Dalam beberapa tahun ini, publik begitu
sering dikagetkan dengan ulah sekelompok pelajar yang berlarian di tengah
jalan raya.
Ada yang membawa senjata tajam, besi berukuran panjang, kayu, melempar
batu, dan berbicara kasar kepada orang-orang di sekitarnya. Akhir-akhir ini,
seolah ada ”ikatan” kuat antara pelajar dengan kebiasaan tawuran. Padahal
kebiasaan buruk ini tak jarang berakhir dengan jatuhnya korban jiwa.
Tak sedikit pelajar yang meninggal dunia akibat tebasan celurit, dan
tak sedikit pula yang dipaksa drop out dari sekolah karena kebiasaannya
tawuran. Jika kita mengklik kata kunci ”tawuran pelajar” melalui mesin
pencari Google, dengan cepat aplikasi yang ditemukan Larry Page tersebut akan
menyodorkan begitu banyak pemberitaan tentang tawuran pelajar di Indonesia.
Paling tidak ketika mengklik dengan kata kunci tersebut, kita akan
mendapatkan lebih dari 943.000 berita tentang tawuran pelajar di Indonesia.
Artinya, kebiasaan buruk pelajar ini telah menggejala hampir di semua tingkat
sekolah. Meski berbagai upaya telah dilakukan para stakeholder pendidikan
untuk meminimalisasi angka terjadinya tawuran di kalangan pelajar, tetap saja
prilaku menyimpang ini masih dilakukan sebagian pelajar.
Minimnya peran keluarga dan entitas sekolah dalam menanamkan
nilai-nilai antikekerasan (nirkekerasan) menjadi penyebab mereka mudah
berlaku kriminal. Tanpa merasa berdosa anak-anak usia sekolah dengan mudah
melukai temannya sendiri, bahkan membunuh. Dari itu, pemahaman tentang
moralitas, pendidikan karakter, dan nilai-nilai nirkekerasan perlu diberikan
kepada mereka sejak dini.
Bertepatan dengan penyelenggaraan Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah
(IPM) Ke-19 (16-19 November 2014), organisasi otonom yang berdiri pada 18
Juli 1961 ini ingin berperan besar dalam menjembatani anak-anak muda
Indonesia supaya tidak terjebak pada ”budaya” tawuran.
Jika prilaku negatif ini terus melekat pada diri seorang pelajar, dunia
pendidikan dalam negeri akan semakin terpuruk. Bila keadaan sudah sedemikian
parah, lalu siapa generasi selanjutnya yang akan memimpin bangsa ini. Dengan
mengambil tema muktamar bertajuk Spirit Keilmuan untuk Gerakan Pelajar
Berkemajuan , IPM mengharapkan supaya semua pelajar di Indonesia
berkonsentrasi penuh membangun basisbasis keilmuan di tempat belajarnya
masing-masing.
Kebiasaan tawuran yang melekat sampai saat ini harus segera diakhiri.
Sebab perilaku ini bukanlah karakter pelajar yang sebenarnya sebagaimana
selama ini dikenal sebagai agen perubahan sosial (agent of social change). Sebaliknya, kaum pelajar haruslah
bertindak progresif, menghindari prilaku kekerasan, dan memiliki semangat
kuat terhadap dunia keilmuan.
Ciptakan
Mazhab Intelektual
Kelompok pelajar sudah harus melakukan gerakan-gerakan progresif,
berkemajuan, dan bervisi pada pembangunan mental bangsa. Kebiasaan tawuran
tidak akan membawa masa depan bangsa ini menjadi maju, tapi justru akan
semakin terpuruk. Karena itu, seiring dengan kekacauan panggung politik yang
tak menentu seperti sekarang ini, menjatuhkan pilihan pada pergerakan
intelektual adalah hal yang mutlak bagi para aktivis pelajar, tak terkecuali
IPM.
Sikap high politic ini bukan tanpa dasar sama sekali untuk disandingkan pada
entitas gerakan pelajar. Pasalnya, pilihan ini lebih disebabkan karena kian
tergerusnya idealisme gerakan anak-anak pelajar akibat fenomena tawuran yang
selama ini sering terjadi dan menghantui publik.
Jika pilihan gerakan ini mampu menjadi sebuah pergerakan yang
menasional, maka tidak mustahil bila kiprah aktivis pelajar akan kembali
bangkit. Gerakan intelektual yang dicita-citakan akan bermuara pada
kompetensi, karakter dan gerakan yang diusung oleh setiap kelompok gerakan
pelajar pada setiap turunan agendanya.
Karena itu berbagai organisasi yang ada akan ini mampu menjadi
kontributor wacana dan ide di tengah kontestasi intelektual gerakan anak
muda, khususnya para pelajar di Indonesia. Sayangnya, harapan tersebut masih
ibarat seperti ”panggang jauh dari api”, apalagi keterlibatan dari pihak
sekolah atau kampus masih minim sekali.
Padahal, jika setiap sekolah atau universitas memiliki pusat-pusat
pengayaan intelektual (center for
excellent), tak mustahil dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan
memiliki pasokan ilmuwan dalam jumlah besar. Namun, sebaliknya, jika fenomena
pelajar masih seperti yang tampak hari ini: suka tawuran, bergaya hedonis,
dan pragmatis, maka dalam sepuluh atau lima belas tahun ke depan Indonesia
akan semakin tertinggal dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Pada hari ini saja, daya saing SDM kita masih kalah dibanding
Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Meski Indonesia memiliki jumlah
anak muda berjumlah sekitar 75 juta jiwa, kebanyakan mereka bersikap
konsumtif. Sementara berbeda dengan negara-negara lain yang meski keberadaan
anak mudanya sedikit, namun hampir semuanya bersikap produktif.
Kelompok muda di China, misalnya, mereka telah mampu menciptakan
produk-produk teknologi yang inovatif dan aplikatif. Sementara di Indonesia,
anak-anakmuda dinegeri inimemiliki kapasitas intelektual yang mencukupi, tapi
sayang kapasitas yang mereka punya tidak mampu terfasilitasi dengan baik
akibat peran pemerintah yang lemah.
Keterlibatan pemerintah dalam mendorong anak-anak mudanya untuk maju
dan berpikir kreatif masih sebatas wacana. Akhirnya, pada persoalan ini
gerakan pelajar harus mengisi ruang-ruang yang selama ini belum diakomodasi
cukup baik oleh pemerintah. Dengan mengambil peran sebagai intelektual
organik, gerakan pelajar akan berkontribusi besar bagi masa depan Indonesia
yang berkemajuan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar