Selasa, 10 Agustus 2021

 

Kepak Sayap Menggebrak Opini Khalayak

Rahmat Sahid ;  Direktur Politik Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA) dan Mahasiswa Magister Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana, Jakarta

DETIKNEWS, 9 Agustus 2021

 

 

                                                           

Pemasangan baliho politik yang tersebar di seantero nusantara sudah terbiasa menjadi pemandangan umum di Indonesia, yang tidak hanya terjadi di tahun politik jelang pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) atau pemilihan presiden/wakil presiden (Pilpres). Ada sekian banyak contoh baliho politik yang menampilkan wajah tokoh partai, seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dengan tagline 'Kerja untuk Indonesia', Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Muhaimin Iskandar dengan tagline 'Padamu Negeri Kami Berbakti', dan baliho Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dengan tagline 'SIAP. Tidak hanya tokoh partai politik, sekelas artis komedian Andre Taulany saja balihonya banyak terpampang di DKI Jakarta dengan tagline 'Siap Menjadi Wakil Rakyat'.

 

Namun, pemasangan baliho politik sebagai bentuk pesan dalam komunikasi politik, baru heboh ketika kader/pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) secara serentak memasang baliho yang menampilkan wajah Ketua DPR RI Puan Maharani dengan tagline 'Kepak Sayap Kebinekaan'. Tidak berlebihan untuk menilai bahwa 'kepak sayap' Puan Maharani telah berhasil menggebrak opini khalayak.

 

Kenapa pemasangan baliho Puan Maharani jadi pemicu perbincangan hangat, khususnya di era new media, baik itu di media online mainstream dan jagat sosial media seperti Facebook, Twitter, Instagram, hingga YouTube?

 

Ada sekian faktor dan variable kenapa baliho Puan punya feedback atau respons komunikasi dari khalayak yang begitu tinggi.

 

Sebagai komunikator dan aktor politik, dari sisi target internal partai, pesan tersebut menjadi semacam political declaration yang bisa menghegemoni opini di akar rumput PDI-P terkait peta politik di Pilpres 2024. Dari sisi target eksternal, pesan komunikasi itu bisa dimaknai sebagai positioning, yang dalam marketing politik disebut sebagai upaya untuk menanamkan kesan di benak khalayak.

 

Pesan yang berusaha ditanamkan dalam konteks ini ada dua. Pertama secara politik untuk menunjukkan posisi PDI-P di Pilpres 2024. Kedua adalah soal kebinekaan, suatu prinsip mendasar yang merupakan intisari dari kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah kepakan sayap Burung Garuda sebagai lambang dasar negara kita yaitu Pancasila.

 

Bobot Puan sebagai Komunikator Politik

 

Puan sebagai Ketua DPR RI adalah tokoh nasional yang punya bobot politik tinggi sebagai komunikator politik. Apalagi, ia merupakan Ketua DPP PDI-P, putri dari presiden kelima Indonesia yang juga Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, dan almarhum Ketua MPR, Taufiq Kiemas, serta cucu dari proklamator kemerdekaan Indonesia, Sukarno.

 

Dengan label yang melekat pada sosoknya itu, Puan sebagai komunikator politik bahkan bisa masuk dalam kategori individual source (bentuk individu) sekaligus collective source (kelompok). Sebagai individual source dalam posisinya Ketua DPR, Puan juga sekaligus pesan komunikasinya bisa dianggap merepresentasikan kelembagaan yang dipimpinnya. Sebagai individual source dalam posisinya politisi, ia juga merepresentasikan collective source sebagai pimpinan PDI-P.

 

Soal apa dan bagaimana pesan komunikasi yang terkandung dalam baliho politik Puan Maharani, tentu itu bagian dari strategi komunikasi politiknya. Sebagaimana pendapat Sanders dan Kaid dalam karyanya, 'Political Communication, Theory and Research: An Overview 1976 -1977', bahwa komunikasi politik harus intentionally persuasive dengan memproduksi suatu pesan komunikasi sedemikian rupa agar bisa meyakinkan khalayak. Maka komunikasi politik melalui baliho itu pastilah memiliki keinginan politik tertentu yang berusaha untuk dicapai.

 

Namun, sebagai komunikator politik, Puan juga tentu tidak hanya menyapa khalayak melalui baliho. Bahkan, bisa jadi itu hanya setitik di antara sebelanga kerja nyata pesan komunikasi politik Puan Maharani, baik sebagai komunikator politik yang merepresentasikan PDI-P maupun dalam posisinya sebagai Ketua DPR RI.

 

Pesan-pesan Komunikasi Politik Puan

 

Terlepas dari adanya negatif atau positif penerimaan publik dalam menyikapi baliho politik itu, Puan tentu punya argumen komunikasi politik baik verbal berupa pernyataan-pernyataan politik maupun nonverbal berupa kerja-kerja nyata, seperti ketika turun langsung ke Surabaya (Jawa Timur) menyerahkan 30.000 dosis vaksin dan Solo (Jawa Tengah) dengan membawa 20.000 dosis vaksin untuk membantu percepatan program vaksinasi, serta pemberian bantuan bantuan pendidikan kepada Alviano Daffa Raharja, anak berusia delapan tahun yang kehilangan kedua orang tuanya karena keganasan COVID-19.

 

Demikian juga dengan pesan komunikasi politik dalam bentuk kebijakan-kebijakan DPR yang berefek pada peningkatan kepercayaan publik. Sebagaimana potret persepsi publik yang dilakukan Lembaga Survei Survei Indonesia (LSI), kepercayaan publik terhadap DPR terus mengalami peningkatan di bawah kepemimpinan Puan Maharani. Pada Oktober 2019, kepercayaan publik terhadap lembaga DPR hanya 40%, naik signifikan pada Januari 2021 menjadi 71%.

 

Tanpa menegasikan adanya beberapa keputusan DPR yang mendapatkan respon negatif dari publik seperti dalam hal pengesahan RUU KPK dan RUU Cipta Kerja, nyatanya berdasarkan hasil survei LSI, tingkat kepuasan publik terhadap DPR terus mengalami kenaikan, di bawah kepemimpinan Puan Maharani.

 

Capaian peningkatan kepercayaan publik tersebut sejalan dengan hakikat komunikasi politik yang pada dasarnya memiliki hubungan erat dengan strategi pemasaran politik. Artinya, sebuah komunikasi politik yang efektif dan tepat sangat menentukan dalam upaya untuk pencapaian tujuan, yakni mendapatkan citra politik, opini publik, dan peningkatan partisipasi publik.

 

Karena harus diakui, di era konvergensi media dan keterbukaan informasi, maka persaingan politik juga semakin dinamis, sehingga sangat diperlukan strategi pemasaran politik yang tepat, dalam hal untuk menciptakan citra politik dan opini publik yang positif bagi DPR sehingga kepercayaan publik akan semakin meningkat seiring meningkatnya partisipasi publik.

 

Penguat lainnya, posisi Puan Maharani yang melekat sebagai komunikator politik PDI-P juga mendapatkan insentif politik dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari citra positif partai dengan berbagai pesan komunikasi politik melalui program pro rakyat dan populis yang dilakukan cukup intensif. Misalnya program Gerakan Menanam Pohon dan Bersihkan Waduk, Program Ciliwung Bersih, dan lain sebagainya.

 

Dengan demikian, baliho politik yang menampilkan wajah Puan Maharani, memang bisa dikatakan hanya setitik di antara sebelanga pesan komunikasi politik yang sudah dilakukan cucu Bung karno itu, baik dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPR RI maupun Ketua DPP PDI-P. Karenanya, mempermasalahkan pemasangan baliho tersebut menjadi tidak relevan, terlebih jika diskursusnya masuk pada ranah di mana pemasangan baliho itu dilakukan dengan gotong royong kader atau pengurus di semua tingkatan, bukan anggaran negara yang dimanfaatkan untuk kampanye terselubung berkat jabatan publik yang melekat pada dirinya.

 

Puan sebagai Aktor Politik

 

Puan Maharani merupakan salah satu aktor politik, baik dalam konteks aktor politik di internal PDI-P maupun aktor politik sebagai bagian dari pejabat negara yang punya otoritas dan legalitas pengambilan kebijakan-kebijakan publik. Dengan posisinya itu, ia tidak lepas dari kepentingan politik sekaligus tidak bisa melepaskan diri dari kontestasi politik dalam hal membangun citra politik dan opini publik.

 

Konsekuensi politiknya, sebagai aktor politik ia akan selalu dilekati dengan opini dan penilaian publik, baik yang sifatnya pro maupun kontra. Public opinion itu juga tidak lepas dari kepentingan politik, mengingat di dalam dunia politik terdapat strategi dan kemasan komunikasi dari para aktor politik yang saling memperebutkan citra politik dan opini publik yang positif.

 

Dengan demikian, sebagai aktor dan juga komunikator politik, Puan Maharani dan PDI-P melalui baliho 'Kepak Sayap Kebhinekaan' tidak perlu risau dengan adanya setting opinion bernarasi negatif. Demikian juga argumentasi bluffing dengan justifikasi tanpa data bahwa komunikasi politik melalui baliho adalah strategi usang yang tidak efektif meningkatkan tingkat keterpilihan.

 

Perdebatan mengenai positif atau negatif penerimaan publik, tidak cukup dengan narasi karena sudah masuk ranah kuantitatif yang membutuhkan data dan angka melalui instrument ilmiah seperti survei opini publik.

 

Apalagi, sejauh ini berdasarkan hasil monitoring Drone Emprit (sistem monitoring percakapan di platform online berdasarkan big data) pada 7 Juli-7 Agustus 2021, percakapan soal baliho Puan Maharani di berita online dan media sosial telah mendongkrak popularitas mantan Menko PMK tersebut.

 

Berdasarkan data Drone Emprit, dari sejumlah tokoh politik yang memasang baliho, justru hanya Puan yang popularitas atau eksposurnya (share of voices) di berita online dan Twitter berada di urutan empat besar, yakni Anies baswedan (43% berita online-50% Twitter), Ganjar Pranowo (25%-27%), Ridwan Kamil (19%-12%), dan Puan Maharani (13%-12%).

 

Efek positif lain yang tidak memerlukan pembuktian kuantitatif dari komunikasi politik melalui baliho Puan Maharani adalah bahwa di internal PDI-P sebagai satu-satunya partai yang saat ini telah memegang tiket atau syarat pencalonan berupa 128 kursi di DPR RI (lebih dari syarat minimal 20%) mempunyai alternatif calon yang bisa diusung di Pilpres 2024 nanti.

 

Posisi dan konteks itulah yang membuat wajar kenapa baliho 'Kepak Sayap Kebhinekaan' Puan Maharani begitu hangat menjadi perbincangan, bahkan bisa dikatakan 'Kepak Sayap Kebhinekaan' berhasil menggebrak opini khalayak. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar