Bisnis
dan Pembangunan Kelistrikan
Endro Utomo Notodisuryo ; Direktur
Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi 1997-2001 Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral
|
KOMPAS,
01 November 2014
DI sejumlah negara maju, bisnis kelistrikan merupakan bisnis
padat modal dan padat teknologi yang sangat menguntungkan dan menjadi sumber
pendapatan negara yang berarti. Kenaikan permintaan atas tenaga listrik
merupakan peluang bisnis yang menjanjikan. Adapun di negara berkembang,
sebagian masyarakat masih belum terjangkau layanan kelistrikan. Namun, di
lain pihak secara ekonomis layanan itu belum menguntungkan karena kebutuhan
listrik untuk tujuan produktif masih rendah dan daya beli masyarakat masih
rendah. Untuk kesejahteraan masyarakat, pemerintah harus berperan membangun
kelistrikan sehingga semua warga negara dapat menikmati layanan listrik untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka. Kenaikan permintaan tenaga listrik justru
jadi kendala pemerintah.
Sebelum krisis 1998, PLN Jawa-Bali secara bisnis telah
menguntungkan dan terjadi subsidi silang dengan PLN di luar Jawa-Bali yang
masih berkembang dan belum menguntungkan. Terkait itu, tahun 1994 Perum PLN
diubah menjadi PT PLN (Persero) agar PLN dapat berbisnis dan menghasilkan
keuntungan untuk negara yang berkesinambungan sehingga juga dapat menjalankan
kewajiban melayani publik (PSO) sebagai perusahaan yang menguntungkan.
Di luar perkiraan, terjadi krisis ekonomi sehingga nilai tukar
dollar AS menjadi empat kali lipat bahkan lebih terhadap rupiah. Akibatnya,
kewajiban atas kontrak-kontrak dan investasi PLN yang sebagian besar
menggunakan dollar AS tak lagi dapat dibayar PLN dari pemasukannya yang
seluruhnya dalam rupiah.
Kelistrikan PLN yang ”tergadai” akibat krisis membuat tarif
listrik masuk sangat dalam ke dalam ranah politik. Politisasi tarif menjadi
tak terhindarkan sehingga pengembangan kelistrikan kita terjebak dalam wacana
politik, bukan pada pemenuhan permintaan tenaga listrik yang berkesinambungan
secara bisnis dan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik bagi kesejahteraan
seluruh rakyat. Saat ini, sekitar 70 juta saudara sebangsa kita belum
memperoleh tenaga listrik.
Politisasi tarif mengakibatkan saat ini semua golongan pelanggan
listrik PLN, baik rumah tangga, bisnis, maupun industri, mendapat subsidi.
Meski subsidi per kWh pelanggan kecil lebih besar, total subsidi yang
diterima setiap pelanggan besar jauh lebih besar. Meski ada beberapa kali
kenaikan tarif, pada tahun anggaran 2015 masih perlu subsidi melalui APBN
hampir Rp 69 triliun. Sementara sekitar 70 juta rakyat yang belum dapat
layanan listrik dan sebagian besar kalangan ekonomi lemah justru tak
memperoleh subsidi sepeser pun.
Peran ganda
Sebagai negara berkembang dengan pertumbuhan permintaan tenaga
listrik di atas 7 persen per tahun, bahkan di beberapa wilayah 10 persen per
tahun, seharusnya sebagian dari pertumbuhan ini bisa jadi peluang bisnis bagi
PT PLN (Persero). Pada gilirannya keuntungan PT PLN (Persero) yang diperoleh
bagi negara dapat digunakan pemerintah melalui APBN untuk membiayai
pembangunan kelistrikan bagi 70 juta rakyat di seluruh kepulauan Nusantara
yang belum menikmati tenaga listrik.
Sistem kelistrikan Jawa-Bali yang telah terinterkoneksi serta
kapasitas konsumen industri dan bisnis yang besar telah lama matang sebagai
sistem kelistrikan yang dapat dikelola secara bisnis sebagaimana dimaksud
dalam perubahan Perum PLN menjadi PT PLN (Persero) tahun 1994. Selain itu,
beberapa sistem kelistrikan di luar Jawa-Bali pun telah cukup matang untuk
juga dikelola secara bisnis.
Pemerintah seyogianya berperan ganda memajukan bisnis
kelistrikan, sekaligus melaksanakan pembangunan kelistrikan. Memajukan bisnis
kelistrikan terutama dengan membina PT PLN (Persero) sebagai layaknya persero
untuk menghasilkan keuntungan bagi negara sekaligus berperan sebagai agen
pembangunan kelistrikan untuk menyejahterakan seluruh masyarakat melalui
pencapaian rasio elektrifikasi 100 persen secepatnya.
Subsidi listrik harus tepat sasaran, hanya diberikan ke yang tak
mampu dan pada sistem kelistrikan yang belum menguntungkan yang harus
dibangun untuk masyarakat miskin dan terpencil sesuai UU Energi No 30/2007
dan UU Ketenagalistrikan No 30/2009. Politisasi tarif secara bertahap
dikurangi dengan penciptaan landasan melalui politik energi (dan kelistrikan)
yang merupakan landasan bagi pembangunan kelistrikan yang menyejahterakan
masyarakat luas dan berkesinambungan.
Pemerintah fokus menangani pembangunan kelistrikan melalui APBN
untuk menyejahterakan rakyat. Di lain pihak, PT PLN (Persero) dibina untuk
menjadi persero yang efisien dan berkelas dunia serta menguntungkan bagi
negara. Dalam melaksanakan pembangunan kelistrikan, pemerintah dapat membuat
suatu badan layanan umum, Perum Kelistrikan atau menugasi PT PLN (Persero)
sebagai operator membangun dan mengelola melalui penugasan yang transparan.
Dengan demikian, pencapaian sasaran terlayaninya seluruh rakyat dapat
secepatnya tercapai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar