JK
Punya Cerita
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah @komar_hidayat
|
KORAN
SINDO, 09 Januari 2015
Seperti biasanya, setiap menemani Pak Jusuf Kalla (JK)
bermain golf sambil menikmati jalan pagi di atas rumput yang hijau, selalu
saja ada obrolan menarik untuk saya tulis dan dibagi dengan teman-teman.
Kali ini Pak JK memulai obrolannya dengan sebuah pertanyaan:
sejak kapan ibu-ibu rumah tangga itu berubah ritme dan gaya hidupnya?
Pertanyaan itu dijawabnya sendiri. Perubahan yang mencolok sejak mereka
menggunakan mesin cuci, memiliki kulkas dan microwave. Pekerjaan mencuci yang
semula mesti dilakukan berjam-jam dengan tangan, sekarang dilakukan oleh
mesin cuci.
Tenaga dan waktu menjadi sangat berkurang sehingga ibu-ibu
rumah tangga bisa melakukan pekerjaan lain. Soal belanja, dulu setiap mau
masak mesti pergi ke warung atau toko. Sekarang ibu-ibu bisa belanja sekali
untuk keperluan seminggu dengan cara diawetkan di dalam kulkas.
Bahan makanan tetap segar. Asal punya uang, kapan saja
bisa belanja membeli bahan makanan yang segar di supermarket. Masakan yang
berlebih pun dapat dihangatkan kembali dengan microwave. Jadi, dengan
teknologi rumah tangga ini para ibu menjadi dimanjakan dan dengan sisa waktu
yang ada sebagian mereka lalu bekerja mencari nafkah di luar rumah.
Makanya tidak mengherankan bila sekarang banyak pasangan
suami-istri yang sama-sama bekerja kantoran karena urusan dapur dan
masak-memasak tidak serumit dan serepot pada generasi pendahulunya. Namun
yang menarik dan perlu dicermati adalah kehadiran televisi ke dalam rumah.
Dengan waktunya yang semakin luang, ibu-ibu lalu menjadi
pemirsa setia acara televisi dengan aneka ragam menu dan kualitasnya. Oleh
pemilik TV, perubahan ritme dan gaya hidup ibu-ibu sungguh merupakan pasar
yang menggiurkan. Sebagian besar acara didesain untuk konsumsi ibu-ibu.
Ada beberapa sinetron yang sudah memasuki serial tayangnya
di atas 150 kali, yang alur ceritanya dibuat ngalor-ngidul tidak karuan,
tetapi sangat menghibur dan menemani ibu-ibu di rumah. Tidak sekadar
menghibur, yang lebih penting lagi adalah mengejar rating jumlah pemirsa
sehingga dengan mudah mendapatkan sponsor iklan.
Di sinilah ibu-ibu mulai digiring masuk perangkap
konsumerisme yang dilakukan secara agresif, canggih, dan halus. Acara
sinetron itu isinya menjual mimpi-mimpi yang diiringi dengan iklan yang
menjadi selera dan idaman ibu-ibu. Iklan-iklan itu mengajak pemirsa
membayangkan memiliki mobil produk mutakhir, tinggal di kompleks perumahan
yang tertata rapi, dilengkapi dengan peralatan rumah yang serbaluks dan
stylish, juga makanan-makanan cepat hidang.
Akibatnya, belanja rumah tangga membengkak untuk memenuhi
kebutuhan sekunder bahkan tersier. Dampak lebih jauh tentu saja dirasakan
suami untuk selalu mencari penghasilan lebih dan lebih. Acara arisan dan
pengajian ibuibu muncul di mana-mana. Artinya, mereka juga memerlukan
kendaraan dan sopir yang tentu saja meningkatkan jumlah belanja keluarga.
Tak ketinggalan adalah juga konsumsi gadget handphone yang
selalu muncul model baru setiap tahunnya. Semua ini, menurut Pak JK,
merupakan situasi dan perkembangan sosial yang mudah diamati. Tentu saja
banyak perkembangan dan cerita positif dari dunia ibu-ibu ini. Banyak success
story.
Misalnya mereka yang berkarier dalam dunia politik,
birokrasi, pendidikan, ilmuwan, dan bisnis di mana wanita Indonesia lebih
menikmati kebebasan dibandingkan di dunia Arab. Pak JK menyinggung ibuibu
muda Jepang yang mendapatkan cuti kerja sehabis melahirkan selama lima tahun.
Ibuibu di sana jam kerjanya lebih sedikit dengan alasan
demi menyiapkan generasi penerus yang unggul, yaitu mendampingi pertumbuhan
dan pendidikan anak-anaknya. Rupanya ada pertimbangan human investment di
balik pengurangan jam kerja ibu-ibu muda di Jepang. Bukannya alasan
diskriminasi. Perhatian ibu-ibu muda pada pendidikan anak-anak juga menonjol
pada masyarakat Korea Selatan (Korsel).
Banyak bapak-bapak yang kesepian sehabis pulang kerja
karena istrinya menemani anaknya belajar di luar negeri, terutama di negara english speaking countries. Produk
ekspor Korsel senantiasa membutuhkan ahli-ahli pemasaran yang lancar
berbahasa Inggris dan berwawasan global.
Jadi, di zaman modern ini peran dan gaya hidup wanita
memiliki peluang dan pilihan yang semakin terbuka dan beragam. Berbeda-beda
antara masyarakat yang satu dari yang lain. Berbeda antara kelas bawah, kelas
menengah, dan kelas atas secara ekonomi dan pendidikan.
Kembali cerita di seputar kita, dulu para pembantu rumah
tangga kalau memiliki uang lebih selalu dibelikan hiasan emas sebagai
tabungan atau dikirim ke keluarga di kampungnya. Sekarang dibelanjakan untuk
membeli handphone dan pulsa. Kalau pulang mudik Lebaran masing-masing
memegang handphone.
Menonton TV, SMS-an atau bergosip lewat telepon merupakan
fenomena baru berkat kemajuan teknologi rumah tangga, tetapi tidak selalu
dimanfaatkan secara optimal untuk menambah pengetahuan dan peningkatan kualitas
diri. Dulu sewaktu di kampung ibu-ibu mengobrol sambil mencuci atau mandi
ramai-ramai di kolam besar atau sungai. Sekarang mengobrol lewat telepon
sambil menonton TV yang penuh iklan itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar