Jumat, 14 November 2014

Birokrat Hiduplah Sederhana

Birokrat Hiduplah Sederhana

Abraham Fanggidae  ;  Widyaiswara Utama Kementerian Sosial
KORAN JAKARTA, 13 November 2014
                                                
                                                                                                                       


Indonesia kaya sumber daya alam, namun puluhan juta rakyat masih miskin. Pemerintah, wakil rakyat, dan elite harus membantu mengentaskan orang miskin. Pejabat pemerintah pusat dan daerah hendaknya tampil sederhana. Jangan bergaya hidup enak dan mewah. Ketua KPK, Abraham Samad, pernah mengatakan pejabat korupsi karena bergaya hidup mewah. Banyak orang ingin hidup enak tanpa kerja keras.

Presiden Joko Widodo (Jokowi), ketika dilantik, mengajak rakyat dan pejabat bekerja keras, kerja, kerja, dan kerja. Bekerja harus menggunakan logika, kreatif, dan keras. Orang yang mau hidup enak, mewah dengan korupsi hanya mau gampangan. Seharusnya orang bijak bijaksana menggunakan penghasilan. Jangan sampai “besar pasak dari tiang”. Hiduplah secara sederhana.

Kesederhanaan hendaknya menjadi komitmen penuh elite birokrat, politik, serta para tokoh formal maupun nonformal. Sederhana dalam pola hidup keseharian saat ini harus dimulai dari petinggi negara, para pejabat di berbagai eselon.

Rakyat pun tahu pejabat yang rendah hati, melayani, berjuang membawa aspirasi rakyat dengan baik. Contoh sederhana diperlihatkan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (JK). Keduanya dekat dengan rakyat.

Masyarakat lebih puas lagi jika semua pejabat pemerintah, wakil rakyat, memperhatikan serta mewujudkan aspirasi kelas bawah. Rakyat harus memperoleh pelayanan prima dalam berbagai urusan di lembaga pemerintah pusat maupun daerah.

Kesederhanaan penampilan dalam berpakaian sudah ditunjukkan Jokowi-JK. Sederhana dalam berpakaian tidak salah sebab yang utama menjalankan tugas dengan baik demi kesejahteraan seluruh rakyat. Keduanya juga berkomitmen penuh untuk kerja, kerja, dan kerja.

Kesederhanaan ditunjukkan Jokowi-JK dalam acara pelantikan presiden dan wapres. Presiden Joko Widodo mengenakan baju lengan panjang warna putih dan setelan jas dari tekstil Indonesia. Kemeja dan setelan jas hasil penjahit “pinggiran” di Jakarta. Sepatu yang dikenakan pun produksi dalam negeri. Harganya tidak sampai 500 ribu.

Wakil Presiden Jusuf Kalla pun mengenakan setelan jas lama yang telah dikenakan berulang kali, jas buatan tahun 2004. JK pun menggunakan sepatu murah dari Cibaduyut, Bandung. Sederhana dalam berpakaian pun terlihat ketika Presiden Jokowi dan Wapres JK memperkenalkan para calon menteri kepada publik. Para calon menteri mengenakan kemeja putih. Kantor Sekretariat Negara yang membeli dan mengirim kemeja ke rumah calon menteri.

Kesederhanaan penampilan dalam berpakaian berlanjut dalam acara pelantikan para Menteri Negara di Istana Negara. Presiden, Wapres, Ibu Negara, menteri, beserta keluarga dan undangan lainnya mengenakan batik. Hanya Panglima TNI dan Kapolri mengenakan seragam dinas sesuai aturan.

Konsisten

Hidup sederhana harus dilaksanakan secara konsisten dalam berperilaku keseharian, satu kata dengan perbuatan. Jika para menteri tidak konsisten, seperti orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat, mereka mengajarkan tetapi tidak melakukan. Mereka mengikat beban-beban berat lalu meletakkannya di atas bahu orang. Mereka sendiri tidak mau menyentuh.

Ke depan, pelantikan pejabat di mana pun tidak perlu menggunakan setelan jas seperti yang selama ini diharuskan pada hampir semua kementerian dan lembaga negara. Mereka cukup berkemeja batik.

Konsistensi dalam hidup sederhana menjadi penting karena pejabat, wakil rakyat, dan elite orang terhormat. Hingga kini masih banyak pejabat berperilaku seperti calo angkot. Ketika memberi pengarahan atau waktu kampanye senantiasa mengumbar kata-kata amat bagus sebagai ungkapan perhatian, nasihat, janji kepada rakyat. Namun, dalam praktiknya perilaku mereka tidak sesuai bahkan bertolak belakang dengan arahan, nasihat, dan janji.

Publik menilai kekisruhan DPR memperlihatkan anggota Dewan yang sudah kehilangan akal sehat. Mereka bikin kisruh dalam parlemen untuk mengejar kekuasaan tanpa memikirkan jutaan rakyat miskin yang memerlukan kebijaksanaan wakil rakyat. KMP dan KIH berebutan jabatan, seperti calo rebutan penumpang angkot.

Wakil rakyat di Senayan tidak mungkin memikirkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Apa bedanya wakil rakyat dan orang Farisi? Hidup sederhana sebagai perilaku baik dan bijaksana harus berguna bagi banyak orang. Presiden, Wapres, pejabat pemerintah, wakil rakyat, elite agar berkomitmen penuh dan konsisten dalam tugas bukan untuk kepentingan keluarga, kelompok parpol, atau fraksi, tetapi demi kepentingan rakyat.

Pada titik ini semoga kesederhanaan tidak menjauh dari para elite dan pejabat pemerintah. Pada saat utang luar negeri mencapai 3.000-an triliun dan puluhan juta rakyat hidup miskin, maka hidup sederhana harus menjadi pola umum seluruh pemangku bangsa dan negara. Mereka harus fokus bekerja untuk membangun dan menyejahterahkan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar