Seorang
teman mengeluh. Dia sudah mengikuti sekian banyak training, workshop, seminar, dan berbagai pelatihan lain yang
menjanjikan kenaikan karier dan transformasi diri. Biayanya pun
tidak murah, bertempat di hotel berbintang. Pembicaranya terkenal. Namun,
setelah mengikuti seminar atau pelatihan dan pulang dengan membawa
sertifikat,kehidupannya tidak berubah. Kembali seperti semula. Back to business as usual. Bagaimana
menyikapi persoalan ini? Sesungguhnya tidak mudah mengubah mindsetdan
perilaku seseorang yang sudah puluhan tahun terbentuk dan dijalani, hanya
dengan mengikuti training selama
2-4 hari.
Untuk menambah
wawasan pengetahuan dan selingan,seminar dan training sangat bagus dan
menyenangkan. Tetapi, sangat naif jika diharapkan terus mampu mengubah
karakter seseorang secara instan meskipun selama training berlangsung
proses penyadaran dan pemahaman hidup, bahkan ada yang disertai ratapan dan
tangis penyesalan atas salah dan dosanya. Menurut Robin Sharma, CEO dari Sharma Leadership International, ada
kendala yang dia sebut ”Four F’s
Syndrome” yang membuat seseorang sulit berubah.
Pertama adalah fear. Yaitu orang takut keluar dari
zona nyaman, comfort zone, atau safe harbor yang dirasakan memberi
rasa aman dan membuatnya takut keluar untuk memasuki zona baru yang belum
diketahui. People fear leaving their
safeharbor of the known and venturing off into the unknown. Contoh
klasik dan sangat historis adalah kasus Columbus yang yakin dan nekat
berlayar di lautan lepas yang akhirnya mendarat di benua Amerika (12
Oktober 1492). Banyak orang yang menertawakan dan menganggapnya gila dan
pasti akan hilang ditelan lautan yang tidak tahu batas akhirnya.
Namun, akhirnya
apa yang dilakukan Columbus menyebarkan virus perubahan mindset penduduk
Eropa bahwa jauh di luar sana ada dunia baru. Columbus telah berjasa
membuka gerbang harapan dan imajinasi baru bagi penduduk Eropa untuk
mengukir sejarah baru di dunia yang baru. Bangsa dan perusahaan yang takut
mencoba sebuah langkah dan kebijakan besar pasti tidak akan menjadi besar.
Begitu pun
seseorang yang takut keluar dari penjara zona nyaman justru selamanya akan
terpenjara. Karena itu, mereka yang hidupnya sudah mapan akan selalu takut
terhadap perubahan karena dianggapnya sebagai ancaman. Banyak orang takut
terhadap perubahan yang mereka bayangkan sendiri. Takut terhadap
bayang-bayang ketakutan yang diciptakan sendiri.
Kedua
adalah pandangan negatif dan sinisme terhadap failure. Failure is just
an essential part of realizing success. There can be no success without
failure.
Contoh yang
sangat menginspirasi adalah Thomas Alva Edison (1847-1931). Ratusan kali
dia gagal ketika melakukan eksperimentasi membuat lampu bohlam listrik.
Orang pun sinis dan pesimistis terhadap keberhasilan eksperimentasinya.
Namun, dia jawab, apa yang orang lain anggap sebagai kegagalan sesungguhnya
merupakan keberhasilan. ”Aku berhasil
mengidentifikasi langkah-langkah yang salah agar tidak diulangi oleh siapa
pun, termasuk diriku. I have not failed. I have just found 10.000 ways that
won’t work,” katanya. Kegagalan dijadikannya sebuah investasi
pengetahuan dan pengalaman.
Betul, akhirnya
Thomas Edison berhasil dan dicatat sejarah dengan tinta emas. Karena
pengalaman gagal merupakan investasi, sampai-sampai muncul ungkapan bijak: gagal adalah sukses yang tertunda.
Orang yang pernah gagal pasti akan lebih hati-hati dan lebih berpengalaman
ketika harus melewati jalan terjal dan ujian yang sama.
Kendala
ketiga adalah forgetting. Sebagus
apa pun materi seminar dan pelatihan, kalau kita tidak memiliki komitmen
untuk mencatat, membaca, mengingat, serta mendalami sendiri setelahnya,
akan cepat sekali lupa.
Semuanya
menguap tanpa bekas. Kita kembali lagi pada kerja rutin, business as usual. Biasakanlah
membuat catatan agendaagenda baru yang penting lalu ditempel di ruang kerja
agar selalu tertatap oleh mata. Mudah lupa terhadap ihwal negatif yang
hanya merusak hati dan pikiran itu bagus. Tetapi, sangat fatal jika kita
mudah melupakan janji, komitmen, dan ide-ide baru yang progresif untuk
kemajuan diri maupun institusi.
Cukup ironis,
kita sering diberi label sebagai masyarakat yang terjangkit amnesia. Mudah
lupa. Ketika Jakarta banjir, misalnya, heboh diskusi bagaimana mengatasi
banjir, bahkan sampai pada gagasan untuk memindahkan Ibu Kota. Tetapi, begitu
musim hujan berlalu, berlalu juga gagasan-gagasan tadi.
Kendala
keempat adalah faith. Maksudnya, banyak
orang yang tidak memiliki keyakinan diri untuk bisa berubah. Sikap sinis, pesimistis,
dan ragu-ragu membuat seseorang sulit untuk berubah dan berkembang. Tanpa
keyakinan dan tekad,tak akan terjadi perubahan besar baik pada level
pribadi, perusahaan, maupun bangsa. Sebelum sang juara memenangkan
pertandingan, dia mesti lebih dahulu memiliki mental juara dan yakin untuk
jadi juara.
Rakyat
Indonesia berhasil meraih kemerdekaan berkat keyakinan dan tekad untuk
merdeka. Keyakinan dan tekad ini mesti dikobarkan kembali agar bangsa ini
segera keluar dari keterpurukan akibat jeratan korupsi dan mafia narkoba.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar