Dalam Pertemuan Tahunan Forum
Ekonomi Dunia Ke-43 di Davos, Swiss, baru-baru ini, merebak optimisme bakal
munculnya tanda-tanda pemulihan ekonomi dunia. Sejumlah pemimpin dunia
mengungkapkan optimisme masing-masing setelah berbagai langkah perbaikan
dilakukan, terutama di Amerika Serikat (AS) dan 17 negara Eropa yang
tergabung dalam Euro Zone. Mereka yakin, krisis ekonomi dunia dengan
episentrum Eropa akan segera berakhir. Paling lambat, akhir tahun ini,
Eropa diyakini pulih dari krisis.
Laju pertumbuhan ekonomi dunia
tahun ini sedikit lebih baik dari tahun 2012. Jika tahun lalu 3,3 persen,
tahun ini akan tumbuh 3,5 persen karena tidak akan banyak menghadapi
kendala sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan ekonomi Jepang,
kebangkitan ekonomi China, India dan Afrika diharapkan sebagai pendorong
pertumbuhan ekonomi dunia.
Kebijakan ekonomi AS--lewat
quantitative easing-nya--juga dipuji sebagai faktor penguat pemulihan
ekonomi dunia. Hambatan politis pun makin berkurang karena muncul soliditas
bersama untuk memerangi krisis di negara masing-masing.
Jika dicermati, pertemuan
Davos, muaranya memperjuangkan kepentingan nasional masing-masing. Setiap
negara berusaha serius menarik minat investor dengan meningkatkan iklim
investasi, mendongkrak produksi, dan menaikkan ekspor. Salah satunya dengan
cara melonggarkan kebijakan moneter, menggelontorkan dana stimulus, secara
sengaja menurunkan suku bunga dan memperlemah mata uangnya.
Pertemuan Davos secara fokus
juga membahas upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan
kerja bagi 220 juta penganggur di seluruh dunia, terutama kaum muda.
Maklum, sebelumnya IMF menurunkan prediksinya pada pertumbuhan ekonomi
global 0,1 persen menjadi 3,5 persen.
IMF melihat bahwa proses
pemulihan ekonomi yang rentan dan malu-malu masih bergantung pada sikap dan
respons pemimpin 17 negara euro zone. Menurut IMF, kawasan Eropa sangat
rentan karena mudah terkena krisis politik dan juga lambatnya proses
pengambilan keputusan.
Namun, IMF yakin, secara umum
perekonomian dunia akan menjadi lebih baik karena lembaga itu terus
mendorong negara-negara Eropa menjalankan program penghematan secara
disiplin untuk menekan porsi utang. Ini diperkuat dengan langkah Pemerintah
AS yang membuat kemajuan signifikan pada konsolidasi fiskal.
Menyikapi perkembangan
eksternal itu, Pemerintah Indonesia harus cerdas menyikapinya. Dalam era
regionalisasi dan globalisasi dibutuhkan kerja sama dan koordinasi karena
masing-masing saling membutuhkan. Namun, Indonesia tetap harus berusaha
meningkatkan keunggulan produknya untuk menembus pasar negara lain.
Setelah bertumbuh 6,23 persen
pada 2012 lalu, tahun 2013 ini ekonomi Indonesia diperkirakan melaju
6,3-6,7 persen. Dengan kondisi ekonomi domestik cukup baik dan peran ekspor
masih 24 persen dari PDB, maka pertumbuhan ekonomi minimal 6,3 persen bisa
dicapai asalkan pemerintah lebih serius mengerahkan semua potensi yang
dimiliki.
Pertama, 50 juta kelas
menengah atas dengan konsumsi per bulan di atas Rp 4 juta perlu
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mengonsumsi produk lokal. Konsumsi
kelompok itu mampu secara signifikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Tak
banyak manfaat jika kelompok itu dibiarkan mengonsumsi produk impor yang
terus membesar setiap bulan.
Kedua, perbaikan kepastian
hukum, lewat reformasi dan penegakan hukum perlu menjadi prioritas. Ketiga,
komitmen pembangunan infrastruktur jangan hanya menjadi slogan kosong.
Tanpa ada percepatan pembangunan infrastruktur, investasi akan mandek dan
pemodal asing akan mengarahkan investasinya ke negara lain. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar