Secara
nasional capaian realisasi gerakan menanam pohon selama tiga tahun terakhir
telah melebihi target penanaman. Pada 2010 tertanam sebanyak 1,3 miliar
pohon atau 130 persen, tahun 2011 tertanam 1,5 miliar (150%) dan sampai
akhir 2012, realisasi penanaman mencapai 732 juta batang (70%).
Antusiasme aksi penanaman
pohon sudah serentak bergulir di negeri ini sejak 2007. Apalagi, setelah
dicanangkan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional melalui
Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 24 Tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon
Indonesia, yang sekaligus menetapkan setiap tanggal 28 November sebagai
Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI), dan Desember sebagai Bulan Menanam
Nasional.
Kesadaran akan kondisi bumi
yang semakin mengenaskan mengugah kesadaran masyarakat Indonesia akan
eksistensi bumi bagi kelangsungan hidup umat manusia. Seperti penulis
ketahui, manfaat pohon untuk kelangsungan hidup semua makhluk yang
menempati bumi ini. Langkah ini sangat penting, dan tidak bisa
dikesampingkan.
Pohon yang ditanam oleh
manusia, bukan hanya sebatas melindungi dari kerusakan lingkungan. Namun,
juga memberi sumber penghidupan bagi semua makhluk hidup, terbukti dengan
adanya tanaman di sekitar kita mampu menyerap karbonmonoksida dan
memproduksi oksigen. Tanpa adanya tanaman dalam kehidupan, akan menciptakan
ketidakseimbangan dalam lingkungan yang berdampak bagi kehidupan manusia.
Di mata internasional,
Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang berkomitmen melestarikan
lingkungan. Bahkan, negara yang memiliki hutan cukup luas di dunia.
Kenyataan ini dapat dilihat, keberadaan hutan yang dimiliki Indonesia lebih
dari 67 persen keberadaan hutan di dunia.
Hutan di Indonesia, tidak
hanya berguna bagi Indonesia, tetapi seluruh dunia, sehingga Indonesia
dianggap sebagai paru-paru dunia. Tidak mengherankan dari kenyataan ini,
maka sempat disepakati perjanjian Indonesia dengan negara lain dalam upaya
penyelamatan hutan.
Upaya melestarikan hutan
gencar dilakukan secara masif dan didengungkan Pemerintah Indonesia dalam
berbagai forum, baik regional maupun internasional. Salah satu contohnya,
dalam forum Komisi Tingkat Tinggi Rio+20 di Rio de Janeiro, Brasil, medio
2012 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan tegas memberikan
sumbangan pemikiran, pandangan, dan rasa kepedulian dirinya terhadap
pentingnya pertumbuhan berkelanjutan dan berkeadilan bagi tatanan global.
Komitmen Indonesia untuk
mengubah model pembangunan Indonesia ke arah ekonomi hijau dengan lebih menekankan
pada pertumbuhan kesejahteraan tanpa mengabaikan pelestarian lingkungan.
Konsep ini, menitikberatkan pada pembangunan yang diarahkan untuk mencapai
tiga sasaran besar, yaitu pertumbuhan ekonomi yang akan menjamin lapangan
kerja serta mengurangi kemiskinan, perlindungan lingkungan, khususnya
fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati, serta keadilan sosial.
Konsep ekonomi hijau yang
selama ini didengungkan menunjukan kepedulian bangsa ini terhadap
lingkungan. Sejumlah pendekatan pembangunan ekonomi hijau itu sendiri,
diwujudkan dalam sejumlah komitmen, antara lain rencana penurunan emisi
'Gas Rumah Kaca' sebesar 26-41 persen, melalui pembangunan ekonomi rendah
emisi karbon.
Lingkungan selama ini,
memiliki arti penting bagi manusia. Untuk memelihara bumi, diperlukan
sebuah kesadaran yang cukup besar. Namun, untuk mengubah cara pandang
seseorang tidaklah mudah. Apalagi, menerapkan atau mengembangkan sebuah
kebijakan berbasis lingkungan.
Konsep menjaga dan
melestarikan lingkungan, diperlukan sebuah kesadaran yang kuat dari
individu masing-masing. Sudah menjadi kewajiban bersama, bukan sebatas
tanggung jawab pemerintah, agar konsep ini dapat terlaksana dengan baik.
Untuk itu, diperlukan kesadaran dalam diri setiap manusia.
Selain kesadaran itu sendiri,
dibutuhkan komitmen politik untuk melaksanakan agenda pembangunan ekonomi
berkelanjutan yang ramah lingkungan dan berkeadilan. Campur tangan negara
sangat dibutuhkan, tujuannya untuk mengontrol dan menjaga keseimbangan
antara masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup.
Filsuf Norwegia, Arne Naess,
yang terkenal dengan konsep Deep Ecology-nya pernah menyatakan, krisis
lingkungan hidup yang terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi dengan cara
mengubah secara fundamental dan radikal cara pandang dan perilaku manusia
terhadap lingkungannya. Kerusakan lingkungan memang tidak bisa dipandang
secara parsial.
Dalam pemikiran
antroposentris, manusia dianggap sebagai pusat dalam mengatasi berbagai
masalah. Namun, sesuai dengan konsep Deep
Ecology Arne Naess, upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup tidak
dapat hanya berpusat pada manusia melainkan harus berpusat pada makhluk
hidup secara keseluruhan. Ideologi kerakusan, tidak terpenuhinya hak-hak
dasar manusia dan terus terjadinya ketidakadilan lingkungan menjadikan bumi
semakin rentan.
Pernyataan ini dapat diartikan
sebagai pemahaman akan penanaman sebuah etika dalam lingkungan kehidupan
yang pada akhirnya menuntun umat manusia berinteraksi dengan lingkungan
hidup secara sehat.
Dapat dibayangkan, jika secara
keseluruhan gerakan penanaman pohon yang dicanangkan Presiden SBY dilakukan
di seluruh dunia, maka akan menjadi kekuatan yang bisa menjaga bumi dari
kerusakan. Ajakan menanam pohon serta melestarikan lingkungan yang
digerakkan kepala negara, setidaknya mampu menyadarkan kita sebagai
penghuni bumi ini, akan arti pentingnya melestarikan alam yang merupakan
tanggung jawab bersama. Tanggung jawab ini, selayaknya diwariskan oleh anak
cucu kita di masa-masa mendatang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar