“Jangan
Ada yang Salah, Bos…”
A Ponco Anggoro ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS, 08 Januari 2015
PERTENGAHAN November 2014, para pejabat di Direktorat
Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian Dalam Negeri,
berkumpul di ruang Sekretaris Direktur Jenderal PMD. Mereka hendak menyambut
kedatangan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Marwan Jafar. Ditjen PMD merupakan satu dari tujuh ditjen di Kemendagri yang
selama ini mengurusi masalah desa. Setelah Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi dibentuk, ada dugaan bahwa Ditjen
PMD akan pindah dari kementerian tersebut.
Dalam pertemuan itu, seperti disampaikan sejumlah pejabat
Ditjen PMD yang hadir, Marwan Jafar menekankan posisinya sebagai Menteri
Desa, PDT, dan Transmigrasi. ”Jangan ada yang salah bos, saya bos di sini
sekarang,” ujar Marwan.
”Saya mau ruangan ini (ruangan Sekretaris Ditjen PMD)
untuk saya. Kemudian ruangan di samping itu (ruangan Bagian Umum Ditjen PMD)
untuk staf khusus saya,” kata Marwan kemudian dalam pertemuan itu, seperti
ditirukan sejumlah pegawai Ditjen PMD.
Padahal, beberapa hari sebelumnya, Ditjen PMD sudah
menyiapkan ruangan untuk Marwan atas instruksi staf Marwan di PDT. Ruangan
itu berada di samping ruang Dirjen PMD Tarmizi Abdul Karim. Ruang itu dipilih
untuk memudahkan koordinasi antara Marwan dan Tarmizi.
Namun, Marwan membantah peristiwa tersebut. ”Itu fitnah.
Mereka sengaja menjelekkan saya karena takut kehilangan jabatan. Sudah sejak
awal Tarmizi dan sejumlah pejabat di sana tidak mau bergabung ke Kementerian
Desa, PDT, dan Transmigrasi sehingga mereka menjelekkan saya,” katanya.
Marwan yakin semua pegawai Ditjen PMD mendukung
penggabungan Ditjen PMD dengan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. ”Tim kedua
kementerian sudah bertemu, sudah bikin konsep bersama, tidak ada masalah,”
ujarnya.
Meski telah dibantah Marwan, pernyataannya di hari
pertamanya di Ditjen PMD itu dengan cepat beredar di antara pegawai Ditjen
PMD yang berjumlah sekitar 500 orang. Resistensi pun muncul meski masih
sebatas di kalangan pegawai.
Kewenangan
Persoalan yang terjadi di tingkat pegawai Ditjen PMD itu
bukan satu-satunya persoalan yang muncul menyusul lahirnya Kementerian Desa,
PDT, dan Transmigrasi. Persoalan juga terjadi di level pimpinan. Mendagri
serta Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi saling berebut urusan pemerintahan
desa di Ditjen PMD.
Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan, pemerintahan desa tidak
bisa dilepaskan dari penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjadi tanggung
jawab Kemendagri. Namun, Marwan menyatakan urusan pemerintahan desa tidak
bisa dilepaskan dari urusan pembangunan dan pemberdayaan desa.
Di balik alasan yang diutarakan kedua menteri itu, muncul
dugaan tarik-menarik kewenangan ini terkait dana desa, sekitar Rp 750 juta
per desa, yang dikucurkan ke setiap desa mulai tahun ini.
Tjahjo dan Marwan memang membantah tudingan ini. Mereka
menegaskan, dana desa langsung dicairkan ke desa tanpa ada campur tangan
kementerian. Mereka juga menyatakan tidak memikirkan keuntungan politik yang
bisa diraih partai masing-masing dari mengurus desa saat dana desa dicairkan.
Namun, politisasi dana desa sudah sering kali terjadi
pasca UU Desa disahkan, awal 2014. Saat pemilu lalu, janji ratusan juta
rupiah, bahkan miliaran rupiah, digelontorkan ke setiap desa disampaikan
sejumlah calon untuk membuat publik memilih mereka. Padahal, tanpa ada janji
itu, dana desa sudah pasti dicairkan karena itu merupakan perintah UU Desa.
Tarik-menarik kewenangan seperti yang terjadi antara
Kemendagri dengan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi ini tidak terjadi
di 11 kementerian lain yang urusannya pun harus berubah menyusul adanya lima
kementerian baru di Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini
menuturkan, proses di 11 kementerian lain berjalan lancar karena setiap
menteri rela menyesuaikan urusan di kementeriannya mengikuti Peraturan
Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet
Kerja. Namun, dalam perpres itu, urusan pemerintahan desa memang tidak jelas
disebutkan menjadi wewenang siapa.
Persoalan urusan pemerintahan desa kini kembali pada
keputusan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan Perpres Nomor 165 Tahun 2014
pada 27 Oktober 2014. Persoalan ini yang harus cepat diputuskan karena masih
banyak yang harus disiapkan sebelum dana desa dibagikan tahun ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar