Kamis, 13 November 2014

Kerja Ikhlas

Kerja Ikhlas

Iwel Sastra  ;  Komedian
KORAN TEMPO, 12 November 2014
                                                
                                                                                                                       


Nasruddin Hoja terlihat sedang mencari sesuatu di pinggir jalan. Seorang temannya memperhatikan Nasruddin, kemudian dengan penasaran menanyakan apa yang sedang dilakukan olehnya. Sambil terus melakukan aktivitasnya, Nasruddin mengatakan sedang mencari cincinnya yang hilang. Lalu temannya menyarankan agar Nasruddin mengingat-ingat di mana kira-kira cincinnya hilang.

Dengan sangat yakin, Nasruddin menjawab bahwa cincinnya hilang di dalam gudang. Lantas, temannya bertanya, kalau cincinnya hilang di gudang, kenapa Nasruddin justru mencarinya di pinggir jalan? Dengan santai, Nasruddin berujar, "Gudang sangat gelap. Mana bisa aku mencarinya di sana? Di sini cukup terang."

Kisah di atas saya kutip dari buku 360 Cerita Jenaka Nasruddin Hoja. Menurut saya, Nasruddin bukanlah satu-satunya orang yang melakukan hal demikian. Melakukan sesuatu bukan untuk mencapai tujuan, melainkan melihat susah-mudahnya usaha itu dilakukan. Tujuan Nasruddin adalah mencari cincin yang hilang, tapi dia tidak mau bersusah payah mencari cincin tersebut di tempat hilangnya lantaran gelap. Nasruddin mencarinya di tempat terang, meskipun dia tahu cincin tersebut tidak berada di sana.

Ini hampir sama dengan kisah pemain sepak bola yang melakukan gol bunuh diri dengan alasan lebih mudah memasukkan bola ke gawang sendiri dibanding ke gawang lawan.

Seringkali kita mendengar seseorang mengeluh dengan mengatakan dia sudah bekerja keras, tapi belum bisa menghasilkan apa-apa. Bisa jadi orang ini dalam bekerja juga menganut paham yang dilakukan Nasruddin. Bekerja keras di tempat yang menurutnya mudah untuk menemukan hasil meskipun sebenarnya tempat tersebut bukanlah tempat yang bisa menghasilkan.

Ada cerita tentang seorang ayah yang sering bekerja di bawah terik matahari berharap anaknya tidak seperti dia. Sang ayah memotivasi anaknya untuk belajar keras supaya nanti bisa bekerja di ruangan yang dingin. Rupanya anak ini memahami makna motivasi sang ayah dengan penafsiran sendiri. Setelah lulus sekolah, dia bekerja di pabrik es. Menurut dia, yang penting di ruangan yang dingin, he-he-he…

Istilah kerja, kerja, dan kerja sering kita dengar seusai pidato pelantikan Jokowi sebagai presiden. Sebelumnya, kita mendengar nama kabinet seperti Kabinet Persatuan Nasional, Kabinet Gotong Royong, atau Kabinet Indonesia Bersatu. Sedangkan Jokowi memberi nama kabinetnya sangat singkat, yaitu Kabinet Kerja. Ini menekankan pada semangat Jokowi yang ingin semua menterinya segera bekerja setelah dilantik. Semoga saja menteri yang dilantik ini segera tahu apa yang harus dikerjakan. Jangan sampai di tahun pertama menjabat, kerjanya hanya bekerja mencari tahu apa yang harus dikerjakan.

Presiden seperti Jokowi tidak cukup hanya dibantu oleh menteri yang memiliki semangat kerja keras. Selain kerja keras, para menteri harus bekerja cerdas. Jangan seperti Nasruddin yang bekerja keras menemukan cincinnya yang hilang dengan cara kerja bodoh. Sampai kapan pun tidak akan membuahkan hasil. Kerja keras dan kerja cerdas ini harus didukung oleh kerja ikhlas. Bekerja ikhlas untuk rakyat bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau partai politik. Jangan sampai terjadi ada menteri yang bekerja keras, bekerja cerdas, tapi karena tidak ikhlas, yang terjadi kemudian kerjanya bolak-balik memenuhi panggilan KPK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar