Kamis, 22 Januari 2015

Menguatkan Legitimasi Pilkada Langsung

Menguatkan Legitimasi Pilkada Langsung

A Halim Iskandar  ;   Ketua DRPD Jatim dan Ketua DPW PKB Jatim
JAWA POS, 21 Januari 2015

                                                                                                                       


SETELAH melewati drama politik yang cukup panjang, akhirnya melalui paripurna DPR (20/1) menyetujui Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemda menjadi undang-undang. Dengan demikian, berakhirlah kegaduhan politik pro kontra pilkada secara langsung dan tak langsung.

Hal tersebut sudah dapat diprediksi setelah semakin meredupnya pro kontra pilkada langsung oleh karena tuntutan publik terhadap pelaksanaan pilkada sangat masif, serta mengendurnya kekuatan pendukung pilkada tak langsung. Sekilas, rasionalitas politik pendukung pilkada tidak langsung memang dapat dibenarkan seperti terkait efisiensi, konflik di tingkat akar rumput, money politics dan persekongkolan politisi dengan pengusaha dalam hal pendanaan kampanye yang menyuburkan praktik korupsi di daerah, serta politisasi birokrasi oleh incumbent.

Padahal, dalam kerangka demokratisasi, pemilihan kepala daerah langsung adalah instrumen untuk meningkatkan participatory democracy; melahirkan kepemimpinan politik yang berkualitas dan memiliki akuntabilitas tinggi. Karena itulah, untuk memperkuat legitimasi demokrasi di tingkat lokal, pilkada langsung merupakan satu-satunya instrumen terbaik di antara banyak instrumen yang ada.

Meningkatkan Kualitas Pilkada

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada yang telah disetujui menjadi undang-undang dengan beberapa revisi terbatas, direncanakan terdapat 204 pilkada di seluruh Indonesia yang harus diselenggarakan serentak pada 16 Desember 2015. Terdiri atas 8 pilkada provinsi, 170 pilkada kabupaten, dan 26 pilwali kota. Di Jawa Timur, terdapat 18 kabupaten/kota yang akan menggelar pilkada langsung secara serentak pada 2015.

Salah satu argumen pelaksanaan pilkada serentak ini menjadi jawaban terhadap problem efisiensi anggaran dalam pelaksanaan pilkada langsung. Sebagai pendamping argumen tersebut, terdapat klausul dalam Perppu 1/2014 yang mengatur biaya kampanye. Melalui aturan tersebut, cost politic pilkada langsung dapat ditekan, berikut implikasi turunannya seperti korupsi, nepotisme dalam tata kelola pemerintahan daerah dapat dihindari.

Namun demikian, instrumen pelaksanaan serentak serta pembiayaan kampanye melalui anggaran negara belumlah cukup menjamin penguatan legitimasi pilkada. Karena itulah, semua stakeholder tidak dapat berpangku tangan demi menghadirkan kepemimpinan yang berkualitas melalui sebuah pilkada yang jujur dan transparan dengan tingkat partisipasi demokrasi yang tinggi.

Setidaknya terdapat empat hal yang harus dilakukan semua kalangan untuk itu. Pertama, peningkatan partisipasi pemilih. Sebagai perwujudan kedaulatan rakyat, partisipasi publik menjadi kekuatan utama dalam demokrasi. Melalui partisipasi politik, rakyat dapat menentukan kepemimpinan untuk penyelenggaraan pemerintahan yang bekerja untuk rakyat.

Pemilu yang digelar pascareformasi menunjukkan tren penurunan partisipasi memilih, di mana tingkat partisipasi pada Pemilu 1999 sebesar 92,6 persen; Pemilu 2004 turun menjadi 84,1 persen; Pemilu 2009 kembali turun menjadi 70,9 persen; dan Pemilu 2014 sedikit meningkat menjadi 75,11 persen. Hal serupa terjadi pada partisipasi pemilih dalam pilpres, di mana pada Pilpres 2004 sebesar 78,2 persen untuk putaran pertama, kemudian menjadi 76,6 persen pada putaran kedua. Selanjutnya, pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi politik pemilih turun menjadi 71,7 persen dan Pilpres 2014 kembali turun menjadi 69,58 persen.

Kondisi tersebut tentu mengkhawatirkan karena partisipasi politik pemilih merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Oleh karena itu, partisipasi pemilih dalam pilkada serentak pada 2015 harus ditingkatkan, salah satunya melalui pendidikan politik pemilih serta transparansi rekrutmen politik.

Kedua, kapabilitas dan independensi penyelenggara pilkada. Tidak adanya dua hal tersebut pada penyelenggara pilkada di antaranya akan berimplikasi pada buruknya sistem pencatatan daftar pemilih, banyaknya kecurangan, money politics, serta buruknya penyelenggaraan pemilihan (electoral governance). Sementara itu, rendahnya independensi penyelenggara pilkada dapat pula dipengaruhi oleh karakter elite lokal yang kooptatif dan selalu menutup kesempatan pihak lain untuk berkompetisi dalam politik, pengetahuan dan kesadaran politik masyarakat yang rendah, serta tidak adanya pengawasan DPRD terhadap kepala daerah.

Ketiga, dana kampanye. Efisiensi menjadi salah satu isu penting dalam pro kontra pilkada langsung. Model kampanye terbuka dengan desain mewah dan menelan anggaran besar untuk mendongkrak popularitas calon sampai upaya memengaruhi pilihan masyarakat merupakan sektor yang mengakibatkan mahalnya cost politic pilkada yang ditengarai menjadi penyebab suburnya praktik korupsi di daerah.

Karena itu, pilkada serentak pada 2015, selain dana kampanye dan iklan media, sudah dibiayai negara sebagaimana diatur dalam Perppu 1/2014. Upaya lain tetap harus dilakukan seperti mengurangi kampanye terbuka yang nyaris hura-hura, saling mengawasi antarkandidat terkait praktik money politics, serta menjadikan uji publik sebagai instrumen utama penetapan bakal calon menjadi calon.

Tiga hal tersebut mutlak membutuhkan komitmen semua pihak, terutama elite partai politik, birokrasi, serta kalangan civil society. Ketika tiga kelompok kepentingan itu mampu secara bersama-sama mewujudkan minimal tiga prasyarat tersebut dalam upaya peningkatan kualitas demokrasi lokal melalui pelaksanaan pilkada langsung pada 2015, di masa depan perdebatan urgensi pilkada langsung versus tidak langsung tidak terjadi lagi. Hal penting lain dan paling utama adalah pilkada langsung akan mendapatkan legitimasinya sebagai instrumen demokratisasi di tingkat lokal, yang mampu melahirkan kepemimpinan berkualitas dan transparan dalam kerangka tata kelola pemerintahan daerah, untuk mewujudkan kemaslahatan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar