Sabtu, 25 Mei 2013

Cetak Biru Reformasi

Cetak Biru Reformasi
Din Syamsuddin ;  Ketua Umum PP Muhammadiyah
SUARA KARYA, 24 Mei 2013


Reformasi yang berjalan selama 15 tahun telah berkembang liar dari cita-cita nasional dan konstitusi UUD 1945. Bahkan, reformasi sudah kebablasan. Parpol juga memiliki agenda sendiri. Parpol tidak melakukan tanggung jawab untuk melakukan perubahan dan menjalankan fungsinya dengan baik. Konflik keagamaan masih banyak terjadi. Era reformasi pun gagal menjalankan agenda cita-cita nasional.
Politik saat ini cenderung dijadikan mata pencaharian, tidak sekadar untuk mengabdi kepada rakyat. Jalan politik digunakan untuk menjadi kaya. Oleh sebab itu, perlu revitalisasi cita-cita bangsa, karakter serta watak bangsa.

Kegagalan reformasi sebenarnya merupakan konsekuensi dari penerapan demokrasi liberal yang kebablasan. Ini juga sebuah kemalangan karena kita menerima mentah-mentah demokrasi liberal. Akibat lebih jauh, kita gagal menciptakan cita-cita baru, tidak mampu merumuskan strategi reformasi karena kegagalan baik kepemimpinan secara formal maupun di tingkat struktural.

Memang, pihak luar negeri telah memberikan pengakuan resmi atas proses demokrasi yang berjalan sukses di Tanah Air. Tetapi, harus diingat bahwa hal itu hanya demokrasi prosedural, sedangkan secara substansi, demokrasi kita gagal. Lebih parah lagi, politik di Indonesia diperburuk dengan politik transaksional yang sangat berbahaya. Maka, politik dagang sapi pun terus mengancam negara.

Namun, harus pula diakui bahwa reformasi telah memberikan sebuah warna pada bangsa ini. Terjadi sebuah perubahan besar, tetapi tidak lantas membawa perubahan mendasar sebagaimana agenda reformasi 1998 dan cita-cita nasional. Sebaliknya, kehidupan berbangsa dan bernegara makin terpuruk karena wajah politik Indonesia tidak bermoral.

Karena itu, banyak hal yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) terutama bagi para pemimpin bangsa ini. Sebut saja, mulai dari berbagai kasus korupsi yang melibatkan elite bangsa, kekerasan, ketidakadilan, karut-marut politik, persoalan migas hingga harga BBM yang tidak jelas dan memberikan kekhawatiran bagi rakyat. Masih banyak persoalan bangsa yang semuanya masuk dalam agenda reformasi.

Bangsa ini seperti tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Karena itu, bagi Indonesia baru dengan agenda reformasi, harus ada blue print (cetak biru) reformasi. Salah satunya, harus jelas haluan dari negara dalam menjalankan amanat reformasi--haluan negara berupa konsensus seluruh rakyat. Jika itu ada, maka pemimpin Indonesia hanya memerlukan pendekatan kepada rakyat yang dipimpinnya. Tidak harus menyerahkan sepenuhnya pada visi dan misinya saja.

Implikasi tanpa sebuah haluan negara, saat terjadi perubahan, saat itu pula agen-agen asing berkeliaran. Mereka gencar melakukan intervensi, mengeruk kekayaan alam Indonesia. Tak dinafikan, mereka menguasai kekayaan alam dan "menjarah" kekayaan alam Indonesia.
Penguasaan asing itu menggambarkan adanya distorsi dan deviasi dari cita-cita nasional bangsa seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Kondisi itu membuat terjadinya kesenjangan kesejahteraan yang dirasakan rakyat Indonesia.


Namun, tetap ada peluang untuk memperbaiki kondisi tersebut. Masih ada sisa-sisa optimisme untuk memperbaiki bangsa ini karena kita bangsa besar. Hanya saja, apabila kesempatan untuk memperbaiki diri itu kehilangan momentum dan tidak segera dilakukan, maka tamatlah bangsa ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar