Peringkat
PTN Kita
Ali Khomsan ; Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat, FEMA IPB
|
KORAN
SINDO, 08 Januari 2015
Hanya ada tiga universitas di Indonesia yang masuk
peringkat ke-500 besar World Rank University. Ini menunjukkan bahwa
Kementrian Ristek-Dikti punya pekerjaan rumah (PR) berat untuk memacu mutu
pendidikan tinggi di Tanah Air.
Berikut adalah nama-nama perguruan tinggi negeri (PTN) dan
peringkatnya: UI (peringkat ke-273), UGM (401-450), ITB (451-500), IPB
(601+), Undip (601+), Universitas Brawijaya (601+), ITS (601+), dan Unair
(601+). Tampaknya alokasi dana pendidikan 20% APBN belum menunjukkan daya
ungkit signifikan bagi perbaikan universitas kita.
Negara tetangga serumpun kita yaitu Malaysia tampaknya
telah ada pada jalur yang benar karena tidak tanggung-tanggung
menginvestasikan sumber dayanya di bidang pendidikan sehingga berhasil
menempatkan universitas-universitasnya jauh lebih baik daripada Indonesia
dalam World Rank University.
Posisi tertinggi diraih oleh Universiti Malaya (peringkat
ke-156), diikuti oleh Universiti Kebangsaan Malaysia (261), Universiti Sains
Malaysia (326), Universiti Teknologi Malaysia (358), dan Universiti Putra
Malaysia (360). Jadi, hanya UI yang kiranya mampu mengejar perguruan tinggi
di Malaysia.
Kelemahan banyak perguruan tinggi di Indonesia adalah
dalam keberadaan dosen internasional, mahasiswa internasional, dan sitasi
dosen (dalam publikasi ilmiah). Alokasi dana penelitian memang dirasakan
meningkat sejak beberapa tahun terakhir. Namun, penelitian yang dibiayai
umumnya yang kecil-kecil yaitu dengan budget sekitar Rp100 juta per judul
penelitian.
Setelah dipotong pajak, dana penelitian semakin menciut.
Tragisnya, karena dana penelitian ini menggunakan dana APBN,
pertanggungjawabannya juga sangat ketat. Akibat itu, peneliti disibukkan oleh
urusan mempersiapkan tetekbengek bukti penggunaan dana penelitian.
Bahkan sudah lazim kalau sekarang ini peneliti
menghasilkan laporan pertanggungjawaban keuangan riset yang jauh lebih tebal
dari laporan risetnya. Sebagai seorang dosen dan sekaligus peneliti, saya
bermimpi bahwa suatu ketika nanti pertanggungjawaban dana penelitian dilakukan
at cost.
Artinya, peneliti menerima honor bulanan resmi dari
aktivitas riset yang sedang dilakukannya, sedangkan semua kegiatan untuk
mendukung penelitian seperti perjalanan untuk survei, pembelian bahan-bahan
kimia laboratorium, pengolahan data, rapat, pembuatan laporan, dan
sebagainya. Semua dilakukan at cost
sesuai biaya yang dikeluarkan.
Universitas di Indonesia sulit meraih predikat perguruan
tinggi internasional karena keberadaan dosen atau mahasiswa internasional
memang masih minim. Adakalanya mahasiswa asing yang kuliah di Indonesia harus
terlebih dahulu belajar bahasa Indonesia agar dapat mengikuti perkuliahan.
Malaysia, Singapura, atau Filipina lebih berhasil merekrut
kedatangan mahasiswa asing karena mereka menawarkan perkuliahan dalam bahasa
Inggris. Bagi universitas-universitas yang ingin meraih predikat world class
university, penguatan program studi harus dilakukan untuk program
pascasarjana dan program sarjana.
Sebaliknya, program diploma ataupun ekstensi perlu
ditelaah kembali apakah kedua program ini akan mendukung atau justru
mengaburkan visi menuju status universitas internasional. Kampus-kampus
terkenal di luar negeri yang dibanjiri mahasiswa asing adalah perguruan
tinggi yang memiliki kekuatan dalam tradisi risetnya.
Sebab itu, program pascasarjana menjadi tumpuan utama
untuk menjadikannya sebagai world class university. Kita harus mau belajar
dari universitas-universitas besar di luar negeri. Universitas Harvard ketika
didirikan pada 1636 hanyalah college kecil, yang kemudian pada akhir abad 19
menjadi national university.
Perjalanan panjangnya membuat Universitas Harvard kini
menjadi perguruan tinggi internasional terkemuka dengan ribuan mahasiswa
asing yang menuntut ilmu di sana. Sebagian perguruan tinggi kita justru meningkatkan
daya tampung untuk program diploma dan ekstensi.
Membengkaknya jumlah mahasiswa jalur diploma atau ekstensi
secara finansial akan menguntungkan institusi pendidikan tinggi. Dosen-dosen
pun mungkin ada yang lebih menyukai mengajar di kedua program ini karena
honor mengajarnya lebih besar.
Apabila perhatian akademisi di universitas lebih tercurah
pada program diploma dan ekstensi, sesungguhnya kita sedang meninggalkan
cita-cita menuju research university dan sebaliknya kita mulai mengarah ke
teaching university.
Rasanya sulit mewujudkan world class university kalau
orientasi kita justru pada tataran teaching university. Kini sebagian
universitas mewajibkan mahasiswa pascasarjananya untuk memublikasikan hasil
risetnya sebelum yang bersangkutan bisa menempuh ujian akhir. Ini langkah
yang positif.
Sayangnya, wahana
publikasi yaitu jurnal ilmiah yang berstatus terakreditasi Dikti sampai saat
ini masih merupakan barang langka. Kelemahan jurnal ilmiah kita adalah waktu
penerbitan yang sulit diprediksi alias tidak tepat waktu. Sebenarnya
kewajiban publikasi lebih tepat untuk jalur pascasarjana by research (tanpa
perkuliahan) seperti sekolahsekolah pascasarjana di Jepang atau Eropa.
Sementara sistem pendidikan pascasarjana kita banyak yang
menganut model pendidikan Amerika yaitu mahasiswa harus menempuh kuliah
terlebih dahulu selama 2-3 semester baru kemudian melakukan riset untuk tesis
dan disertasinya. Membangun universitas berkelas dunia memang berat. Dosen
yang dimiliki harus berkualitas (bergelar magister/ doktor).
Selain itu, pemerintah juga dituntut untuk mengalokasikan
anggaran riset yang signifikan per judul penelitian sehingga terbuka
kesempatan bagi dosen-dosen untuk berlomba menyusun proposal penelitian yang
bermutu.
Kalau semangat Kementrian Ristek-Dikti dalam alokasi dana
penelitian adalah mengacu pada kinerja pemerataan, memang akan sangat banyak
dosen yang diberi kesempatan meneliti, namun penelitiannya hanya kelas gurem
yang tidak layak dipublikasikan di tingkat internasional karena dananya tidak
cukup untuk menghasilkan temuan ilmiah yang spektakuler.
Akhirnya, untuk meraih level perguruantinggi yangmendunia
tidak bisa dilakukan dengan langkah-langkah biasa. Kita
harusmelakukanlangkahluarbiasa melalui peningkatan mutu dosen, pembiayaan
riset, dan perekrutan mahasiswa internasional secara lebih intensif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar