Baik-Baik
Saja Dahlan Iskan ; Mantan CEO Jawa Pos |
DISWAY, 15
Agustus 2021
TERNYATA yang sedang
menjabat direktur utama itu yang benar: Garuda baik-baik saja. Sampai
sekarang. Masih bisa terbang. Ketika terjadi perombakan
dewan direksi dan dewan komisaris, Jumat lalu, sang dirut tetap aman di
kursinya: Irfan Setiaputra. Berarti langkah-langkah
penyelamatan Garuda yang ia lakukan dianggap sudah di jalur yang benar. Harus
didukung sepenuhnya oleh pemegang saham mayoritas: pemerintah Indonesia, yang
diwakili Menteri BUMN. Irfan memang baru menjabat
Dirut Garuda Indonesia sejak 1,5 tahun lalu. Di saat Garuda sedang
sulit-sulitnya. Tugas utama Irfan adalah menyelamatkan Garuda. Dirut sebelumnya
diberhentikan terkait kasus sepeda baru Brompton yang diangkut dengan pesawat
baru Garuda A340 dari Eropa. Dukungan penuh pemerintah
kepada Irfan itu terlihat dari komposisi baru dewan komisaris: hanya tiga
orang. Sampai komisaris utamanya, Timur Sukirno, merangkap sebagai komisaris
independen. Begitu ramping dekom
Garuda. Hanya tiga orang. Sampai-sampai seorang wartawan bertanya pada saya:
apakah tidak menjadi seperti perusahaan keluarga. "Tidak," jawab
saya. "... Itu bagus, simple, dan hemat." Mungkin wartawan sudah
telanjur terbiasa melihat susunan dewan komisaris yang panjang. Banyak BUMN
yang komisarisnya sampai sembilan orang. Apalagi di sebuah BUMN yang juga
perusahaan publik: komisaris independennya saja harus dua orang. Dengan hanya tiga
komisaris maka proses sebuah persetujuan lebih cepat. Di Amerika, Jepang,
Inggris, Singapura, dan banyak negara lainnya, bahkan tidak punya komisaris.
Mereka menggunakan sistem one board. Dukungan pemerintah ke
Irfan itu juga terlihat dari latar belakang komisaris baru: tidak tahu banyak
soal Garuda. Komisaris utama yang baru,
Timur Sukirno, berlatar belakang pengacara. Dikenal pula sebagai pengacara
yang sering menangani perkara pailit dan litigasi. Timur Sukirno sebelum ini
adalah pengacara senior di kantor hukum terkenal, HHP (Hadiputranto,
Hadinoto, & Partners). Komisaris satunya lagi,
Abdul Rachman, juga bukan orang yang tahu banyak Garuda. Sebelum ini, Abdul
Rachman adalah komisaris utama Mandiri Taspen. Yakni anak perusahaan BUMN
Bank Mandiri, yang didirikan bersama Taspen. Tinggal satu orang
komisaris lama di situ. Yang mewakili pemegang saham non pemerintah: Chairal
Tanjung –adik Chairul Tanjung. Chairal mewakili
kepentingan CT Corp milik Chairul Tanjung. Yang di Garuda memegang saham 28
persen. Yang investasinya di Garuda itu membuat CT rugi kira-kira
sampai Rp 10 triliun. Di saat kritis seperti ini
saya mendukung jumlah komisaris yang sedikit. Di masa sulit perusahaan harus
lebih lincah. Juga harus cepat mengambil keputusan. Jangan juga terlalu
banyak pendapat yang saling berseberangan. Perusahaan harus fokus. Kini Dirut Irfan, 56
tahun, menjadi lebih ''berkuasa''. Tidak terlihat akan ada oposan di dalam
Garuda. Irfan juga akan lebih terlihat apakah ia mampu mengeluarkan Garuda
dari kesulitan besar. Kurang apa lagi. Langkah
lulusan informatika ITB ini didukung penuh. Posisinya diamankan. Komisaris
yang bisa dianggap menghambat sudah tidak ada lagi. Komisaris lama seperti
Peter F. Gontha dan Yenny Wahid sudah mengundurkan diri. Dengan alasan
masing-masing. Peter sudah menulis surat mundur sejak Februari lalu. Ia
terlihat punya banyak perbedaan pandangan dengan direksi. Bahkan Peter, suatu
kali, mem-posting pendapatnya di medsos –yang bikin belingsatan Garuda. Yenny Wahid, putri Presiden
Gus Dur itu, mengundurkan diri di hari yang sama dengan RUPS Jumat lalu.
Tidak terbaca ada perbedaan pendapat apa. Secara formal Yenny memilih alasan
agar Garuda lebih efisien. Komisaris lama yang satu
lagi juga tidak menjabat lagi: Elisa Lumbantoruan. Ia juga banyak tahu soal
pedalaman Garuda. Elisa pernah menjadi direktur Garuda di zaman Emirsyah
Satar. Saya tidak pernah
mendengar Elisa pernah menyuarakan apa. Saya tidak berhasil menghubungi Elisa
kemarin sore. Peter dan Yenny pernah
bersuara soal perlunya diambil langkah efisiensi di jumlah dan kesejahteraan
awak pesawat. Direksi Garuda dianggap terlalu lemah di saat harus bertindak
tegas. Peter kelihatannya memang
terlalu banyak tahu soal Garuda. Terutama mengenai permainan Dirut Garuda
zaman Emirsyah Satar. Sejak tahun 2008. Yakni sejak Emir punya program utama
leap frog. Peter kini semakin siap
untuk membongkar total permainan di Garuda itu. "Kapan?" "Dalam waktu
dekat," jawabnya. "Lewat apa?" "Lewat
Disway-lah," katanya. Peter bukan hanya berhenti
dari komisaris Garuda. Tahun lalu, Peter juga mengundurkan diri dari jabatan
staf khusus menteri luar negeri. Alasannya: tidak mau makan gaji tanpa
pekerjaan yang jelas. Apalagi gaji itu dari uang negara. Peter, mantan pendiri RCTI
dan duta besar Indonesia untuk Polandia itu kini masih menjabat di
banyak direksi dan komisaris perusahaan swasta. Boleh dikata susunan
komisaris Garuda yang baru ini akan sangat berbeda dengan yang lama. Baik
gaya maupun proses pembahasan masalahnya. Kini semua komisaris yang
tahu banyak Garuda sudah tidak ada lagi. Jumlah direksi pun sudah dikurangi
dua orang. Tinggal 6 orang. Kelihatannya, pemerintah
ingin Garuda lebih cepat ambil keputusan. Agar arah Garuda semakin jelas: ke
restoran atau ke kuburan. (Dahlan Iskan) ● |
Sumber : https://www.disway.id/r/1410/baik-baik-saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar