Minggu, 09 November 2014

Menuju “Holding” BPD

Menuju “Holding” BPD

Gunoto Saparie  ;  Fungsionaris ICMI Jateng
KORAN JAKARTA, 06 November 2014
                                                
                                                                                                                       


Belakangan muncul keinginan bank pembangunan daerah (BPD)  membentuk sebuah  holding yang memayungi semua bank  daerah agar tak perlu repot-repot membangun jaringan ke seluruh provinsi.  Apalagi sebentar lagi, tahun 2015, kita  memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN  (MEA). Sunarsip, ekonom The  Indonesia  Economic Intelligence, pernah mengemukakan bahwa pembentukan holding menguntungkan BPD dari sisi permodalan dan membuka peluang ekspansi  bisnis.

Total aset seluruh BPD sekitar  400 triliun rupiah, keempat dalam jajaran bank terbesar di bawah Mandiri,  BRI, dan BCA. Pembentukan holding juga bisa mengembalikan peran  BPD sesuai namanya sebagai bank  pembangunan. Apalagi sejauh ini  BPD ikut larut dalam irama bisnis  bank komersial pada umumnya.  Holdingjuga bisa menjadi solusi atas kendala BPD, terutama  permodalan dan kesiapan dana  jangka panjang yang murah melalui penerbitan obligasi. Pemerintah  daerah sebagai shareholder cenderung tidak dapat menjamin aksi  korporasi di pasar modal. Bahkan,  melalui pembentukan holdingbisa  membuat BPD naik kelas lagi menjadi bank yang membiayai infrastruktur.

Praktik semacam ini di sejumlah negara sudah sangat lazim.  Contohnya, di Jerman, peran  bank komersial hanya sekitar 25  persen dari seluruh aset perbankan. Selebihnya, dikuasai bank-bank  pembangunan seperti Kreditanstalt  für Wiederaufbau di tingkat nasional dan di level regional terdapat  Sparkassen (saving bank), Landesbanken (semacam BPD), dan bank  koperasi.  Sebagai institusi daerah yang  selalu memimpin bank-bank lain,  Bank DKI tentu memahami pentingnya strategi pembentukan holding.

Meski demikian, keinginan itu  tidak serta-merta bisa diwujudkan karena keragaman bank dan kepentingan.  Akan tetapi, ini tidak membuat bank  milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta  itu surut langkah. Bank DKI rencananya  akan menggelar strategi awal dengan  membuka peluang merger atau mengakusisi BPD lainnya. Opsi ini dapat terjadi  dengan mekanisme voluntary merger dengan bank yang memiliki hubungan  bisnis dengan Provinsi DKI Jakarta.  Sulit Direktur Utama Bank Jateng,  Supriyatno, mengatakan skema  holdingBPD memang perlu dilakukan demi menghadapi tantangan industri perbankan yang  semakin berat.

Namun, dia mengakui wacana tersebut tidak mudah  diterapkan karena harus menyamakan  pemahaman banyak pihak, khususnya  pemegang saham yang sebagian besar  pemerintah daerah. Ada beberapa bank daerah yang cukup besar, seperti Bank DKI, Bank Jatim,  Bank Jateng, dan Bank Kaltim. Meski menilai skema holding cukup layak,  Supriyatno pesimistis berujung merger  sebab kinerja sejumlah bank daerah cukup bagus sehingga belum tentu pemegang saham bersedia melepaskan. Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yang juga  Direktur Utama Bank DKI Jakarta, Eko  Budiwiyono, menambahkan sejumlah BPD tengah menjajaki kemungkinan konsolidasi melalui skema holding.

Menurutnya, BPD memiliki potensi  menjanjikan. Penyatuan BPD akan memunculkan kekuatan besar perbankan,  salah satunya dari sisi aset.  Kiprah BPD menjanjikan harapan  baru melalui terobosan kerja sama di  bidang teknologi informasi. BPD Net  Online, yang telah menghubungkan  23 dari 26 BPD, sudah diluncurkan beberapa tahun lalu. Hal ini memudahkan  nasabah bertransaksi di seluruh kantor  cabang secara realtime. Ini sungguh terobosan berkelas internasional sejajar  the Cantonal Bank Group (BPD Group)  di Swiss. Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang mulai berlaku empat  tahun lalu, BPD dikategorikan sebagai  bank fokus daerah.

Di kelas ini, BPD  diharapkan memiliki modal inti antara 100 miliar dan 10 triliun. Namun,  sebetulnya yang diharapkan API tidak  sekadar pemenuhan syarat minimal  kepemilikan modal, tapi menciptakan  struktur perbankan domestik sehat agar  mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan  ekonomi nasional berkesinambungan.  BPD sulit berperan secara maksimal,  bila hanya bermodal minimal.  Maka, mau tak mau, BPD perlu konsolidasi diri guna meningkatkan peran  dalam pembangunan perekonomian  nasional.

Ada beberapa langkah yang  dapat ditempuh, di antaranya menambah modal inti pemilik, privatisasi,  merger ataupun membentuk holding.  Namun, hendaknya pilihan penambahan modal dipertimbangkan secara  masak-masak. Dengan demikian, keseluruhannya berdampak positif bagi  pengembangan BPD. Jadi, jangan sekadar menambah kekuatan permodalan.  Sebagai contoh, Cantonal Bank di  Swiss memilih beraliansi strategis dalam koordinasi the Cantonal Bank  Group pelayanan konsumen secara  nasional dari dan ke seluruh cabang  sebagaimana BPD Net Online.

Namun lain di Jerman, Sparkassen  yang melayani distrik membangun  holding company dalam naungan  DSGV Sparkassen-Finanzgruppe. Keunggulannya, kekuatan permodalan  untuk mencapai economies of scale.  Dalam bisnis keuangan, nilai optimum  skala ekonomis biasanya cukup besar sebab semakin besar kemampuan  modal, tambah baik dalam mengadakan perangkat keuangan canggih.  Ini akan meningkatkan efisiensi  dan  competitiveness.

Selain itu, dia akan  memiliki mobilitas teritorial hampir  tanpa batas.  Langkah lain diversifikasi  sumber  dana agar tidak hanya mengandalkan  pihak ketiga, pemda, atau penerbitan  obligasi. Hal ini penting untuk mengatasi mismatch kebutuhan pembiayaan proyek-proyek infrastruktur daerah.  Perlu juga diversifikasi dalam penempatan dana maupun produk perbankan.  Dengan demikian, BPD dapat mencapai  economies of scope memadai,  tanpa melupakan jati diri sebagai bank  fokus menunjang dan mendorong pembangunan daerah. Jangkauan ke daerah-daerah merupakan keunggulan  yang tidak dimiliki bank lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar