Denny
Sakrie Mengisahkan Musik
Aris Setiawan ; Etnomusikolog
|
KORAN
TEMPO, 07 Januari 2015
Begitu banyak musik dipentaskan dan direkam, namun sangat
sedikit yang dituliskan. Dan Denny Sakrie adalah satu di antara sedikit orang
yang menziarahkan hidupnya di wilayah itu. Ia menjadi pengamat musik populer
dengan kemampuan menulis yang andal. Tulisannya adalah "bank data"
sejarah perkembangan musik Indonesia. Kita pun bisa mengetahui sejauh mana
musik Tanah Air telah memberi kontribusi penting bagi kehidupan lewat
catatan-catatan yang telah dibuatnya.
Dunia musik kita berkembang dan berubah begitu cepat. Kita
sering kali melupakan peristiwa penting dalam musik, semata karena tiadanya
jejak yang dapat dibaca dan direnungkan. Akibatnya, dokumentasi dan analisis
tentang perjalanan karya musik Tanah Air tidak terarsip dengan baik. Denny
Sakrie memandang musik tak sebatas fenomena suara dan bunyi. Lebih dari itu,
ada kisah yang tersembunyi, seperti latar belakang, konsep, ide, dan proses
penciptaan yang menyertainya. Dengan menuliskannya, berarti ada usaha untuk
memahami apa-apa yang tak terjelaskan oleh bunyi dari karya musik.
Denny Sakrie mengawali karier sebagai penulis musik sejak
duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Pertama kali artikelnya
dimuat di media Pedoman Rakyat yang terbit di Makassar (1979). Hal itu
kemudian mengantarnya menjadi penulis musik ulung di Sinar Harapan, Suara
Pembaruan, Tempo, Kompas, dan Rollingstone Indonesia. Ia pun kerap muncul di
layar kaca untuk mengulas dan mengomentari perkembangan industri musik
Indonesia terakhir.
Artikel yang ditulisnya cukup mencerahkan. Ia pandai dalam
mengisahkan dunia musik dari berbagai sudut, terutama sejarah. Sebagai
kolektor kaset, buku, dan majalah musik lawas, ia membuktikan diri sebagai
penulis yang sadar data. Lihatlah bagaimana kuatnya referensi itu digunakan
saat ia mengulas musik lewat blognya, https://dennysakrie63.wordpress.com/.
Membacanya, seolah kita menemukan sesuatu yang selama ini telah hilang atau
terlupakan. Namun Denny juga memiliki daya analisis kuat: mampu mengambil
kesimpulan yang mencerahkan, serta melontarkan kritik pedas bagi musikus dan
kelompok (band) musik Tanah Air.
Apalah artinya jika musik tak memiliki kritikus? Musik
akan berkembang tanpa kontrol, dan kreativitas seniman akan mandek.
Sayangnya, selama ini musik justru menjadi salah satu dunia seni pertunjukan
yang miskin kritikus. Dengan demikian, Denny Sakrie adalah orang langka,
kehadirannya sangat dibutuhkan. Kepergiannya semakin menambah kemandulan
dunia kritik musik Tanah Air.
Pada usia 51 tahun, Denny pergi meninggalkan timbunan
tulisan tentang musik. Itu adalah satu-satunya warisan yang paling berharga.
Denny Sakrie memberi inspirasi kreatif tentang dunia kekaryaan, terutama
wacana-keilmuan musik di Indonesia. Kita patut khawatir: siapa penggantinya
setelah ia pergi?
Maklum, bekerja sebagai pengamat-kritikus musik berarti
bersiap untuk hidup tak berkecukupan harta. Komentarnya diburu dan menjadi
rujukan banyak media, membesarkan nama artis dan kelompok musik, sementara ia
masih setia berkubang di kesederhanaan hidup. Namun Denny Sakrie, dengan
segala kesederhanaan itu, telah mampu memberi sumbangan besar demi kemajuan
dunia musik Indonesia. Kita patut berucap terima kasih atas segala
jasa-jasanya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar