Kerja
Ikhlas
Iwel Sastra ; Komedian
|
KORAN
TEMPO, 12 November 2014
Nasruddin Hoja terlihat sedang mencari sesuatu di pinggir jalan.
Seorang temannya memperhatikan Nasruddin, kemudian dengan penasaran
menanyakan apa yang sedang dilakukan olehnya. Sambil terus melakukan
aktivitasnya, Nasruddin mengatakan sedang mencari cincinnya yang hilang. Lalu
temannya menyarankan agar Nasruddin mengingat-ingat di mana kira-kira
cincinnya hilang.
Dengan sangat yakin, Nasruddin menjawab bahwa cincinnya hilang
di dalam gudang. Lantas, temannya bertanya, kalau cincinnya hilang di gudang,
kenapa Nasruddin justru mencarinya di pinggir jalan? Dengan santai, Nasruddin
berujar, "Gudang sangat gelap. Mana bisa aku mencarinya di sana? Di sini
cukup terang."
Kisah di atas saya kutip dari buku 360 Cerita Jenaka Nasruddin
Hoja. Menurut saya, Nasruddin bukanlah satu-satunya orang yang melakukan hal
demikian. Melakukan sesuatu bukan untuk mencapai tujuan, melainkan melihat
susah-mudahnya usaha itu dilakukan. Tujuan Nasruddin adalah mencari cincin
yang hilang, tapi dia tidak mau bersusah payah mencari cincin tersebut di
tempat hilangnya lantaran gelap. Nasruddin mencarinya di tempat terang,
meskipun dia tahu cincin tersebut tidak berada di sana.
Ini hampir sama dengan kisah pemain sepak bola yang melakukan
gol bunuh diri dengan alasan lebih mudah memasukkan bola ke gawang sendiri
dibanding ke gawang lawan.
Seringkali kita mendengar seseorang mengeluh dengan mengatakan
dia sudah bekerja keras, tapi belum bisa menghasilkan apa-apa. Bisa jadi
orang ini dalam bekerja juga menganut paham yang dilakukan Nasruddin. Bekerja
keras di tempat yang menurutnya mudah untuk menemukan hasil meskipun
sebenarnya tempat tersebut bukanlah tempat yang bisa menghasilkan.
Ada cerita tentang seorang ayah yang sering bekerja di bawah
terik matahari berharap anaknya tidak seperti dia. Sang ayah memotivasi
anaknya untuk belajar keras supaya nanti bisa bekerja di ruangan yang dingin.
Rupanya anak ini memahami makna motivasi sang ayah dengan penafsiran sendiri.
Setelah lulus sekolah, dia bekerja di pabrik es. Menurut dia, yang penting di
ruangan yang dingin, he-he-he…
Istilah kerja, kerja, dan kerja sering kita dengar seusai pidato
pelantikan Jokowi sebagai presiden. Sebelumnya, kita mendengar nama kabinet
seperti Kabinet Persatuan Nasional, Kabinet Gotong Royong, atau Kabinet
Indonesia Bersatu. Sedangkan Jokowi memberi nama kabinetnya sangat singkat,
yaitu Kabinet Kerja. Ini menekankan pada semangat Jokowi yang ingin semua
menterinya segera bekerja setelah dilantik. Semoga saja menteri yang dilantik
ini segera tahu apa yang harus dikerjakan. Jangan sampai di tahun pertama
menjabat, kerjanya hanya bekerja mencari tahu apa yang harus dikerjakan.
Presiden seperti Jokowi tidak cukup hanya dibantu oleh menteri
yang memiliki semangat kerja keras. Selain kerja keras, para menteri harus
bekerja cerdas. Jangan seperti Nasruddin yang bekerja keras menemukan
cincinnya yang hilang dengan cara kerja bodoh. Sampai kapan pun tidak akan
membuahkan hasil. Kerja keras dan kerja cerdas ini harus didukung oleh kerja
ikhlas. Bekerja ikhlas untuk rakyat bukan untuk kepentingan pribadi,
keluarga, atau partai politik. Jangan sampai terjadi ada menteri yang bekerja
keras, bekerja cerdas, tapi karena tidak ikhlas, yang terjadi kemudian
kerjanya bolak-balik memenuhi panggilan KPK. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar