Suriah
Trias Kuncahyono ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS, 09 April 2017
Suriah adalah sejarah panjang. Di
awal sejarah, wilayah ini dikenal dengan nama Eber Nari (seberang sungai,
yakni seberang Sungai Eufrat) oleh orang-orang Mesopotamia. Wilayah yang
masuk Eber Nari adalah Suriah, Lebanon, Israel, Palestina, dan Jordania.
Wilayah itu dahulu juga disebut sebagai Levant. Nama Eber Nari merujuk pada
buku-buku karya Ezra dan Nehemiah, juga laporan sejarawan para raja Assyria
dan Persia. Nama Nari muncul sekitar 5000 SM.
Ada yang berpendapat bahwa nama
"Suriah" berasal dari "Assyria" untuk menyebut seluruh
wilayah Mesopotamia. Yang pertama kali menyebut seluruh wilayah Mesopotamia
sebagai Assyria adalah Herodotus (lahir 485 SM), penulis dan ahli geografi
Yunani, sampai akhirnya ketika wilayah itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Seleucid, nama Assyria menjadi Suriah. Orang-orang Yahudi kuno menyebut
wilayah tersebut sebagai "Siryon", dalam bahasa Yahudi kata
"siryon" berarti "baju baja" yang dipakai saat perang.
Teori lain menyatakan bahwa kata
"Suriah" berasal dari kata "Siddonian", yakni nama untuk
menyebut Gunung Hermon. Gunung ini memisahkan wilayah Eber Nari bagian utara
dengan Phoenicia bagian selatan (sekarang disebut Lebanon). Teori lain lagi
menyebutkan, "Suriah" berasal dari kata Sumeria, yakni
"Saria" nama lain Gunung Hermon (Joshua J Mark: 2014).
Apa pun namanya, semuanya
menunjukkan sekaligus membuktikan bahwa "Suriah adalah sejarah
panjang," sepanjang peradaban manusia. Para arkeolog, misalnya meyakini
bahwa di Suriah pernah ada salah satu kota paling kuno di dunia. Sebutlah
Ebla, sebuah kota yang diyakini oleh para arkeolog telah muncul pada sekitar
tahun 3000 SM. Di kota yang terletak di kawasan Bulan Sabit Subur inilah,
salah satu bahasa tulisan tertua dikenal. Sekarang Ebla dikenal dengan nama
Tall Mardikh, juga sering disebut Tell Mardikh. Kota tua ini terletak sekitar
53 kilometer barat daya kota Aleppo, Suriah.
Ebla adalah salah satu kota di
Suriah yang sejak zaman dahulu menjadi rebutan para penguasa dari Mesir,
Hittites, Sumeria, Mitanni, Assyria, Babilonia, Kanaan, Phoenesia, Aramea,
Amorit, Persia, dan akhirnya Suriah jatuh ke tangan orang-orang Yunani di
bawah pimpinan Aleksander Agung. Penguasa Yunani inilah yang dikisahkan
memberikan nama wilayah itu menjadi Suriah. Pada tahun 64 SM, Gnaeus Pompeius
Magnus (Gnaeus Pompeius Agung) yang juga disebut Pompey Agung (106 SM-48 SM),
seorang komandan militer terkemuka dan politisi Republik Romawi, merebut
Antiokhia, ibu kota Yunani (yang sekarang bagian dari Turki dan pernah
menjadi wilayah Suriah). Sejak saat itu, Suriah menjadi provinsi Romawi. Dari
Antiokhia inilah pasukan Pompeius bergerak ke selatan dan pada akhirnya
menguasai Jerusalem di Yudea.
Dalam sejarah Kristiani, Suriah
merupakan bagian penting dalam penyebaran agama, yakni dimulai dengan kisah
Saulus di Damaskus. Saulus yang kemudian bernama Paulus adalah rasul yang
menyebarkan agama Kristiani ke Suriah, salah satunya Antiokhia, saat Suriah
berada di bawah kekuasaan Romawi. Dari tangan Romawi, Suriah pada tahun 637
jatuh ke tangan tentara Muslim, yang kemudian mendirikan Dinasti Umayyad dan
menjadikan Damaskus sebagai ibu kotanya. Pada tahun 750 (758?), Dinasti
Umayyad ditundukkan oleh Dinasti Abbasiah, yang memindahkan ibu kotanya ke
Baghdad, Irak.
Kisah Suriah masih panjang, sampai
di akhir PD I, Inggris dan Perancis membuat kesepakatan rahasia membagi
wilayah Ottoman yang mulai pudar. Pada 1916, Inggris dan Perancis
menandatangani Perjanjian Sykes-Picot, yang merupakan dasar pembagian wilayah
Ottoman menjadi zona Inggris dan Perancis. Suriah masuk ke dalam zona
Perancis. Pada 1918, ketika pasukan Arab dan Inggris merebut Damaskus dan
Aleppo, Suriah dimasukkan ke dalam mandat Liga Bangsa-Bangsa dan kemudian, pada
1920, di bawah kontrol Perancis, sampai akhirnya merdeka pada 1946 (meskipun
deklarasi kemerdekaan dilakukan pada tahun 1944, tetapi tahun 1946 dipilih
sebagai hari kemerdekaan berbarengan dengan penarikan mundur pasukan
Perancis).
Semua itu, sejarah. Sejarah
Suriah, bagian dari masa lalu Suriah. Kini, Suriah adalah nestapa. Suriah
adalah bencana. Suriah adalah malapetaka. Suriah adalah hilangnya rasa
kemanusiaan. Suriah adalah musnahnya nilai-nilai kemanusiaan. Suriah neraka
dunia. Suriah adalah tragedi. Masih bisa lebih panjang lagi litani tentang
kesengsaraan Suriah saat ini. Suriah adalah sebuah negeri tempat manusia
membunuh manusia lain, dengan berbagai macam senjata termasuk senjata gas
saraf, demi yang namanya kekuasaan. Di Suriah, kekuasaan menjadi sangat
kejam, tidak punya mata dan hati.
Sejak pecah perang pada Maret
2011, sudah lebih dari 4,8 juta orang Suriah mengungsi, meninggalkan negara
berpenduduk 22 juta jiwa itu ke berbagai negara. Negara-negara Eropa termasuk
yang kebanjiran pengungsi dari Suriah. Lebih dari 6,3 juta orang juga
tersebar ke pelbagai pelosok Suriah, meninggalkan kampung halaman mereka
untuk mencari selamat. Jumlah warga sipil yang tewas mencapai angka 400.000.
Lebih dari 13,5 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Semua itu
merupakan angka-angka moderat. Bisa jadi jumlah korban tewas, pengungsi, dan
orang yang membutuhkan bantuan lebih besar lagi.
Lembaga-lembaga kemanusiaan dunia
melaporkan, selama ini terjadi pelanggaran secara sistematis terhadap hak-hak
asasi manusia dan pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh semua
pihak yang berkonflik, baik pemerintah maupun oposisi termasuk kelompok yang
menyebut dirinya Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Tersebar berita,
telah terjadi eksekusi massal, pemerkosaan, dan kejahatan seksual secara
sistematis, penyiksaan, serta perlakuan tidak manusiawi terhadap tahanan
perang. Pada saat bersamaan, kekurangan makanan, air bersih, obat-obatan,
serta sarana kesehatan terjadi sehingga beragam penyakit muncul.
Pada akhirnya, ke mana Suriah
melangkah. Negeri yang dahulu indah dan elok, makmur, dan menjadi bagian dari
palung peradaban dunia, kini semakin meninggalkan nilai-nilai peradaban
manusia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar