Tiga hari lalu, Rabu (30/1/2013) sekitar jam 19.00 WIB,
berlangsung diskusi tentang politik umat Islam menyongsong Pemilu 2014 di
Restoran Nusa Dua, dekat Gedung DPR. Pertemuan rutin yang dimotori Amien
Rais dan Noer Mohammad Iskandar itu menghimpun eksponen ormasormas dan
parpol yang, katanya, berbau Islam untuk membicarakan peran politik umat
Islam menyongsong Pemilu 2014.
Ketika berita itu muncul, peserta diskusi sedang mendengarkan pandangan
Ketua Pemuda Muhammadiyah Saleh Daulay yang menggugat istilah parpol Islam.
Bagi Saleh, untuk konteks Indonesia saat ini, tidak ada parpol Islam yang
sebenarnya. Alasannya, orientasi politik semua parpol sama saja, tak ada
yang khas Islam diperjuangkan oleh parpol tertentu. Di Golkar, yang
dianggap bukan parpol Islam, banyak tokoh-tokohnya yang berbasis gerakan
Islam.
Sementara di PDIP ada Baitul Muslimin, di Partai Demokrat ada Majelis
Dzikir. Sebaliknya di PPP, PAN, PKB, dan PKS yang sering dianggap sebagai
parpol Islam, tak jelas juga langkah-langkah islaminya. Ketika
memperjuangkan aspirasi masyarakat, subjek yang diperjuangkan oleh semua
parpol adalah umat Islam juga dan ketika terjadi korupsi atau bancakan atas
kekayaan negara sama saja, hampir semua parpol tersebut berpartisipasi
karena ada kader-kadernya yang jadi koruptor.
Kata Daulay, sebenarnya dalam faktanya Golkar, Partai Demokrat, dan PDIP
adalah partai nasionalis yang religius; sedangkan PKB, PAN, PPP, dan PKS
adalah partai religius yang nasionalis. Jadi jangan dipertentangkan, biar
umat ini jernih memandang. Saat mendengar uraian Daulay tiba-tiba
Blackberry saya berbunyi, “ting”, ada pesan masuk.
Saya kaget luar biasa karena pesan itu berbunyi, “Presiden PKS Luthfi Hasan
Ishaaq ditetapkan sebagai tersangka korupsi impor daging sapi,” pesan itu
disertai copypaste berita dari sebuah media online. Astaghfirullah, berita itu seakan-akan menambah pernyataan
Saleh Daulay secara langsung bahwa, “Di parpol yang disebut Islam pun ada
koruptornya, sama dengan parpol yang tak disebut parpol Islam.”
Saya bukan anggota PKS,tetapi hampir semalam suntuk saya tak bisa tidur,
terus memelototi televisi dari saluran satu ke saluran lain,memantau
perkembangan kasus itu. Hati merasa teriris ketika menyaksikan “live” dari
sebuah televisi saat Luthfi Hasan Ishaaq diambil oleh KPK justru ketika
sedang memimpin rapat DPP PKS. Betulkah ini?
Bukankah baru beberapa saat sebelumnya Hidayat Nur Wahid, Suswono, dan
Luthfi Hasan Ishaaq sendiri menegaskan bahwa tidak ada kaitan antara kasus
impor daging sapi dengan PKS maupun tokoh-tokohnya? Saya sungguh sedih
karena selama ini, meski tak luput dari isu KKN, saya memandang PKS sebagai
parpol yang masih bisa menjaga kebersihannya dari korupsi dan menunjukkan
militansinya sebagai parpol Islam.
Kalau berbicara tentang parpol, sampai ke luar negeri sekali pun, saya
sering menjadikan PKS sebagai contoh parpol yang berakhlak baik,
anggota-anggotanya disiplin, dan relatif bersih dari KKN. Meski bukan
anggota PKS, selama ini saya bangga dengan PKS yang berusaha mengibarkan
bendera Islam dengan disiplin dan semangat untuk menunjukkan bahwa Islam
itu “bisa” dan “Oke” bagi masa depan Indonesia.
Tapi dengan ditangkapnya Luthfi Hasan Ishaaq kampanye saya tentang partai
bersih itu menjadi tak berlaku dan, terus terang, saya jadi agak malu
karena kemudian berhamburan pesan yang sepertinya mengejek saya karena
sering menjadikan PKS sebagai contoh parpol bersih. Dengan dijadikannya
Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka oleh KPK tentu PKS dan Luthfi Hasan
Ishaaq bisa melakukan pembelaan diri dan menuding KPK tak profesional atau
memolitisasi kasus untuk PKS.
Tapi saya sendiri meyakini lebih dari 90% bahwa KPK akan mampu membuktikan
keterlibatan Luthfi Hasan Ishaaq dalam korupsi atau penyuapan di Pengadilan
Tipikor kelak. Berdasar pengalaman selama ini, ketika KPK menetapkan
seseorang sebagai tersangka, alat buktinya bukan hanya cukup, melainkan
lebih dari cukup. Semakin dibantah, biasanya si pembantah semakin
dipermalukan oleh fakta di persidangan.
Sebelum menangkap seseorang, biasanya KPK sudah mengantongi rekaman
pembicaraan atau SMS si tersangka sejak jauh sebelumnya yang mencakup apa
yang dibicarakan, kapan akan bertemu, berapa uang yang akan diantar, di
mana antaran itu akan diserahkan, dan sebagainya. Tidak masuk akal jika
dikatakan KPK melakukan penangkapan karena mendapat informasi beberapa jam
sebelumnya dari masyarakat.
Yang benar, pastilah KPK sudah menyadap dan mengintai sejak berbulan-bulan
sebelumnya, apalagi isu impor daging sapi sudah muncul sejak Januari 2011.
Menurut saya, sebaiknya kita tak perlu mengklaim adanya parpol Islam.
Sebab, seperti kata Daulay, di semua parpol tersebut ada tokoh gerakan
Islamnya dan banyak program-program islaminya. Tetapi pada saat yang sama
di semua parpol tersebut ada juga koruptor-koruptornya.
Menjadi benar bahwa di Indonesia ini tidak ada parpol yang lebih baik maupun
parpol yang lebih jelek dari yang lain, semuanya sama. Tidak ada parpol
yang bisa mewakili umat Islam untuk menunjukkan kemuliaan Islam. Secara
nyata sekarang ini tak ada (lagi) parpol Islam, kecuali sekadar formalitas
dan jargon-jargon yang akhirnya terasa palsu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar