Senin, 10 November 2014

Brutus Mengintai Senayan

Brutus Mengintai Senayan

A Adib  ;  Wartawan Suara Merdeka
SUARA MERDEKA, 10 November 2014
                                                
                                                                                                                       


”ENGKAU juga ikut serta, Brutus?” Lenguhan parau itu mengalir lemah, nyaris tak terdengar. Meski hanya sepenggal kalimat, maknanya menggema panjang menandai kelahiran stigma baru berupa pengkhianatan dunia politik kepada Julius Caesar.

Politik tak banyak membuka ruang pertemanan, pun kesetiaan. Adagium itu masih berlaku dan secara samar-samar berembus di Senayan menyusul terjadinya dualisme yang ditandai kemunculan  Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR.

Pemantik kekisruhan  ini adalah tudingan terhadap sistem pemilihan pimpinan DPR dan komisi yang dinilai tidak demokratis. Pemilihan pimpinan komisi tidak demokratis karena menggunakan sistem paket. Tiap fraksi hanya bisa mengajukan satu calon. Padahal anggota tiap fraksi bisa empat  orang dan mereka tidak bisa mencalonkan diri.

Kelahiran pimpinan DPR tandingan itu karena tidak terakomodasi untuk memimpin komisi membuat kisruh internal DPR. Paling tidak, walaupun DPR tandingan ini merupakan langkah politik yang tak memiliki dasar hukum, hal itu akan berdampak terhadap kinerja DPR dan mitranya, yaitu pemerintah.

Manuver KIH memang bisa menghambat kinerja pemerintahan Jokowi-JK karena beberapa kebijakan harus diputuskan bersama atau disetujui DPR. Dengan  manuver KIH maka pemerintah akan dibuat sibuk karena melayani dua kekuatan di DPR. Beberapa program dan rencana pemerintah tidak akan berjalan karena ”ketidakjelasan” DPR.

Langkah KIH membuat DPR tandingan memang lebih cenderung supaya bisa berkompromi dengan KMP. KIH juga pasti menyadari bahwa yang mereka lakukan pada akhirnya merugikan diri sendiri, khususnya pemerintahan yang berasal dari partainya sendiri.

Langkah KMP menyapu bersih seluruh kursi pimpinan alat kelengkapan DPR, dituding oleh KIH ada agenda politik. Ada kecurigaan bahwa KMP memiliki agenda tersembunyi terkait posisi politik pemerintahan Jokowi yang tidak mereka dukung. Kecurigaan yang menjadi pertanyaan KIH adalah motif apakah yang melatarbelakangi KMP sehingga ingin menguasai.

Penegasan itu disampaikan politikus PDIP Aria Bima. Sabtu (1/11). Berdasar pengalaman dirinya sebagai salah satu pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) 2009-2014, pimpinan itu punya kekuatan politik luar biasa terkait aspek legalitas keputusan rapat-rapat komisi dan UU APBN.

Revisi UU

Andai salah seorang pimpinan AKD menolak meneken keputusan rapat pembahasan APBN di tingkat rapat komisi maka menkeu tidak akan berani mencairkan anggaran. Selain itu, soal keputusan politik bersama Fraksi Nasdem, PKB, Hanura, dan PPP membentuk pimpinan DPR sementara sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi KMP,  bukan tandingan terhadap pimpinan DPR dari KMP.

Yang perlu dilakukan KIH untuk menjadikan DPR lebih kondusif lima tahun ke depan, adalah dengan mengkritisi kinerja pimpinan DPR yang tidak sesuai dengan keputusan paripurna DPR, tatib, ataupun UU MD3. Kecurigaan kubu KIH itu dapat dimaklumi jika menyimak agenda besar KMP. Setelah memperjuangkan RUU Pelkada menjadi UU, koalisi itu  masih memiliki agenda berikutnya. Tak tanggung-tanggung, ratusan UU ditargetkan direvisi.

Soal rencana mengamendemen UU, kali pertama diungkap Ketua Presidium KMP, Aburizal Bakrie dalam silaturahmi dan orientasi anggota DPR 2014-2019 di Hotel Sultan, Jakarta. Ical menyebut ada 122 UU  yang harus ditinjau kembali agar bisa mengubah demokrasi Indonesia menjadi berasas Pancasila.

Program KMP dalam waktu dekat adalah mengamendemen undang-undang yang dianggap terlalu liberal dan berpihak ke asing, antara lain UU Minerba, UU Migas, UU Perbankan, dan UU Telekomunikasi. Begitu pula UU yang bersifat sosial, seperti budaya dan agama. KMP menyatakan ingin mengembalikan undang-undang sesuai dengan UUD 1945. Membenahi keadaan sekarang yang secara tidak sadar terlalu ke kanan mesti dikembalikan lagi ke tengah.

Pernyataan ini kemudian disambut baik oleh Ketua DPR Setya Novanto. Ia mendukung rencana KMP merevisi ratusan undang-undang. Menurut Setya, UU yang ada saat ini masih perlu disinkronisasi dan diharmonisasi pemerintah dan DPR (9/10).

Politikus Golkar itu menjelaskan, dalam satu tahun DPR bisa menghasilkan 20-30 undang-undang. Namun sebagian dimentahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Berkait ”teori” politik Brutus, pengamat dari UI Muhammad Budyatna mengingatkan Presiden Jokowi jangan terlalu paranoid terhadap KMP.
Dia  justru perlu lebih khawatir pada jajaran internal partai pendukung dan juga Wapres Jusuf Kalla yang siap mengambil posisi Jokowi sebagai presiden.

Posisi KMP sudah jelas lawan politik, namun KIH adalah teman yang bisa menikam dari belakang. Dia mengingatkan Jokowi bahwa berbagai langkah blunder anggota koalisi dan berbagai kekalahan KIH terhadap KMP, bisa jadi disengaja. Ini agar pemerintahan Jokowi tak berlangsung lama. Bisa saja nanti Jokowi dijatuhkan tapi bukan oleh KMP melainkan otaknya ada di balik pendukungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar