Kebangsaan
Muhammadiyah
Benni Setiawan ; Dosen Universitas Negeri Yogyakarta;
Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity
|
REPUBLIKA,
18 November 2014
"Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia
Berkemajuan" menjadi tema dalam Milad ke-105 H/102 M Muhammadiyah
(18 November 1912-18 November 2014). Tema ini diambil sebagai bentuk
keprihatinan Muhammadiyah terhadap kebangsaan akibat kebangsaan semakin
memudar dan rapuh. Kebangsaan jauh dari semangat Pancasila dan UUD 1945.
Kondisi
ini mendorong keprihatinan Muhammadiyah. Sebagai organisasi yang lebih tua
dari umur republik ini, Muhammadiyah terpanggil menyelesaikan persoalan
tersebut.
Dalam
Pidato Milad Muhammadiyah tertulis, "Muhammadiyah
mengajak seluruh elite bangsa untuk benar-benar berkiprah optimal untuk
memajukan kehidupan bangsa guna mewujudkan cita-cita nasional di seluruh
bidang kehidupan. Kepada semua pihak, lebih-lebih para pemimpin bangsa, mari
tunjukkan sikap konsisten antara kata dan tindakan, menjunjung tinggi moral
yang utama, menunaikan amanat rakyat, serta memperjuangkan kepentingan rakyat
di atas kepentingan diri, kelompok, dan golongan. Muhammadiyah mengajak
pemerintah di seluruh tingkatan untuk semakin meningkatkan komitmen dan
kesungguhan dalam memajukan bangsa, disertai sikap mengedepankan keadilan dan
kejujuran, berdiri di atas semua golongan, tidak partisan, bermitra dengan
seluruh komponen bangsa, termasuk Muhammadiyah, dan mampu menunjukkan jiwa
kenegarawanan yang utama".
Pidato
tersebut menegaskan posisi dan peran Muhammadiyah dalam kebangsaan.
Muhammadiyah sebagai bagian dari civil
society perlu mengingatkan pemerintah. Bahwasanya mereka dipilih untuk
menjadi pemimpin, bukan menjadi seorang pejabat. Pemimpin adalah mereka yang
senantiasa merasa gelisih jika tidak mampu bekerja optimal. Mereka merasa
malu jika tidak berprestasi. Senantiasa menjaga lisan dan perbuatan guna
kemakmuran bangsa dan senantiasa ingin berbuat kebajikan setiap saat.
Karena
itu, seorang pemimpin selayaknya menyemai kebajikan setiap saat. Dalam
kesejarahan, Muhammadiyah telah mewariskan semangat juang menjadi pelayan
dari kepemimpinan AR Fachruddin. Pak AR, begitu ia disapa, menjadi simbol dai
ikhlas, bersahaja, dan tawadhu. Ia
senantiasa hadir sendiri memenuhi undangan menjadi penceramah dengan motor
butut. Motor berwarna merah bermerek Yamaha 70 itu menjadi teman setia Pak
AR.
Ia pun
senantiasa menjalin komunikasi dengan masyarakat melalui bahasa-bahasa
sederhana. Ia senantiasa ingin dekat dengan umat. Ia sering mengunjungi desa
dan menyapa masyarakat. Kesederhanaan, ketulusan, dan ketelatenan menyapa
masyarakat menjadi ciri utama kepemimpinan Pak AR. Melalui sikap yang
demikian, Presiden Soeharto pun seakan tunduk pada wejangan Pak AR.
Selayaknya
pemimpin bangsa ini dapat belajar dari kepemimpinan Pak AR. Melalui hal
tersebut, seorang pemimpin akan terus dikenang rakyatnya. Karena, ia
senantiasa bekerja optimal untuk bangsa dan negara, bukan didasarkan pada
niatan "busuk" guna memuluskan kepentingan pribadi dan golongan.
Lebih
lanjut, kebangsaan hari ini akan kokoh jika pemimpinnya mampu menjadi
teladan. Sebaliknya, ketika keteladanan menghilang dan hanya menjadi kata
tanpa ucapan, maka kebangsaan akan runtuh.
Sebagai
organisasi modern yang usianya lebih tua dari Republik, selayaknya bangsa dan
negara ini belajar dari Muhammadiyah. Muhammadiyah telah membuktikan diri
tumbuh dan berkembang bersama bangsa lebih dari seabad. Muhammadiyah juga
telah meletakkan dasar keunggulan bagi kemakmuran bersama. Salah satunya
adalah melalui bidang pendidikan dan ekonomi kreatif.
Dalam
bidang pendidikan, Muhammadiyah telah terbukti mampu mendidik putra-putra
terbaik bangsa. Pendidikan Muhammadiyah yang bersumber pada epistemologi
Islam berkemajuan hingga kini terus menggelora hingga ke pelosok negeri.
Model
pendidikan tersebut selayaknya dikembangkan oleh pemerintah dalam
mengimplementasikan kebijakan nasional. Hal ini penting di tengah semakin
mengguritanya ideologi Islam berwajah garang terhadap budaya bangsa. Bangsa
Indonesia akan kehilangan jati dirinya jika wajah Islam nusantara berubah
menjadi Islam Arab yang kaku dan rigid.
Dalam
hal pendidikan, selayaknya pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan mau membuka lembaran keunggulan konsepsi pendidikan
Muhammadiyah. Pemerintah tidak perlu berkiblat kepada Barat yang tentu nuansa
dan spirit pendidikannya berbeda dengan realitas keindonesiaan.
Muhammadiyah
pun hingga saat ini terus menggelorakan ekonomi kreatif. Pembangunan gedung
pendidikan, rumah sakit, dan panti asuhan lebih diusahakan oleh warga
persyarikatan dibandingkan menengadahkan tangan kepada pemerintah. Ekonomi
kreatif inilah yang memandirikan Muhammadiyah.
Kemandirian
Muhammadiyah inilah yang menjadikan persyarikatan konsisten melakukan kritik
membangun kepada pemerintah. Kritik Muhammadiyah itu bukan untuk menjatuhkan
wibawa pemerintah. Namun, untuk meneguhkan komitmen amar makruf nahi mungkar.
Salah
jika ada anggapan bahwa Muhammadiyah melakukan kritik terhadap pemerintahan
Jokowi-JK karena tidak mendapat kursi di kabinet atau posisi lain. Bukan
watak Muhammadiyah jika mengkritik mempunyai maksud mendapat posisi atau
kedudukan.
Muhammadiyah
berdiri dan tumbuh dari rahim nusantara. Maka, keprihatinan Muhammadiyah pada
dasarnya merupakan kegalauan bangsa. Bangsa ini harus diselamatkan dari
proses kepemimpinan yang rapuh. Jika bangsa dan negara ini ambruk,
Muhammadiyah pun akan roboh.
Muhammadiyah
terus berkomitmen menjadi gerakan tajdid. Gerakan pembaruan dengan spirit
terus melakukan inovasi menciptakan keunggulan. Kritik Muhammadiyah kepada
pemerintah bukanlah kebencian, tapi merupakan komitmen persyarikatan untuk
berkontribusi bagi kebangsaan.
Pada akhirnya, semoga milad kali
ini semakin mengukuhkan posisi Muhammadiyah dalam proses kebangsaan. Selamat
milad Persyarikatan Muhammadiyah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar