Rabu, 19 November 2014

APEC dan Anti Korupsi

                                           APEC dan Anti Korupsi

Jamin Ginting  ;   Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Anti Korupsi;
Dosen Fakultas Hukum UPH
KOMPAS,  19 November 2014

                                                                                                                       


PERTEMUAN negara-negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang dilangsungkan di Tiongkok tidak saja menyepakati hal-hal yang bersifat ekonomi, tetapi juga bersepakat membentuk wadah jejaring kerja sama antara lembaga otoritas anti korupsi dan lembaga penegakan hukum di kawasan yang dinamakan APEC Network of Anti-Corruption Authorities and Law Enforcement Agencies. Jejaring ini merupakan yang terkuat di kawasan Asia Pasifik untuk memberikan bantuan timbal balik, ekstradisi, kerja sama investigasi, dan kemudahan bagi setiap negara korban untuk dapat mengembalikan pelaku tindak pidana korupsi dan aset yang dilarikan di antara negara anggota APEC.

Ada tiga tujuan utama yang sangat penting mengapa lembaga ini dibentuk. Pertama, bekerja sama dan berkoordinasi dalam rangka penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi, suap, pencucian uang, perdagangan gelap, serta identifikasi dan pengembalian hasil dari seluruh kejahatan itu. APEC Network of Anti-Corruption Authorities and Law Enforcement Agencies (ACT-NET) juga berfungsi sebagai platform yang informal bagi lembaga investigasi dan penuntutan di setiap negara anggota APEC untuk berkonsultasi, berkoordinasi, dan berbagi cara praktis efektif untuk melaksanakan tugas penyidikan dan penuntutan.

Kedua, berbagi pengalaman, studi kasus, teknik investigasi, cara, dan alat-alat melakukan investigasi. Juga pengetahuan dan praktik efektif dalam membangun kerja sama pemberantasan korupsi di antara lintas batas negara. Disepakati pula peningkatan kemampuan setiap lembaga penegak hukum anggota dalam memerangi tindak pidana korupsi, suap, pencucian uang dan perdagangan gelap, serta identifikasi dan pengembalian hasil dari seluruh kejahatan tersebut.

Ketiga, menyediakan platform informal bagi kerja sama bilateral atau multilateral dengan memperhatikan ketentuan kebijakan dan aturan hukum nasional negara masing-masing dalam tindak pidana korupsi, suap, pencucian uang, dan perdagangan gelap.

Juga identifikasi dan pengembalian hasil dari seluruh kejahatan itu melalui kerja sama informal dengan komitmen platform ekonomi yang didasarkan pada ketentuan Konvensi Anti Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC). Atas dasar hubungan yang berkesinambungan, ACT-NET akan memperlengkapi upaya internasional melawan tindak pidana korupsi dan penyuapan.

Tiongkok dan AS

Tiongkok dan Amerika Serikat sangat berkepentingan memperjuangkan terbentuknya ACT-NET untuk menjangkau lebih jauh upaya pengembalian aset tindak pidana korupsi, suap, pencucian uang, dan perdagangan gelap yang disembunyikan di luar negara itu.

Bahkan, AS telah memberlakukan dalam hukum negaranya prinsip-prinsip penyuapan negara pejabat asing dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), OECD Convention on Combating Bribery of Foreign Public Official in International Business Transactions (OECD Anti-Bribery Convention) untuk memperluas jangkauan penghukuman dengan melarang perusahaan negara asal dan segala afiliasinya menyuap pejabat asing dengan tujuan melancarkan atau membuat transaksi bisnis.

Suap perusahaan asing terhadap pejabat lokal itu didasarkan pada The Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) di AS. Aturan ini merupakan sarana efektif bagi AS memberi denda dan hukuman bagi setiap badan usaha ataupun warga negara AS dan afiliasinya yang melakukan penyuapan di luar negeri kepada pejabat di luar negara AS dan di denda di AS.

Tiongkok saat ini juga telah mempersiapkan aturan FCPA sebagai adopsi ketentuan Pasal 16 UNCAC untuk mengimbangi ketentuan FCPA AS, pengusaha, dan investasi perusahaan Tiongkok akan lebih dari 1,25 triliun dollar AS untuk 10 tahun ke depan (Kompas, 10/11/2014) sehingga dasar kerja sama internasional seperti ACT-NET ini sangat dibutuhkan untuk menjaga agar Pemerintah Tiongkok dapat menerapkan aturan hukumnya bagi pengusaha Tiongkok di luar negeri. Demikian juga AS dapat menerapkan secara langsung FCPA berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang berada di luar AS.

Indonesia dapat dikatakan sebagai negara korban dan juga negara surga pencucian uang. Namun, Indonesia bukan negara aman untuk menempatkan uang hasil tindak pidana korupsi karena rentannya sistem keamanan perbankan yang ada. Itu sebabnya banyak pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia menempatkan uang mereka di luar negeri.

ACT-NET merupakan wadah sangat penting bagi Indonesia karena di antara 21 negara yang tergabung, terdapat negara Singapura yang merupakan tempat tersulit mengakses pelaku dan aset hasil korupsi. Terbuka kesempatan mendesak Singapura atas pengaruh ACT-NET: mempermudah upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi yang ditempatkan di Singapura.

Pengembalian dan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi didasarkan pada perjanjian bilateral timbal balik dan ekstradisi, tetapi ACT-NET ini dapat membuka peluang kesempatan bagi setiap negara anggota dengan prinsip hubungan timbal balik yang menguntungkan. Tiongkok dan AS yang telah terlebih dahulu mempersiapkan perangkat hukum untuk penelusuran dan perampasan aset di luar negeri sebelumnya ikut serta dalam penerapan ACT-NET.

Pemerintah Indonesia sebaiknya memperbanyak perjanjian MLA dan ekstradisi guna mengefektifkan upaya pengembalian aset hasil tindak pidana dan menerapkan prinsip-prinsip penyuapan negara pejabat asing sebagai implementasi dalam OECD Anti-Bribery Convention dan Pasal 16 UNCAC.

Dengan demikian, keefektifan keikutsertaan Indonesia dalam ACT-NET diharapkan dapat membuat Indonesia bukan hanya sebagai peserta pasif dan tidak memiliki nilai berarti dalam perampasan dan pengembalian korupsi, suap, pencucian uang, dan perdagangan gelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar