Demonstrasi
dan Demokrasi
Achmad Firdaus ; Pengurus
International Student Society-NUS Singapore
|
REPUBLIKA,
17 November 2014
Imam Nawawi pernah berkata, barang siapa yang mendiamkan kemungkaran
seorang pemimpin lalu menunjukkan sikap rela, setuju, atau mengikuti
kemungkaran tersebut, ia telah berdosa. Perkataan tersebut menunjukkan betapa
pentingnya mengingatkan pemimpin jika melakukan suatu tindakan yang merugikan
rakyat. Karena itu, perlu untuk selalu mengawal dan mengkritisi setiap
kebijakan pemerintah jika dianggap tidak memihak kepada rakyat. Tak heran
jika demonstrasi sebagai aksi protes terhadap pemerintah menjadi pemandangan
yang sering dijumpai di negeri ini.
Demonstrasi di negara demokrasi seperti Indonesia bukanlah hal yang
baru. Aksi tersebut sudah sangat lazim digunakan sebagai instrumen untuk
mengomunikasikan sesuatu atau menyampaikan aspirasi. Di berbagai belahan
dunia pun, demonstrasi seakan menjadi cara yang paling ampuh bagi masyarakat
bawah yang terbungkam untuk menyuarakan aspirasi kepada penguasa. Khusus di
Indonesia, semenjak demonstrasi besar-besaran yang digelar mahasiswa saat
menggulingkan pemerintahan Orde Baru, semenjak itu pula demonstrasi selalu menjadi
peristiwa rutin yang menghiasi halaman pemberitaan di Indonesia.
Beberapa hari terakhir ini, tampaknya demonstrasi menjadi opsi yang
dianggap paling tepat dalam menyampaikan aspirasi dan kritik bagi sebagian
masyarakat Indonesia. Terlebih lagi, mencuatnya isu rencana kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang memicu gejolak sosial dan menyita
perhatian hampir seluruh rakyat Indonesia, khusunya para aktivis pergerakan
mahasiswa yang memprotes keras kebijakan pemerintah tersebut yang dianggap
merugikan rakyat.
Rencana pemerintah menaikkan harga BBM disinyalir untuk mengurangi
beban APBN, namun kebijakan tersebut terkesan sangat manipulatif karena jika
dibandingkan dengan nilai subsidi untuk BBM selama ini, justru jauh lebih
tinggi beban APBN akibat pemborosan birokrasi. Sungguh tak pantas dalam
situasi derita dan tangis rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan,
justru pemerintah tidak berpihak kepada rakyat. Akibatnya, tidak sedikit
mahasiswa yang melakukan aksi penolakan kebijakan tersebut dengan
berdemonstrasi ke jalan-jalan, memprotes kebijakan pemerintah, dan
meneriakkan aspirasi prorakyat.
Memang tak bisa dimungkiri bahwa demonstrasi merupakan salah satu
bentuk sikap kritis mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak
berpihak kepada rakyat kecil. Betapa tidak, rencana kenaikan harga BBM yang
digadang pemerintah dalam waktu dekat ini dipastikan akan 'berdampak
sistemik' terhadap kondisi perekonomian masyarakat, mulai dari melonjaknya
harga bahan pokok hingga munculnya beragam problematika yang menyengsarakan
rakyat kecil.
Kebebasan
berpendapat
Aksi demonstrasi di negeri ini dianggap sebagai salah satu refleksi
dari proses demokrasi karena demokrasi menghendaki adanya partisipasi
masyarakat untuk mengawal jalannya pemerintahan sehingga aksi tersebut
dilakukan untuk mempertontonkan suatu kebebasan berekspresi dan menyampaikan
gagasan. Namun, sayangnya, demonstrasi terkadang dijadikan alat untuk
memaksakan kehendak dari sekelompok orang terhadap otoritas tertentu, terlepas
dari valid atau tidaknya tuntutan mereka tersebut.
Selain itu, demonstrasi merupakan ekspresi dari sebuah kebebasan
berpendapat, menyampaikan aspirasi dan kritikan terhadap suatu kebijakan yang
disertai niat menegakkan keadilan membela kebenaran. Karena itu, dalam
melakukan aksinya, mahasiswa sebagai kaum intelektual seharusnya menunjukkan
sikap kritis dengan cara-cara yang intelek, elegan, dan bijaksana. Para
demonstran harus memegang teguh prinsip etis (sesuai norma), analitis
(memahami akar permasalahan), dan harus diikuti dengan pernyataan solutif
sebagai masukan dan saran atas kekurangan yang ada karena kritikan tanpa
saran konstruktif bagaikan sebuah teori yang tak didukung oleh dalil ilmiah
yang valid.
Kebebasan berpendapat tersebut harus berlandaskan pada nilai-nilai
religius dan etika budaya bangsa serta menaati peraturan hukum yang berlaku
sehingga dalam melakukan aksi tersebut tidak menimbulkan kerusakan dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apalagi, jika
melihat demonstrasi mahasiswa akhir-akhir ini yang cenderung anarkistis,
ditambah lagi dengan tindakan represif dari pihak keamanan yang selalu
berakhir ricuh. Maksud hati ingin memperjuangkan nasib rakyat, namun
sayangnya, tidak sedikit rakyat yang menderita akibat aksi tersebut.
Gejolak demonstrasi di berbagai penjuru Tanah Air tentu bukanlah
sesuatu yang salah karena memang itu adalah sebuah konsekuensi atas pilahan
dan kesepakatan kita yang telanjur menganut sistem demokrasi, yaitu setiap
orang dijamin oleh konstitusi untuk bebas berpendapat dan mengkritik sesuatu,
termasuk kebijakan presiden sekalipun. Namun, satu hal yang harus dipahami
bahwa kebebasan berpendapat dan mengkritisi sesuatu bukan berarti dengan
seenak hati menghujat orang lain tanpa batas-batas etika dan kesopanan. Bukan
pula dengan mengatasnamakan demokrasi lalu setiap orang bisa turun ke jalan
berdemonstrasi sambil melakukan aksi anarkistis dengan merusak fasilatas umum
dan mengganggu ketertiban lalu lintas sembari meneriakkan kebenaran dan keadilan.
Dari uraian tersebut dapat diperoleh sebuah gagasan bahwa pada dasarnya
demonstrasi merupakan salah satu bentuk refleksi dari sistem demokrasi.
Karena itu, sebagai warga negara, kita harus berani menyampaikan pendapat
yang benar dan tidak takut mengkritik kebijakan pemerintah yang merugikan
rakyat, bahkan kepada pemimipin negara sekalipun. Wallahu a'lam bis shawab. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar