Riset
dan Perannya dalam Pembangunan
Krishna Purnawan Candra ; Guru
Besar pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Mulawarman, Samarinda
|
KOMPAS,
31 Oktober 2014
UNTUK kedua kali, Universitas
Ma Chung memprakarsai kembali pertemuan antar-Humboldtian—alumni penerima
beasiswa Humboldt—sekaligus dikaitkan dengan International Conference on Natural Science (ICONS 2014), akhir
September lalu, di Batu-Malang, Jawa Timur. Konferensi internasional ini
diikuti oleh 34 Humboldt Fellows serta 127 periset dan staf pengajar
perguruan tinggi termasuk periset muda mewakili 15 negara.
Membandingkan hasil-hasil riset
yang disampaikan oleh para periset dari kawasan ASEAN, terlihat bahwa
Thailand dan Malaysia saat ini telah di depan kita. Indonesia yang mempunyai
sumber keragaman hayati lebih besar belum dapat memanfaatkannya karena
berbagai kendala pada infrastruktur dasar proses riset.
Peran kebanyakan universitas
atau pusat riset di seluruh Nusantara belum banyak dikenal. Maka, langkah
pemerintahan baru Indonesia memasukkan unsur riset sebagai bagian dalam
pendidikan tinggi perlu didukung sebagai awal dari pengembangan riset di
Indonesia.
Pengembangan riset perlu unsur
utama dan penunjang khususnya dalam bidang natural science. Unsur utama meliputi (i) kompetensi periset,
(ii) ketersediaan perangkat/ peralatan laboratorium dan bahan analisis, (iii)
ketersediaan akses informasi hasil-hasil riset, (iv) ketersediaan energi
listrik, dan (v) linkdengan dunia industri. Adapun unsur penunjangnya (i)
pengembangan bakat meneliti bagi para periset muda, (ii) tersedianya media
komunikasi antar-periset (seminar, simposium, dan konferensi ilmiah), dan
(iii) pengelolaan dana riset.
Kompetensi
Dalam hal kompetensi periset,
di Indonesia belum dikembangkan struktur kelompok kajian riset secara
institusional. Padahal, kelompok kajian riset bisa menyediakan payung dalam
menyelesaikan masalah, terbangunnya atmosfer ilmiah, kaderisasi
periset/pengembangan bakat periset, dan komunikasi antar-periset yang lebih
efektif. Sudah saatnya model pengembangan grup periset ini menjadi bagian
dari model pengembangan riset di Indonesia, baik di perguruan tinggi maupun
di lembaga riset lainnya.
Ketersediaan peralatan
laboratorium dan bahan analisis juga belum menyentuh kebutuhan para periset.
Pemenuhan peralatan kebanyakan masih dilakukan secara block grant, bukan
berbasis keperluan prioritas berjalan. Kelemahan dari model ini adalah banyak
peralatan laboratorium yang frekuensi penggunaannya sangat sedikit. Kebijakan
ini harus diubah menjadi model keperluan prioritas berjalan, dan hal ini akan
sangat menguntungkan karena diperoleh secara bertahap yang menjamin
keterbaruan teknologi dari peralatan yang digunakan.
Dengan model block grant, peluang ketertinggalan
teknologi peralatan sangat tinggi. Penyediaan peralatan ke beberapa institusi
paling kecil (departemen atau jurusan) akan menjadi tidak efektif apabila tidak
ada grup periset. Untuk bahan-bahan analisis sudah seharusnya pemerintah
membuat kebijakan khusus sehingga periset kita tidak bergantung pada supplier luar negeri dan mengembangkan
industri kimia lokal.
Akses
Ketersediaan akses hasil-hasil
riset saat ini sudah cukup baik, tetapi belum
memadai. Akses yang baik
terhadap hasil-hasil riset ini akan membuat periset kita bisa bersaing untuk
bersama-sama berada di depan dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan
demikian, kita tidak membuang-buang waktu dan biaya apabila ternyata riset
yang diinginkan telah tersedia datanya.
Ketersediaan energi listrik dan
link dengan dunia industri adalah dua sub-unsur paling penting dalam
pengembangan riset. Kebanyakan produk riset dan peralatan riset memerlukan
kondisi khusus utamanya suhu dan kelembaban. Akan sangat mubazir ketika
produk riset yang telah dikerjakan tahunan rusak karena listriknya padam.
Investasi peralatan mahal juga mudah rusak apabila listrik sering mati dan
tidak stabil.
Keterbatasan kemampuan pemerintah
dalam kebijakan energi listrik karena cakupan sangat dan medan yang berat
dapat diatasi dengan kebijakan institusi menyediakan energi listrik secara
mandiri untuk unit-unit riset.
Link antara perguruan tinggi
dengan pihak industri juga perlu dikembangkan dengan memberikan kewajiban
lebih kepada institusi untuk aktif mencari link dengan industri. Dengan
demikian, lebih banyak lagi kelompok kajian periset yang bekerja sama dengan
industri.
Pengembangan bakat
Pengembangan bakat meneliti
para periset muda tidak terlepas dari infrastruktur pendidikan tinggi. Dengan
banyaknya jumlah mahasiswa, maka budaya pengembangan riset di perguruan
tinggi pasti melambat karena waktu para peneliti lebih banyak untuk mengajar.
Langkah yang mesti diambil untuk mengatasi hal ini adalah revitalisasi
program sarjana menjadi lulusan yang siap menghasilkan inovasi ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Komunikasi antar-periset
menjadi sangat penting untuk mengerti tentang status penelitian masing-masing
bidang dan selanjutnya membuat jejaring riset antar-kelompok kajian riset.
Saat ini, peran himpunan profesi sangat besar dalam penyelenggaraan seminar
ilmiah. Dengan jejaring yang ada himpunan profesi dapat menggali dana dari
berbagai lembaga lain untuk berperan aktif sebagai donor acara seminar
ilmiah. Seperti acara ICONS 2014, Alexander von Humboldt Foundation, dan DAAD
menjadi sponsor utama.
Dukungan pemerintah untuk
menyediakan dana kompetitif kepada himpunan profesi untuk menyelenggarakan
pertemuan ilmiah sangat perlu dikembangkan, begitu pula penghargaan kepada
institusi yang turut serta secara aktif dalam menyokong berbagai pertemuan
ilmiah di Indonesia.
Struktur pendanaan riset di
Indonesia dalam blok-blok riset kecil mengurangi peluang berkembangnya riset
dengan goal yang besar. Pengembangan kelompok kajian riset secara
institusional diharapkan dapat menjadi salah satu solusi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar