Kamis, 05 Agustus 2021

 

”Quo Vadis” RUU Pemasyarakatan?

Rizky Karo Karo ;  Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan/Pemberi Bantuan Hukum di LKBH FH UPH

KOMPAS, 4 Agustus 2021

 

 

                                                           

Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) berjalan mulus, tanpa hambatan. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kumham) tengah gencar menyosialisasikan RKUHP dan berharap tidak ada lagi demonstrasi besar-besaran menolak pengesahan RKUHP yang berpotensi menimbulkan kluster penyebaran Covid-19.

 

Diskusi publik secara hybrid (daring dan luring) untuk menyerap aspirasi dari seluruh kalangan masyarakatan, unsur akademisi, unsur praktisi, unsur penegak hukum, dan unsur masyarakat umum sering dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Meskipun begitu, menurut hemat penulis, RUU Pemasyarakatan jangan dilupakan, jangan hanya menargetkan RKUHP harus segera diundangkan. Namun, pembahasan, sosialisasi RUU Pemasyarakatan tidak semasif RKUHP.

 

Pemidanaan tidak akan artinya tanpa pembinaan narapidana untuk memberikan keadilan di lembaga pemasyarakatan, mengembalikan martabatnya, untuk memanusiakan manusia sebagaiman fungsi teori keadilan bermartabat (Teguh Prasetyo, 2015). Selain itu juga  menjadikan narapidana sebagai orang yang baik dan dapat diterima kembali oleh masyarakat, serta tentu tidak akan mengulangi perbuatan pidana yang sama atau melakukan perbuatan pidana yang lain.

 

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) menjadi dasar hukum untuk sistem pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan sudah saatnya juga diubah, harus segera mengikuti perkembangan zaman, dan segera diundangkan jika pemerintah menargetkan RKUHP untuk diundangkan pada tahun ini. Jika tidak, maka pejabat yang berwenang, dan petugas di lembaga pemasyarakatan (lapas), akan kesulitan untuk menyesuaikan bentuk-bentuk pemidanaan sebagaimana diatur dalam RKUHP.

 

Masalah klasik sistem pemasyarakatan di Indonesia ialah kapasitas lapas dan rumah tahanan yang telah melebihi kapasitas (overcapacity), jumlah petugas lapas yang tidak seimbang dengan narapidana, dan terkadang ada juga tahanan yang dititipkan, dan sering kita membaca atau mendengar di berita, terjadi perbuatan pidana di lapas, salah satunya peredaran narkotika di lapas.

 

Apakah wacana menambah lapas di Indonesia menjadi solusi? Menurut hemat saya, tidak, dan cenderung akan memiliki potensi, meningkatnya jumlah narapidana, terlebih saat ini kita masih berperang melawan Covid-19 yang juga berdampak pada perekonomian keluarga, namun masyarakat tetap butuh makan. Orang yang sudah tidak dapat berpikir jernih, dapat saja dia rela melakukan perbuatan pidana karena dia berpikir, di luar saya tidak makan, tapi di lapas, di penjara, saya tentu diberi makan karena itu adalah salah satu hak tahanan, hak narapidana yang dijamin oleh undang-undang.

 

Bentuk pemidanaan yang akan diatur dalam RKUHP terdiri dari pertama, pidana pokok; kedua, pidana tambahan; ketiga, pidana yang bersifat khusus tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Pidana pokok yang terdiri dari pidana penjara,  pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda, dan pidana kerja sosial.

 

Pidana tambahan terdiri atas pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu dan/atau tagihan, pengumuman putusan hakim, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin tertentu, dan pemenuhan kewajiban adat setempat. Ketiga, pidana yang bersifat khusus merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif.

 

Sedangkan, berdasarkan Pasal 10 KUHP, pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan. Kedua, pidana tambahan terdiri atas pencabutan hak-hak tertentu,  perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim.

 

Oleh karena itu, RUU Pemasyarakatan juga harus segera diundangkan untuk menyesuaikan bentuk pemidanaan dalam RKUHP. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kumham perlu menyiapkan bentuk pemidanaan yang baru tersebut, misalnya bagaimana cara pelaksanaan pidana pengawasan? Bagaimana pelaksanaan pidana kerja sosial, apakah akan salah satunya dilaksanakan juga di lapas sekian jam tertentu? Apakah narapidana tetap di lapas atau dapat menjalankan pemidanaan sebagaimana putusan pengadilan yang inkracht van gewijsde? Bagaimana persiapan anggaran, apakah Permenkumham Nomor 40 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Tahanan, Anak, dan Narapidana juga akan disesuaikan jika RKUHP dan RUU Pemasyarakatan diundangkan?

 

Marwah pemasyarakatan

 

Pasal 3 UU Pemasyarakatan menyatakan sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Namun menurut pendapat penulis yang harus diperhatikan adalah bagaimana pembinaan terhadap narapidana agar narapidana tidak menjadi residivis mengingat narapidana pencurian motor dapat belajar bagaimana cara mencuri mobil di dalam lapas.

 

Salah satu ketentuan kontroversial dalam RUU Pemasyarakatan adalah hak rekreasi kepada narapidana. Menurut hemat penulis, hal tersebut akan mendatangkan kebaikan bagi narapidana. Pertama, narapidana akan mendapatkan kesempatan untuk menjernihkan pikiran, psikisnya. Kedua, mengurangi niat oknum dan menghindari perbuatan melawan hukum yang dulu pernah terjadi, bahwa ada narapidana yang pelesiran bebas ke Bali.

 

Namun, Kumham wajib membuat peraturan pelaksana terkait pengawasan rekreasi tersebut, apakah hanya diperbolehkan dalam hitungan jam, atau hari, kriteria narapidana apakah yang mendapatkan hak tersebut? Pemidanaan bukanlah sebagai ajang balas dendam sebagaimana teori klasik hukum pidana, teori absolut.

 

Menurut Jeremy Bentham dalam Muladi dan Barda Nawawi (1992), bahwa pidana ditetapkan pada tiap kejahatan sedemikian rupa sehingga kesusahan akan lebih berat dari pada kesenangan dan kenikmatan yang ditimbulkan oleh kejahatan. Oleh karenanya, RUU Pemasyarakatan harus juga segera dibahas dan sering disosialisasikan walau tidak masuk sebagai daftar RUU Prolegnas Prioritas 2021. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar