Kamis, 08 Januari 2015

“Jangan Ada yang Salah, Bos…”

“Jangan Ada yang Salah, Bos…”  

A Ponco Anggoro  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS,  08 Januari 2015

                                                                                                                       


PERTENGAHAN November 2014, para pejabat di Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian Dalam Negeri, berkumpul di ruang Sekretaris Direktur Jenderal PMD. Mereka hendak menyambut kedatangan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar. Ditjen PMD merupakan satu dari tujuh ditjen di Kemendagri yang selama ini mengurusi masalah desa. Setelah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi dibentuk, ada dugaan bahwa Ditjen PMD akan pindah dari kementerian tersebut.

Dalam pertemuan itu, seperti disampaikan sejumlah pejabat Ditjen PMD yang hadir, Marwan Jafar menekankan posisinya sebagai Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi. ”Jangan ada yang salah bos, saya bos di sini sekarang,” ujar Marwan.

”Saya mau ruangan ini (ruangan Sekretaris Ditjen PMD) untuk saya. Kemudian ruangan di samping itu (ruangan Bagian Umum Ditjen PMD) untuk staf khusus saya,” kata Marwan kemudian dalam pertemuan itu, seperti ditirukan sejumlah pegawai Ditjen PMD.

Padahal, beberapa hari sebelumnya, Ditjen PMD sudah menyiapkan ruangan untuk Marwan atas instruksi staf Marwan di PDT. Ruangan itu berada di samping ruang Dirjen PMD Tarmizi Abdul Karim. Ruang itu dipilih untuk memudahkan koordinasi antara Marwan dan Tarmizi.

Namun, Marwan membantah peristiwa tersebut. ”Itu fitnah. Mereka sengaja menjelekkan saya karena takut kehilangan jabatan. Sudah sejak awal Tarmizi dan sejumlah pejabat di sana tidak mau bergabung ke Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi sehingga mereka menjelekkan saya,” katanya.

Marwan yakin semua pegawai Ditjen PMD mendukung penggabungan Ditjen PMD dengan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. ”Tim kedua kementerian sudah bertemu, sudah bikin konsep bersama, tidak ada masalah,” ujarnya.

Meski telah dibantah Marwan, pernyataannya di hari pertamanya di Ditjen PMD itu dengan cepat beredar di antara pegawai Ditjen PMD yang berjumlah sekitar 500 orang. Resistensi pun muncul meski masih sebatas di kalangan pegawai.

Kewenangan

Persoalan yang terjadi di tingkat pegawai Ditjen PMD itu bukan satu-satunya persoalan yang muncul menyusul lahirnya Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Persoalan juga terjadi di level pimpinan. Mendagri serta Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi saling berebut urusan pemerintahan desa di Ditjen PMD.

Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan, pemerintahan desa tidak bisa dilepaskan dari penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawab Kemendagri. Namun, Marwan menyatakan urusan pemerintahan desa tidak bisa dilepaskan dari urusan pembangunan dan pemberdayaan desa.

Di balik alasan yang diutarakan kedua menteri itu, muncul dugaan tarik-menarik kewenangan ini terkait dana desa, sekitar Rp 750 juta per desa, yang dikucurkan ke setiap desa mulai tahun ini.

Tjahjo dan Marwan memang membantah tudingan ini. Mereka menegaskan, dana desa langsung dicairkan ke desa tanpa ada campur tangan kementerian. Mereka juga menyatakan tidak memikirkan keuntungan politik yang bisa diraih partai masing-masing dari mengurus desa saat dana desa dicairkan.

Namun, politisasi dana desa sudah sering kali terjadi pasca UU Desa disahkan, awal 2014. Saat pemilu lalu, janji ratusan juta rupiah, bahkan miliaran rupiah, digelontorkan ke setiap desa disampaikan sejumlah calon untuk membuat publik memilih mereka. Padahal, tanpa ada janji itu, dana desa sudah pasti dicairkan karena itu merupakan perintah UU Desa.

Tarik-menarik kewenangan seperti yang terjadi antara Kemendagri dengan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi ini tidak terjadi di 11 kementerian lain yang urusannya pun harus berubah menyusul adanya lima kementerian baru di Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini menuturkan, proses di 11 kementerian lain berjalan lancar karena setiap menteri rela menyesuaikan urusan di kementeriannya mengikuti Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja. Namun, dalam perpres itu, urusan pemerintahan desa memang tidak jelas disebutkan menjadi wewenang siapa.

Persoalan urusan pemerintahan desa kini kembali pada keputusan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan Perpres Nomor 165 Tahun 2014 pada 27 Oktober 2014. Persoalan ini yang harus cepat diputuskan karena masih banyak yang harus disiapkan sebelum dana desa dibagikan tahun ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar