Jumat, 22 Februari 2013

Upaya Menyelamatkan Bumi


Upaya Menyelamatkan Bumi
Ferry Ferdiansyah Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas
Mercubuana Jakarta Program Studi Magister Komunikasi
SUARA KARYA, 21 Februari 2013


Secara nasional capaian realisasi gerakan menanam pohon selama tiga tahun terakhir telah melebihi target penanaman. Pada 2010 tertanam sebanyak 1,3 miliar pohon atau 130 persen, tahun 2011 tertanam 1,5 miliar (150%) dan sampai akhir 2012, realisasi penanaman mencapai 732 juta batang (70%).

Antusiasme aksi penanaman pohon sudah serentak bergulir di negeri ini sejak 2007. Apalagi, setelah dicanangkan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 24 Tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia, yang sekaligus menetapkan setiap tanggal 28 November sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI), dan Desember sebagai Bulan Menanam Nasional.

Kesadaran akan kondisi bumi yang semakin mengenaskan mengugah kesadaran masyarakat Indonesia akan eksistensi bumi bagi kelangsungan hidup umat manusia. Seperti penulis ketahui, manfaat pohon untuk kelangsungan hidup semua makhluk yang menempati bumi ini. Langkah ini sangat penting, dan tidak bisa dikesampingkan.
Pohon yang ditanam oleh manusia, bukan hanya sebatas melindungi dari kerusakan lingkungan. Namun, juga memberi sumber penghidupan bagi semua makhluk hidup, terbukti dengan adanya tanaman di sekitar kita mampu menyerap karbonmonoksida dan memproduksi oksigen. Tanpa adanya tanaman dalam kehidupan, akan menciptakan ketidakseimbangan dalam lingkungan yang berdampak bagi kehidupan manusia.

Di mata internasional, Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang berkomitmen melestarikan lingkungan. Bahkan, negara yang memiliki hutan cukup luas di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat, keberadaan hutan yang dimiliki Indonesia lebih dari 67 persen keberadaan hutan di dunia.

Hutan di Indonesia, tidak hanya berguna bagi Indonesia, tetapi seluruh dunia, sehingga Indonesia dianggap sebagai paru-paru dunia. Tidak mengherankan dari kenyataan ini, maka sempat disepakati perjanjian Indonesia dengan negara lain dalam upaya penyelamatan hutan.

Upaya melestarikan hutan gencar dilakukan secara masif dan didengungkan Pemerintah Indonesia dalam berbagai forum, baik regional maupun internasional. Salah satu contohnya, dalam forum Komisi Tingkat Tinggi Rio+20 di Rio de Janeiro, Brasil, medio 2012 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan tegas memberikan sumbangan pemikiran, pandangan, dan rasa kepedulian dirinya terhadap pentingnya pertumbuhan berkelanjutan dan berkeadilan bagi tatanan global.

Komitmen Indonesia untuk mengubah model pembangunan Indonesia ke arah ekonomi hijau dengan lebih menekankan pada pertumbuhan kesejahteraan tanpa mengabaikan pelestarian lingkungan. Konsep ini, menitikberatkan pada pembangunan yang diarahkan untuk mencapai tiga sasaran besar, yaitu pertumbuhan ekonomi yang akan menjamin lapangan kerja serta mengurangi kemiskinan, perlindungan lingkungan, khususnya fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati, serta keadilan sosial.

Konsep ekonomi hijau yang selama ini didengungkan menunjukan kepedulian bangsa ini terhadap lingkungan. Sejumlah pendekatan pembangunan ekonomi hijau itu sendiri, diwujudkan dalam sejumlah komitmen, antara lain rencana penurunan emisi 'Gas Rumah Kaca' sebesar 26-41 persen, melalui pembangunan ekonomi rendah emisi karbon.

Lingkungan selama ini, memiliki arti penting bagi manusia. Untuk memelihara bumi, diperlukan sebuah kesadaran yang cukup besar. Namun, untuk mengubah cara pandang seseorang tidaklah mudah. Apalagi, menerapkan atau mengembangkan sebuah kebijakan berbasis lingkungan.

Konsep menjaga dan melestarikan lingkungan, diperlukan sebuah kesadaran yang kuat dari individu masing-masing. Sudah menjadi kewajiban bersama, bukan sebatas tanggung jawab pemerintah, agar konsep ini dapat terlaksana dengan baik. Untuk itu, diperlukan kesadaran dalam diri setiap manusia.

Selain kesadaran itu sendiri, dibutuhkan komitmen politik untuk melaksanakan agenda pembangunan ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkungan dan berkeadilan. Campur tangan negara sangat dibutuhkan, tujuannya untuk mengontrol dan menjaga keseimbangan antara masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup.

Filsuf Norwegia, Arne Naess, yang terkenal dengan konsep Deep Ecology-nya pernah menyatakan, krisis lingkungan hidup yang terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi dengan cara mengubah secara fundamental dan radikal cara pandang dan perilaku manusia terhadap lingkungannya. Kerusakan lingkungan memang tidak bisa dipandang secara parsial.

Dalam pemikiran antroposentris, manusia dianggap sebagai pusat dalam mengatasi berbagai masalah. Namun, sesuai dengan konsep Deep Ecology Arne Naess, upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup tidak dapat hanya berpusat pada manusia melainkan harus berpusat pada makhluk hidup secara keseluruhan. Ideologi kerakusan, tidak terpenuhinya hak-hak dasar manusia dan terus terjadinya ketidakadilan lingkungan menjadikan bumi semakin rentan.

Pernyataan ini dapat diartikan sebagai pemahaman akan penanaman sebuah etika dalam lingkungan kehidupan yang pada akhirnya menuntun umat manusia berinteraksi dengan lingkungan hidup secara sehat.

Dapat dibayangkan, jika secara keseluruhan gerakan penanaman pohon yang dicanangkan Presiden SBY dilakukan di seluruh dunia, maka akan menjadi kekuatan yang bisa menjaga bumi dari kerusakan. Ajakan menanam pohon serta melestarikan lingkungan yang digerakkan kepala negara, setidaknya mampu menyadarkan kita sebagai penghuni bumi ini, akan arti pentingnya melestarikan alam yang merupakan tanggung jawab bersama. Tanggung jawab ini, selayaknya diwariskan oleh anak cucu kita di masa-masa mendatang. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar