Anosmia
Penanda Covid-19 Ringan Atika Walujani Moedjiono ; Wartawan Kompas |
KOMPAS, 4 Agustus 2021
Anosmia
atau hilangnya sementara kemampuan menghidu menjadi salah satu gejala Covid-19
yang paling umum. Hal ini dinyatakan Organisasi Kesehatan Dunia pada Mei
2020. Disfungsi indra penciuman diperkirakan dialami 40 persen pasien
Covid-19 rawat jalan. Menurut
WHO, kebanyakan orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 akan mengalami gangguan pernapasan.
Sekitar 80 persen bisa sembuh tanpa perawatan khusus, 15 persen sakit parah
sehingga perlu dirawat di rumah sakit dan membutuhkan oksigen. Sisanya kritis
dan membutuhkan perawatan intensif. Gejala berat umumnya dialami orang lanjut
usia atau memiliki masalah kesehatan, seperti penyakit kardiovaskular,
diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker. Gejala
Covid-19 yang paling umum adalah demam, batuk kering, kelelahan. Gejala lain,
kehilangan kemampuan menghidu (anosmia), kehilangan indra pengecap (ageusia),
hidung tersumbat, konjungtivitis (mata merah), sakit tenggorokan, pusing,
sakit kepala, nyeri otot dan sendi, ruam kulit, mual, muntah, diare. Gejala
parah meliputi sesak napas, nyeri atau ada tekanan di dada, kebingungan,
serta demam tinggi. Untuk
memahami lebih jauh tentang anosmia, tim peneliti internasional yang dipimpin
David H Brann dari Fakultas Kedokteran Universitas Harvard, Amerika Serikat
(AS), mengidentifikasi jenis sel penghidu di rongga hidung bagian atas yang
paling rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2. Tim
peneliti dari AS, Inggris, dan Belgia tersebut menganalisis data pengurutan
RNA massal dan sel tunggal di rongga hidung bagian atas manusia, tikus, dan
primata lain. Fokusnya pada gen ACE2 yang mengode protein reseptor yang
menjadi target SARS-CoV-2 untuk masuk ke sel manusia. Mereka juga meneliti
gen lain, TMPRSS2, yang mengode enzim penting untuk masuknya SARS-CoV-2 ke
dalam sel. Di
jurnal Science Advances, 24 Juli 2020, tim peneliti melaporkan, sel saraf
sensorik penghidu ternyata tidak mengekspresikan gen yang mengode protein
reseptor ACE2. Sebaliknya, ACE2 diekspresikan sel yang memberikan dukungan
metabolik dan struktural pada sel saraf sensorik penghidu, populasi sel punca
dan sel pembuluh darah tertentu. ACE2
dan TMPRSS2 diekspresikan oleh sel-sel di epitel (permukaan) penghidu, yakni
jaringan di atap rongga hidung yang menampung sel saraf sensorik penghidu dan
berbagai sel pendukung. Disimpulkan, virus korona baru mengganggu indra
penciuman tidak dengan menginfeksi sel saraf secara langsung, tetapi
memengaruhi fungsi sel pendukung. Prognosis baik Kabar
baiknya, sejumlah penelitian mengaitkan anosmia dengan gejala dan perjalanan
penyakit lebih ringan. Juga tingkat kematian ataupun kebutuhan dirawat di
unit perawatan intensif (ICU) lebih rendah. Hal
itu antara lain dari penelitian Blanca Talavera dan kolega dari Universitas
Valladolid, Spanyol, terhadap 576 pasien Covid-19, rata-rata berusia 67
tahun, yang dirawat di Rumah Sakit Universitas Valladolid sepanjang 8 Maret
hingga 11 April 2020. Dalam laporan di Journal of the Neurological Sciences,
1 Oktober 2020, disebutkan, kebanyakan pasien dengan anosmia berjenis kelamin
perempuan, berusia lebih muda, masih mandiri, dan lebih jarang menderita
hipertensi, diabetes, penyakit jantung, stroke, dan tidak merokok. Memiliki
kadar hemoglobin dan limfosit lebih baik, serta kadar D-dimer lebih rendah
(risiko pembekuan darah lebih rendah). Namun, pasien anosmia lebih sering
batuk, sakit kepala, nyeri otot serta sendi. Cindy
Vitalino Mendonca dan kolega dari Departemen Otorhinolaringologi Rumah Sakit
Umum Francisco Morato de Oliveira, São Paulo, Brasil, di Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology, 1 Januari 2021, melaporkan penelitian terhadap 261
pasien yang didiagnosis Covid-19 sepanjang Maret hingga Juni 2020. Didapatkan,
anosmia secara signifikan lebih banyak terjadi pada pasien gejala ringan.
Gangguan indra penciuman berlangsung dari 9 hari hingga 2 bulan. Temuan
itu diperkuat dengan hasil penelitian multicenter internasional dari Health
Outcome Predictive Evaluation for Covid-19 (HOPE) Registry. Penelitian
dipimpin Jesús Porta-Etessam, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas
Complutense Madrid, Spanyol, yang juga Kepala Bagian Neurologi Rumah Sakit
San Carlos, melibatkan banyak ahli dari 20 rumah sakit di berbagai wilayah di
Spanyol, Italia, China, Cuba, dan Ekuador, kepada 5.868 pasien Covid-19. Hasil
penelitian yang dimuat di jurnal Infection, 1 Maret 2021, menyimpulkan,
anosmia merupakan faktor prognosis yang baik. Pasien yang melaporkan
kehilangan indra penciuman mengalami penurunan risiko kematian lima kali
lebih besar dibandingkan dengan yang tidak anosmia. Penderita
Covid-19 yang mengalami anosmia kini bisa bernapas lega. Dengan menjaga
asupan gizi, tetap bersemangat, berjemur di pagi hari, bergerak serta minum
obat yang diperlukan, virus akan segera luruh dan sehat kembali. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar