Selasa, 10 Agustus 2021

 

Anak-Anak Yatim Piatu Korban Covid-19, Siapa Peduli?

Bagong Suyanto ;  Dekan dan Guru Besar Sosiologi Anak FISIP Universitas Airlangga

DETIKNEWS, 9 Agustus 2021

 

 

                                                           

Serangan Covid-19 tak pandang bulu. Virus jahat ini tidak hanya merenggut nyawa para orangtua dan lansia, tetapi juga menyebabkan anak-anak tiba-tiba harus kehilangan keluarganya. Di berbagai daerah, tidak sedikit anak-anak menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya meninggal dunia usai terpapar Covid-19.

 

Di tengah ancaman Covid-19 di Indonesia yang masih memburuk dan angka kematian pasien yang masih meningkat, kita bias melihat kemungkinan jumlah anak yang kehilangan ayah atau ibunya, atau bahkan keduanya semakin bertambah dan meresahkan.

 

Menurut laporan Satgas Penanganan Covid-19, angka harian pasien Covid-19 pada 20 Juli mencatatkan korban meninggal dunia 1.280 orang, dengan tiga provinsi penyumbang angka kematian terbesar yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Total korban meninggal menurut data tersebut hingga 20 Juli mencapai 76.200 orang.

 

Di Kerawang, Jawa Barat seorang anak berusia 6 tahun mendadak harus menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya mendadak meninggal dunia akibat Covid-19 pada 11 dan 14 Juli 2021 lalu. Sementara itu, di Bantul, 4 anak dilaporkan mendadak menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya meninggal akibat Covid-19. Di Sukoharjo, Al Ghifari Putra Setiawan bocah berusia 8 tahun kini menjadi yatim piatu setelah kedua orangtuanya meninggal terpapar Covid-19. Tak hanya dua orangtuanya, Ghifari juga kehilangan sang kakek.

 

Selain itu, Alviano Dava Raharjo atau Vino, bocah berusia 10 tahun asal Kutai, Kalimantan dilaporkan juga menjadi yatim piatu usai ayah-ibunya meninggal dunia akibat positif virus Covid-19. Dia dijemput ke Sragen, Jawa Tengah agar bisa dirawat kakeknya, Yatin (56 tahun).

 

Rentan

 

Daftar anak-anak yang mendadak menjadi yatim piatu gara-gara kedua orangtuanya menjadi korban keganasan Covid-19 dapat terus diperpanjang. Selain anak-anak yang dikemukakan di atas, di berbagai daerah masih banyak anak yang kehidupannya kini terancam terlantar karena kedua oran tuanya meninggal mendadak.

 

Meski anak yatim piatu korban Covid-19 sebagian telah mendapatkan bantuan dan memiliki orangtua asuh, bukan berarti persoalan telah selesai. Dengan dibantu sejumlah dana dan jaminan dari orangtua asuhnya, kemungkinan anak yatim piatu kelaparan atau terlantar pendidikannya akan dapat diatasi. Tetapi, lebih dari sekadar bantuan ekonomi, anak-anak yatim piatu sesungguhnya membutuhkan pihak yang bisa menjadi substitusi kebutuhan sosial-psikologisnya yang menderita gara-gara kehliangan orangtuanya.

 

Anak yatim piatu sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk kategori anak rawan atau anak-anak membutuhkan perlindungan khusus (children in need of special protection). Anak-anak yatim piatu dikatakan terlantar apabila karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.

 

Seorang anak dikatakan terlantar bukan sekadar karena ia sudah tidak lagi memiliki salah satu orangtua atau kedua orangtuanya. Tetapi, terlantar di sini juga dalam pengertian ketika hak-hak anak untuk tumbuh-kembang secara wajar, hak anak untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidakmengertian orangtua, karena ketidakmampuan atau karena kesengajaan.

 

Seorang anak yang tidak lagi memiliki orangtua, mereka umumnya rawan untuk diterlantarkan dan bahkan diperlakukan salah (child abuse). Pada tingkat yang ekstrem, anak yaitu piatu bukan tidak mungkin kehilangan kesempatan untuk menyongsong masa depannya karena tiadanya perlindungan dan jaminan haknya terpenuhi.

 

Di berbagai komunitas, anak-anak yatim piatu seringkali menjadi korban pertama dan menderita, serta terpaksa terhambat proses tumbuh-kembang mereka secara wajar karena ketidakmampuan kerabat, masyarakat, dan pemerintah untuk memberikan pelayanan sosial yang terbaik bagi anak-anak yatim piatu.

 

Di Indonesia, diperkirakan jumlah anak terlantar mencapai jutaan jiwa. Ini pun terbatas pada kelompok anak-anak yang yatim piatu—di mana dari jumlah itu hanya sedikit di antara mereka yang terjangkau pelayanan sosial. Di tahun 2021 ini, bisa dipastikan jumlah anak terlantar yang ada akan jauh lebih banyak lagi, karena sejak pandemi Covid-19 mulai merambah ke berbagai wilayah, maka sejak itu pula kasus anak-anak yatim piatu terus bertambah.

 

Masa Depan

 

Sebagian anak yatim atau anak yatim piatu umumnya mereka tinggal di panti-panti dan hidup di bawah asuhan pengelola panti. Bagi anak-anak yatim piatu, apa yang menjadi kebutuhan mereka sebetulnya memang bukan sekadar memperoleh perlindungan dan terpenuhi kebutuhan dasarnya, tetapi yang tak kalah penting adalah bagaimana mereka dapat memperoleh jaminan dan kesempatan untuk dapat tumbuh-kembang secara wajar.

 

Sekali pun banyak warga masyarakat akan bersimpati dan peduli kepada nasib anak-anak yatim piatu yang terlantar, tetapi dalam kenyataan mereka tetap saja rawan diperlakukan salah, menjadi korban eksploitasi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin memanfaatkan situasi, dan diterlantarkan, atau bahkan dilanggar haknya.

 

Dari segi penampakan fisik, perlakuan dan ancaman yang dihadapi anak-anak yatim piatu barangkali memang tidak sedramatis ketika kita mendengar atau menyaksikan anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan, seperti anak perempuan korban perkosaan atau anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan: terluka secara fisik, atau bahkan dianiaya hingga tewas. Tetapi, dari segi sosial dan psikologis, ancaman yang dihadapi anak-anak yatim piatu sesungguhnya tidaklah kalah berbahaya.

 

Di tingkat individu, anak-anak yang sejak dini terbiasa diterlantarkan, maka jangan heran jika mereka kemudian tumbuh inferior, rendah diri atau sebaliknya menjadi agresif dan nakal untuk menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Bahkan, tidak mustahil anak-anak yang diterlantarkan, kemudian terlibat dalam tindak kriminal karena salah asuhan dan salah pergaulan.

 

Bagi anak-anak yatim piatu yang tinggal di panti-panti asuhan, untuk sebagian persoalan mereka kini mungkin telah diatasi dengan pendekatan pengasuhan, pemberian bantuan dan pemberian perlindungan. Tetapi, bagi anak-anak yatim piatu yang tinggal di luar panti, boleh dikata sampai saat ini masih belum terumuskan pola pendekatan macam apa yang tepat dan efektif untuk dikembangkan.

 

Penanganan terhadap ancaman Covid-19 dari segi medis memang bisa dilakukan melalui program vaksinasi dan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat. Namun lebih dari sekadar pendekatan yang sifatnya regulatif dan mengancamkan sanksi, yang tak kalah penting adalah bagaimana memastikan nasib anak-anak yatim korban Covid-19 masa depannya tidak makin kelam. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar