Jumat, 21 November 2014

Di Balik Target Narkoba Kalangan Intelektual

          Di Balik Target Narkoba Kalangan Intelektual

Anang Iskandar  ;   Kepala Badan Narkotika Nasional
JAWA POS,  20 November 2014

                                                                                                                       


PENANGKAPAN Prof Musakkir pekan lalu menjadi pemberitaan yang terus menuai komentar dari segala kalangan, mulai masyarakat jelata hingga pimpinan negara. Hampir seluruh komentar yang muncul bernada kecaman, kekecewaan, dan hal-hal pahit lainnya. Tentu semua orang bertanya ada apa di balik ini semua.

Lagi-lagi narkoba menyerang orang yang paham dengan dunia hukum dan boleh dibilang pakarnya. Tentu ini jadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. Betapa tidak, seorang profesor yang dikenal agamais dan aktif dalam dunia olahraga akhirnya tersungkur dalam dunia bejat narkoba. Lebih mirisnya lagi, si profesor bersama seorang perempuan muda saat nyabu di kamar hotelnya.

Dalam beberapa diskusi yang pernah penulis ikuti, diperoleh sebuah fenomena bahwa penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu biasanya dibumbui kegiatan seks, celakanya lagi kebanyakan seks bebas. Artinya, jika dilihat ke dalam kasus ini, masyarakat wajar bisa banyak berkomentar tentang aksi bejat. Dalam berbagai media, si profesor memang membantah dirinya melakukan pelanggaran hukum dengan berbagai dalih. Tapi, urine dan darahnya telah membuktikan bahwa dalam tubuhnya bersarang racun yang siap mengendalikan dirinya menjadi orang yang bertingkah buruk.

Tapi, apakah hujatan dan cacian yang datang bertubi-tubi kepada si profesor akan menyelesaikan masalah? Apa yang harus kita lakukan adalah mengawal bagaimana penegak hukum mendudukkan perkara ini dalam porsi yang benar. Artinya, apa pun yang dilakukan penyidik, asal tidak menyalahi aturan dan bisa memberikan efek jera, tentu harus kita dukung.

Hujatan tak akan menyelesaikan masalah. Justru seharusnya kita memperkuat diri dan keluarga serta lingkungan untuk tidak terperosok ke lubang narkoba. Apa jadinya jika anak kita, orang tua kita, dan misalnya kebetulan menjadi figur di tengah masyarakat, dijebak atau dijadikan target sindikat narkoba? Tentu kejadian pahit bisa saja terjadi.

Jika mengikuti naluri emosi, masyarakat mungkin puas jika si profesor dijebloskan ke dalam penjara. Tapi, lagi-lagi, apakah itu bisa menyelesaikan masalah? Hukuman norma sosial sepertinya sudah cukup menjadikan orang berpendidikan seperti Musakkir menyesali apa yang telah dikerjakan. Tentu mending jiwa raganya dipulihkan, baik dengan rehabilitasi maupun terapi lainnya, yang bisa segera membuat fungsi manusianya kembali bertaji. Selalu ada kesempatan kedua untuk menjadi orang yang lebih baik.

Menanggapi kasus tersebut, kembali kita serahkan kepada kepolisian untuk melakukan penyidikan yang sangat serius. Dan jangan hanya berorientasi pada penghukuman, namun juga membongkar ada apa di balik motif sindikat ini untuk menghancurkan orang-orang potensial dalam dunia pendidikan. Ini jauh lebih penting untuk diungkap sehingga masyarakat semakin melek dan kian peduli akan bahaya yang mengintai mereka.

Jangan-jangan semua orang ahli di negeri ini akan jadi target racun narkoba dengan segala bujuk rayu dan tipu daya. Tanpa sadar potensi intelektualitas akan jadi mandul dan negara ini akan mudah dijajah serta dilemahkan. Kita pasti ingat dengan peran candu di Tiongkok. Negeri besar itu akhirnya jatuh dan harus tertatih-tatih untuk menata kembali. Kita pasti tidak ingin hal tersebut terjadi di bumi pertiwi.

Saat ini penangkapan orang-orang terkenal seolah hanya jadi bahan obrolan sepekan dan hilang seiring dengan munculnya isu lain yang lebih menarik. Tentu bukan itu yang diharapkan. Kesadaran dan kepedulian masyarakat harus makin tumbuh. Masyarakat harus paham, masalah penyalahgunaan narkoba bisa menghancurkan segala sendi kehidupan. Mulai kehancuran karir, rumah tangga, instabilitas masyarakat, hingga bukan tidak mungkin menjadi duri dalam kemajuan sebuah bangsa.

Penjara atau tidak penjara memang selalu jadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Akan tetapi, yang harus kita sadari adalah hukum UU Narkotika yang kita punya memiliki double track sistem pemidanaan. Artinya, penyalah guna tersebut bisa dipenjara dan juga bisa direhabilitasi. Itu adalah pilihan, bergantung bagaimana orientasi penegak hukum memandangnya.

Namun, jika memang pecandu murni atau pecandu berat, tentu dia harus segera diselamatkan. Penjara atau rehabilitasi adalah pilihan dan orientasi penegak hukum akan menentukan hasil vonisnya. Tapi, jika rehabilitasi itu ternyata lebih mujarab dan bisa mengembalikan Musakkir menjadi pribadi yang baik serta berkontribusi lagi untuk bangsa, tentu itu harus jadi pertimbangan. Lantas, bagaimana Anda melihatnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar