Bos PT Hardaya Inti Plantations Siti Hartati Murdaya dan Bupati Buol
Amran Batalipu secara terpisah divonis bersalah oleh pengadilan tipikor
karena melakukan praktik korupsi. Kongkalikong ekspansi lahan sawit
mengantarkan keduanya ke balik jeruji.
Hartati terbukti korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan
memberi uang total Rp 3 miliar kepada Amran Batalipu terkait kepengurusan
izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah. Hartati divonis dua tahun
dan delapan bulan penjara. Sang bupati divonis lebih berat, tujuh setengah
tahun penjara.
Meski sudah divonis bersalah, keduanya masih menyangkal telah
melakukan praktik korupsi. Keduanya beralibi bahwa dana Rp 3 miliar
merupakan bantuan untuk sang bupati yang akan mencalonkan diri kembali pada
Pilkada 2012 Kabupaten Buol.
Namun, majelis hakim tidak terpengaruh. Percakapan malam hari (20/6)
antara Hartati dan Amran melalui telepon genggam Direktur PT Hardaya Inti
Planta- tions Totok Lestiyo menjadi bukti kuat yang meruntuhkan seluruh
alibi keduanya. Dalam pembicaraan itu, Hartati menyampaikan ucapan terima
kasih atas barter Rp 1 miliar dengan lahan 4.500 hektar. Kemudian, saat itu
juga Hartati kembali meminta 7.090 hektar lahan baru dan berjanji barter
dengan Rp 2 miliar kepada sang bupati (Kompas.com, 4 Februari 2013).
Kasus yang menjerat Hartati bersama Bupati Buol sebenarnya fenomena
jamak, kepala daerah acap kali mengobral izin alih fungsi dan sejenisnya
menjelang pemilihan kepada daerah. Sinyal para petahana yang butuh dana
segar untuk pilkada ditangkap cepat para pebisnis yang saat bersamaan juga
butuh kepentingan dengan usaha sawitnya. Di titik inilah muncul simbiosis
mutualisme di antara keduanya.
Hubungan erat antara politik dan bisnis ini membentuk kelompok yang
disebut politicobusiness. Yoshihara Kunio (ersatz capitalism) menjelaskan
fenomena para kroni menikmati proteksi dan kemudahan dari pemerintah
sebagai imbal balik. Kekuasaan dan otoritas politik digunakan untuk memberi
peluang dan meningkatkan posisi bisnis. Keuntungan dari bisnis itu
memperluas pengaruh dalam politik.
Hartati diduga dengan mudah meminta kepada Bupati Buol
melipatgandakan perkebunan sawit milik perusahaannya. Untuk itu, sang
pengusaha mengandalkan kekuatan uang, sang bupati mengandalkan otoritasnya.
Ujung-ujungnya, pengusaha dan elite lokal selalu panen rupiah tatkala
perkebunan sawit menjamur di mana-mana. Bukti dahsyatnya keuntungan bisnis
sawit dapat dilihat dari banyaknya nama pengusaha sawit kelas kakap yang
bertengger di daftar 40 orang terkaya di Indonesia 2012 Forbes.
Meski tak sekaya para pengusaha, para elite lokal tetap kebagian kue
besar dari ekspansi sawit. Oknum kepala daerah diduga kuat menerima banyak
uang suap dari rekomendasi untuk izin usaha perkebunan dan hak guna usaha
yang dikucurkan para pengusaha.
Cerita Bupati Buol jadi bukti sahih. Namun, hanya segelintir kasus suap
perizinan yang masuk ke meja hijau. Dalam penelitian Lembaga Sawit Watch
tahun 2007, sekitar 90 persen perkebunan sawit di Indonesia melakukan
praktik konvensi secara ilegal baik hutan maupun lahan.
Dari praktik bisnis sawit yang berlangsung hingga saat ini,
setidaknya 30 grup besar perusahaan nasional dan multinasional menguasai
perkebunan sawit di Indonesia. Saat ini, Indonesia negara penghasil minyak
sawit mentah terbesar di dunia. Masyarakat mendapat apa?
Vonis Ringan
Potret umum yang terjadi di tengah masyarakat menunjukkan realitas
bahwa perkebunan sawit gagal menghadirkan kemapanan ekonomi bagi masyarakat
sekitar serta daerah itu sendiri. Tak jarang masyarakat hanya menikmati
remah-remah dari gurihnya bisnis sawit yang tumbuh di daerahnya. Bahkan,
acap terjadi konflik horizontal.
Secara perekonomian, daerah tak sepenuhnya terbantu. Harus
digarisbawahi, tak ada sejarahnya daerah-daerah di sepanjang bentang
Nusantara ini yang menjadi kaya karena ”hutan sawit” di wilayahnya. Jika
fenomena umum ini ditarik ke Kabupaten Buol atas perkara yang melibatkan
Hartati, pertimbangan hakim yang memberi keringanan hukuman karena anggapan
yang bersangkutan telah memajukan perekonomian Buol amat keliru, patut
dipertanyakan.
Jika daerah diuntungkan, harus diuji sejauh mana kontribusinya atas
penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sehingga dapat dibilang
membangun perekonomian Buol. Jika masyarakat diuntungkan, harus
diverifikasi masyarakat yang mana. Hanya segelintir orang yang punya relasi
dengan perusahaannya atau bukan.
Publik patut kecewa atas vonis ringan yang dijatuhkan pengadilan
tipikor kepada keduanya, terlebih Hartati yang hanya dijatuhi 32 bulan
penjara. Hakim gagal memahami bahwa ada dua bentuk korupsi dalam kasus ini.
Pertama, korupsi politik, karena transaksi kebijakan dilakukan saat
momentum politik. Kedua, ko- rupsi sumber daya alam, karena suap dalam
pemberian izin usaha perkebunan akan berdampak jangka panjang mulai dari
berubahnya fungsi lahan hingga berpotensi pada kerusakan ekosistem akibat
diperoleh dari hasil persekongkolan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar