Sabtu, 01 November 2014

Risiko Dihindari atau Tak Terhindarkan?

Risiko Dihindari atau Tak Terhindarkan?

Muk Kuang  ;  Professional Trainer, Speaker, Author-Messages of Hope,
Amazing Life, Think and Act Like A Winner
KORAN SINDO, 28 Oktober 2014
                                                
                                                                                                                       


Seorang sahabat pernah bercerita bagaimana ia berkeinginan meninggalkan pekerjaannya dan mulai berwirausaha. Akan tetapi, dia ragu karena risikonya dianggap lebih besar apabila dia meninggalkan pekerjaannya.

Ketidakpastian bahwa usahanya bakal berhasil dan risiko tingkat pengembalian modal usaha menjadi hambatan sehingga dia memutuskan untuk menunda rencananya tersebut. Kisah serupa terjadi pada seorang salesperson dalam sebuah pelatihan yang saya mentori. Dia menyatakan ingin sekali pindah ke perusahaan lain dan kebetulan ada tawaran di depan mata. Hanya, dalam hati kecilnya muncul pertanyaan, “Bagaimana kalau nanti di tempat yang baru lingkungannya tidak nyaman? Bagaimana nanti kalau tekanan di tempat baru lebih tinggi dari tempat saya sekarang? Bagaimana kalau lingkungannya tidak senyaman sekarang? Bagaimana kalau komisinya tidak begitu menarik atau sama dengan yang sekarang?” Semua pertanyaan dan keraguan ini terus menghampiri pemikirannya sebelum mengambil keputusan menerima tawaran atau tetap di perusahaan yang sekarang.

Dari kedua peristiwa ini, ada kesamaan yang dapat menjadi refleksi kita bersama, yakni bagaimana kita menakar sebuah risiko dengan lebih baik sebelum memutuskan, apakah risiko dapat dihindari, atau justru sebenarnya ke mana pun kita pergi selalu ada risiko yang mungkin dihadapi.

Risiko Selalu Ada

Mengutip perkataan pendiri Facebook Mark Zuckerberg, “The biggest risk is not taking any risk... In a world that changing really quickly, the only strategy that is guaranteed to fail is not taking risks.” Terkadang kita menganggap bahwa dengan tidak mengambil keputusan kita terhindar dari risiko. Padahal, hal tersebut tidak serta-merta membuat kita menjadi merasa aman dan bebas dari risiko.

Misalnya salesperson tadi. Apakah lantas dengan memilih tetap berada di perusahaannya itu tekanan di kemudian hari tidak akan ada? Apakah kesempatan berkembang di tempatnya sekarang akan jauh lebih baik dari tawaran yang di dapatkan tadi? Artinya, mari kita menimbang dari dua sisi yakni kondisi sekarang dan kondisi yang akan datang setelah kita mengambil keputusan. Apa pun peran Anda, entah seorang profesional kerja yang berencana pindah ke perusahaan lain, berencana membuka usaha sendiri, atau sedang dihadapkan pada dua pilihan sulit, maka apabila sudah memilih salah satunya, tidak ada kondisi yang betul-betul aman dan bebas risiko.

Ayah saya kerap memberikan pandangannya, seorang karyawan memiliki risiko sebagai karyawan. Demikian juga wirausaha, memiliki risiko sebagai wirausaha dalam mengelola bisnisnya. Pola pikir menghindari risiko bukanlah jaminan, melainkan pendekatan yang perlu kita coba adalah bagaimana menimbang dan mengukur sebuah risiko itu lebih besar atau lebih kecil untuk perkembangan kita sendiri.

Bisa Kalah, Bisa Menang

Kalau saja semua orang bisa tahu bahwa keputusan yang diambil memberikan kemenangan, keuntungan, atau nilai lebih untuk dirinya, maka tentu tidak ada yang namanya keraguan, ketakutan, atau istilahnya risiko. Justru ketika seseorang tidak dapat meramal apa yang akan terjadi persisnya, maka ada kemungkinan kalah/ gagal/tidak sesuai harapan awal atau menang/ sukses/sesuai dengan harapan.

Hal yang sangat disayangkan tapi juga memang dapat dimaklumi, kita terkadang melihat faktor kalahnya, faktor gagalnya, dan faktor ketakutannya lebih besar daripada melihat kesempatan untuk berhasilnya. Kebiasaan kita terkadang suka menghakimi seseorang manakala dia belum berhasil mencapai sesuatu yang diharapkan karena keberaniannya mengambil risiko. Sehingga, secara tidak langsung muncul kekhawatiran bagi yang mencoba melakukan terobosan karena jangan-jangan kalau gagal dia bisa ditertawai oleh orang lain.

Dalam tiap risiko, selalu ada pelajaran yang bisa diambil untuk perkembangan diri. Kebanyakan orang beranggapan bahwa berada dalam kondisi status quo adalah hal yang paling aman. Namun, seiring perkembangan yang ada saat ini, persaingan semakin ketat, lingkungan Anda terus berlomba meningkatkan kompetensi untuk mampu bersaing secara global. Merasa aman adalah justru hal yang paling berisiko. Salam sukses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar