Selasa, 06 Januari 2015

Ekonomi 2015, Harapan dan Kewaspadaan

Ekonomi 2015, Harapan dan Kewaspadaan

Firmanzah  ;  Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia
KORAN SINDO,  05 Januari 2015

                                                                                                                       


Baru beberapa hari kita meninggalkan tahun 2014 dan memasuki 2015. Melihat apa yang terjadi, baik di dalam negeri maupun perekonomian global, tidaklah mengherankan apabila 2015 adalah tahun harapan, namun penuh kewaspadaan.

Gejolak perekonomian global masih akan terjadi, bahkan dikhawatirkan semakin intens. Sementara itu, harapan baik bersifat optimisme bahwa segala hal yang akan terjadi tidak seburuk yang kita khawatirkan. Sedikit melakukan refleksi akhir 2014, secara garis besar perekonomian nasional tetap terjaga di tengah tahun politik dan gejolak pasar keuangan dunia.

Pemilihan Umum 2014 baik untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) maupun memilih presiden periode 2014-2019 berjalan aman dan tertib. Praktis tidak ada persoalan krusial atas penyelenggaraan sampai perhitungan suara yang berdampak melemahkan fundamental ekonomi nasional. Transisi kepemimpinan berjalan baik dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu model berdemokrasi tidak hanya bagi negara muslim, melainkan juga bagi negara dengan penduduk besar dan beragam.

Dalam hal ini, kita semua, utamanya para pelaku ekonomi, perlu berterima kasih kepada semua pihak atas terjaganya keamanan dan ketertiban selama tahun pemilu sehingga aktivitas perekonomian dapat terus dilakukan dan agenda-agenda pembangunan nasional dapat dijalankan. Di saat kita sedang menikmati proses transisi kepemimpinan yang berjalan baik, tiba-tiba kita disadarkan kinerja ekonomi nasional tidak hanya ditentukan oleh variabel dalam negeri.

Nilai tukar rupiah beberapa pekan lalu mendekati Rp13.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 7,75%. Rapat koordinasi antara pemerintah, BI, LPS dan OJK kembali diaktifkan untuk memitigasi perkembangan perekonomian global.

Meski rupiah setelah tertundanya pengumuman kenaikan suku bunga di AS secara relatif kembali stabil, bayang-bayang dampak pengumuman akan hal ini tahun depan menciptakan kekhawatiran banyak kalangan. Dalam rumusan APBN-P 2015, pemerintah mengajukan perubahan sejumlah indikator makroekonomi dengan tetap mempertahankan target pertumbuhan ekonomi 5,8%.

Mengingat realisasi pertumbuhan ekonomi erat kaitannya dengan BI Rate dan hal ini sangat dipengaruhi oleh suku bunga acuan di AS, kita berharap kenaikan suku bunga acuan The Fed tidak terlalu signifikan. Sehingga penyesuaian BI Rate juga dalam kisaran moderat sebagai langkah mengurangi risiko capital outflow kembali ke AS.

Moderatnya kenaikan BI Rate diharapkan tidak akan memberatkan perekonomian nasional akibat melambatnya penyaluran kredit konsumsi, investasi, dan modal kerja. Selain juga kekhawatiran meningkatnya kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) ketika BI Rate disesuaikan. Selain itu juga risiko meningkatnya angka inflasi juga akan menjadi pertimbangan utama BI dalam menyesuaikan BI Rate.

Karenanya, dalam rancangan APBN-P 2015 yang akan diajukan pemerintah ke DPR, inflasi dipatok 5%, naik dari APBN 2015 sebesar 4,4%. Dua tekanan baik dari dalammaupundari luar diperkirakan menentukan besaran BI Rate sepanjang tahun 2015. Dampak akan hal inim embuat target realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8% akan sulit diwujudkan, meskipun kita semua berharap realisasinya masih di atas 5% seperti perkiraan realisasi pertumbuhan ekonomi 2014.

Tidak semua faktor global berdampak buruk bagi perekonomian nasional. Penurunan tajam harga minyak mentah dunia merupakan windfall bagi perekonomian nasional. Menurunnya harga minyak mentah dunia ditambah dengan dana penghematan subsidi BBM dan peningkatan pajak akan menambah alokasi sebesar Rp230 triliun ke belanja infrastruktur dan peningkatan ketahanan pangan.

Tidak kurang terdapat tambahan Rp120 triliun untuk tambahan belanja infrastruktur yang akan dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kementerian Pertanian juga akan mendapatkan tambahan anggaran untuk meningkatkan produktivitas pertanian nasional. Melalui tambahan anggaran kita berharap akan disertai dengan perbaikan penyerapan anggaran belanja pemerintah.

Dengan begitu, pelemahan konsumsi domestik akan dapat terkompensasi oleh peningkatan belanja pemerintah (government expenditure) yang selama ini berkontribusi dalam kisaran 9% terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB). Pada saat yang sama konsumsi domestik berkontribusi sangat besar dan berada dalam kisaran 56% terhadap pembentukan PDB.

Faktor lain yang dapat didorong oleh pemerintah selama 2015 adalah investasi, utamanya peningkatan capital expenditure (capex) BUMN sebagai salah satu motor penting dalam pembangunan nasional. Sinyal mengurangi dividen BUMN dan mendorong ekspansi BUMN untuk infrastruktur dan perluasan kapasitas produksi membangun optimisme akan perekonomian 2015.

Selain BUMN, mendorong kemitraan proyek-proyek infrastruktur dengan swasta nasional juga perlu terus ditingkatkan, terutama ke pembangunan infrastruktur yang memiliki nilai ekonomis dan menawarkan imbal hasil menarik.

Jika demikian, anggaran negara dapat fokus pada pembangunan infrastruktur dasar yang kurang menarik dibangun oleh swasta nasional. BKPM juga perlu lebih bekerja keras melalui penyederhanaan prosedur perizinan investasi maupun diplomasi untuk menarik investor asing. Momentum terus tumbuhnya ekonomi nasional dengan stabilitas politik dan keamanan yang terjaga menjadi modal penting menarik investasi asing.

Selain itu, besaran pasar domestik dan ruang peningkatan nilai tambah atas sumber daya alam kita juga masih terbuka lebar. Faktor-faktor ini dapat menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage) kita untuk bersaing menarik investasi asing sepanjang tahun 2015.?  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar