Jumat, 22 Februari 2013

Yang Indah dan yang Absurd


Yang Indah dan yang Absurd
L Wilardjo  Fisikawan
KOMPAS, 22 Februari 2013


Sabtu, 16 Februari lalu, saya dan beberapa teman dikirimi surel oleh sobat kami. Ia astronomiman senior, anggota AIPI, dan pernah mengetuai akademi itu.
Perhatiannya terhadap usaha mencerdaskan kehidupan bangsa tak diragukan lagi. Ia dimintai masukan oleh Badan Nasional Standardisasi Pendidikan. Ia juga seorang fellow di Triple AS, American Association for the Advancement of Science.

Surelnya antara lain begini, ”Rekan-rekan yang sudah bercucu: Berbahagialah yang bisa menyekolahkan cucunya di luar negeri untuk belajar science, belajar kimia dan pengetahuan alam. Kurikulum 2013 tidak menampung keinginan tahu, pembentukan sikap kritis, kecuali menurut. Ini contohnya dari adagium pengajaran kimia (dan masih banyak lagi contohnya). Soal bahasa menyedihkan sekali. Lalu kapan kita mengejar kemajuan negara lain? Mohon lihat kurikulum kimia 2013 terlampir. Absurd sekali.”
Contoh absurd yang dikirim sobat kami itu ialah ”Kompetensi Dasar SMA, Mata Pelajaran Kimia” untuk kelas X. Uraiannya kira-kira separuh halaman, terdiri atas kolom Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.

Isinya, anjuran menjadi nasionalis bermoral, bergotong-royong, berbagi, jujur, berdisiplin, cinta damai, menjaga lingkungan, dan sebagainya. Bau kimianya disemprotkan dengan nasihat agar siswa meniru sifat dan perilaku elektron-elektron yang berada dalam dan merupakan bagian dari atom/molekul.

Dugaan saya, di sekolah-sekolah nanti moralitas dan nasionalisme itu akan dikhotbahkan secara dogmatis oleh para guru, tidak dididikkan secara rasional sebagai Filsafat Moral. Tak ada kata yang lebih tepat mengomentari kurikulum itu kecuali mengamini kata sobat kami tadi: absurd!

Teladan?

Anjuran memasang elektron-elektron dalam atom/molekul sebagai teladan tidak selalu tepat. Siswa disuruh mencontoh elektron-elektron dalam gas mulia, misalnya. Apa hebatnya mereka? Dalam atom (yang sekaligus molekul eka-atom) gas mulia, elektron-elektron itu membentuk subkelopak penuh sehingga gas mulia sangat mantap dan lembam. Elektronnya adem-ayem dan nyaman dalam kesendiriannya. Mereka cuek terhadap liyan. Apakah sifat dingin dan tak-pedulian macam itu patut ditiru dalam persrawungan kita di masyarakat?

Ada juga gas-gas mulia yang muncul dari pembelahan inti di dalam teras reaktor PLTN, seperti Xenon-135 dan Kripton-85. Xenon, misalnya, harus dilepaskan dari dalam selongsong elemen bahan-bakar nuklir. Kalau tidak, selongsong lakur Zirconium itu bisa melepuh dan, kalau sampai robek, akan menyebabkan kontaminasi.

Gas-gas mulia itu harus dilepaskan ke udara sebab, kalau tetap berada di dalam reaktor, akan menaikkan suhu dengan radiasinya. Xenon juga dapat menyebabkan ”keracunan”.
Ini mengganggu pengaturan reaktivitas reaksi pembelahan inti berantai dan menyulitkan reaksi itu bertahan berkelanjutan secara ”pas”. Sumber masalah kok dijadikan teladan! Ahli nuklir Filipina, Achilles del Callar, memelesetkan nama gas itu dari gas mulia, noble gases, menjadi gas hina, ignoble gases.

Surel dari seorang sobat itu ada mukadimahnya: Dulu di SD Jalan Tuntang, Salatiga (sekarang Jalan Diponegoro), saya diajari oleh guru SD yang bijak, (yakni) Ibu Sis, yang menginginkan siswanya berpikir kritis.

Mukadimah itu disebutnya ”Kenangan Indah tahun 1946-1947”. Saya juga punya kenangan indah dari masa SMA saya tahun 1957-1958. Guru Matematika kami, Bapak Soedarno, sangat piawai mengajarkan Aljabar, Goniometri, Stereometri, dan Ilmu Ukur Lukis.

Bila dalam ulangan ada siswa yang tak saja dapat mengerjakan soal-soalnya dengan 100 persen benar, tetapi juga dengan cara yang ringkas, jelas, dan anggun, beliau memberinya nilai 10 plus bonus. Bonusnya tidak tanggung-tanggung: 100. Dengan cara itulah beliau menunjukkan apresiasinya terhadap cara berpikir yang jernih dan efektif.
Kalau kurikulumnya saja absurd, sangat boleh jadi pelaksanaannya dalam proses belajar mengajar akan membuat Kimia menjadi momok yang menakutkan. Bisa juga, Kimia membuat para siswa menjadi ”bete”: bengong dan bosan terus. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar