Rabu, 08 Mei 2013

Teologi Antikorupsi


Teologi Antikorupsi
Muhbib Abdul Wahab Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ
REPUBLIKA, 07 Mei 2013


Jihad sosial melawan korupsi di negeri ini tampaknya belum akan berakhir karena budaya korupsi sudah sedemikian menggurita, mengakar, dan menjalar ke hampir seluruh sendi kehidupan bangsa. Karena itu, wabah kronis korupsi ini perlu disembuhkan dengan terapi mental-spiritual yang mendasar hingga akar-akarnya.

Korupsi itu sesungguhnya penyakit iman atau penyakit akidah (patalogi teologis) yang sangat berbahaya karena ke-melakukan korupsi, pelakunya hilang keimanannya kepada Allah SWT. Bukan hanya menurun imannya, melainkan defisit, bahkan iman sirna dari dalam hatinya. Sekiranya di dalam hati mukmin itu ada iman yang kuat, niscaya ia terus merasa `dimonitor', diawasi, dan dievaluasi oleh Allah yang Mahahadir dalam setiap detak napasnya. Jika Allah diyakini selalu hadir dan melihat isi hati (niat korupsi), pikiran (rencana dan strategi melakukan korupsi, misalnya secara berjamaah), dan perbuatan korupsinya, niscaya yang bersangkutan akan takut kepada Allah.

Korupsi itu dilakukan, antara lain, karena pelakunya mengalami zero akidah tauhid, keimanannya nihil, teologinya gagal berfungsi membentengi diri dan nafsu serakahnya sangat kuat untuk berkorupsi. Jika `kanker korupsi' dinilai sebagai penyakit teologis, obat yang diperlukan bagi bangsa ini adalah teologi antikorupsi. Teologi antikorupsi pada intinya adalah sebuah keyakinan dalam diri mukmin yang ikhlas, murni, dan otentik karena mengharap ridhaNya. Mukmin yang berteologi antikorupsi selalu menyadari di manapun berada dan kapan pun tidak ada ruang dan waktu yang tersisa dan terlewatkan dari `radar teologis' Allah SWT. 

Kedasaran teologis akan kemahahadiran dan kecanggihan radar Allah dalam menangkap sinyal-sinyal korupsi manusia sangat penting ditumbuhkan sedemikian rupa sehingga mukmin yang berteologi antikorupsi merasa malu jika perbuatan jahat dan antikemanusiaannya itu (korupsi) ditangkap radar superdetektif Allah. Dalam aktualisasinya, tam pak nya kita perlu belajar teologi antikorupsi dari kisah Abdullah ibn Umar bin al-Khattab saat menguji iman peng- gembala kecil di padang pasir. 

Abdullah pernah menguji seorang peng gembala dengan menyatakan berniat untuk membeli seekor domba peliharaannya. Namun, sang penggembala menolak menjual karena itu memang bukan miliknya. Lalu, Abdullah kembali membujuk dengan mengatakan sang pemilik tidak akan melihatnya, tapi penggembala itu menjawabnya dengan pertanyaan diplomatis, "Dimanakah Allah."

Dengan menitikkan air mata, Abdullah menyatakan kepada anak kecil itu bahwa jawaban tersebut tidak hanya memerdekakannya dari perbudakan di dunia, tetapi juga memerdekakannya dari siksa api neraka kelak. Abdullah kemudian memerdekakan anak itu dari status budak penggembala domba sehingga menjadi manusia merdeka lahir dan batin. 

Kisah tersebut menginspirasi kita semua bahwa teologi antikorupsi adalah teologi yang memerdekakan diri kita dari segala bentuk perbudakan, terutama hawa nafsu, serakah, tamak, loba, mental ingin cepat kaya, tetapi malas bekerja keras dan halal. Teologi antikorupsi idealnya meniscayakan kemerdekaan manusia dalam bertauhid, dalam arti hanya Allah semata yang disembah, dimintai petunjuk dan pertolongan, ditakuti, dan menjadi orientasi dalam hidup ini. 

Merdeka dalam bertauhid membuat orang tidak mudah diperbudak oleh ideologi, kepentingan politik, kepentingan partai, maupun kekuatan dan kekuasaan duniawi yang menipu dan menyesatkan. Jadi, teologi antikorupsi sejatinya merupakan sistem bertauhid yang membuat orang merasa takut berdosa jika menyalahgunakan amanah jabatan; berusaha menjadi yang terbaik dalam melaksanakan tugas karena Allah Maha Mengawasi kinerjanya. 

Mukmin yang berteologi antikorupsi memang harus merdeka dalam bertauhid agar kita tidak dijajah lagi oleh hawa nafsu, syahwat politik, syahwat jabatan, dan syahwat korupsi. Tauhid yang murni adalah tauhid yang memerdekakan diri kita dari segala bentuk penjajahan duniawi. 

Jadi, teologi antikorupsi yang dilandasi tauhid yang murni mesti menyinari, mencerahkan, dan menutrisi hati yang bertauhid itu sehingga berniat atau berpikir untuk korupsi saja enggan, apalagi sampai melakukannya meskipun peluang untuk itu terbuka lebar lantaran menggenggam jabatan dan kekuasaan.
Teologi antikorupsi juga dapat ditanamkan pada diri kita semua dengan meneladani sifat-sifat Allah. 
Kita semua merindukan para pemimpin yang dapat menjadi teladan terbaik dalam merasakan kehadiran Allah dalam mengurus negara, bangsa, dan melayani masyarakat. Jika negara ini benar-benar diurus dengan kecerdasan teologis, spiritual dan moral, dan kesadaran akan pentingnya `menghadirkan Allah', teologi antikorupsi itu akan menghiasi moralitas mereka.

Teologi antikorupsi sejatinya merupakan teologi pembebasan diri dari watak korup dan serakah melalui proses penya daran `ruang keinsyafan batin' untuk mau menerima sinyal-sinyal spiritual. Dengan demikian, mentalitas dan karakternya bisa berubah menjadi dermawan, suka berbagi rezeki. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar