|
MEDIA INDONESIA, 23 Mei 2013
TERHITUNG sejak 21 Mei 2013 resmi sudah bagi Chatib Basri,
mantan Kepala BKPM, memiliki jabatan baru sebagai menteri keuangan (menkeu)
ke-28 RI. Belum genap setahun menjadi Kepala BKPM sejak 13 Juni 2012, PhD
ekonomi dari Australia National
University (2001) yang belum genap berusia 48 tahun itu kini harus
berpindah kantor dan memikul tanggung jawab lebih besar.
Ada empat manifesto utama Chatib sebagai
menkeu, yakni (1) mengamankan penerimaan negara, (2) mengamankan fiskal dan
menjaga defisit di bawah 3%, (3) menjaga iklim investasi dengan kebijakan,
insentif, dan menyelesaikan daftar negatif investasi (DNI), dan (4) koordinasi
dengan otoritas moneter, yakni BI, dalam rangka menjaga inflasi.
Tugas utama menkeu dalam waktu tidak sampai
setahun ke depan ini bukan sesuatu yang baru bagi Chatib sebagai ekonom, tetapi
mengingat tahun ini dan 2014 ialah momentum tahun suksesi nasional, keandalan
Chatib benarbenar sangat ditunggu.
Dari sisi penerimaan negara, Chatib
berhadapan dengan masalah maraknya korupsi pajak di internalnya. Tertangkapnya
banyak petugas pajak yang memiliki eselon III, umumnya berjabatan kepala seksi,
akan mengindikasi bahwa korupsi pajak juga ada di eselon yang lebih tinggi dan
lebih rendah.
Berkali-kali media menyoroti masalah korupsi
pajak, tetapi ternyata tidak menyurutkan atau menakuti oknum petugas pajak
lainnya, artinya ada kalkulasi ekonomi bahwa berkorupsi lebih untung jika
dibandingkan dengan hukumannya. Itu menyiratkan besarnya nilai uang yang digarong dari pajak masih sangat
menggiurkan.
Penangkapan dua petugas pajak KPP Jakarta
Timur baru-baru ini oleh KPK di halaman Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta
(15/5/2013) ialah bukti bobroknya sistem pajak. Di dalam mobil Mohammad Dian
Irawan Nuqishira dan Eko Darmayanto, KPK menemukan uang S$300 ribu dari
perusahaan baja The Master Steel di
kawasan Cakung yang diatur pemberiannya oleh Effendi dan Teddy.
Beberapa waktu lalu Pargono Riyadi juga
tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) karena memeras pengusaha Asep Hendro
Rp125 juta di sekitar Stasiun Gambir, Jakarta (9/4/2013). Pargono sudah
ditetapkan menjadi tersangka sejak 10 April 2013.
Padahal pada tahun lalu, Dhana Widyatmika
(DW), staf Direktorat Jenderal Pajak, juga ditetapkan sebagai tersangka sejak
24 Februari 2012 oleh Kejaksaan Agung. PNS berusia 38 tahun itu kedapatan
memiliki rekening tidak wajar hingga Rp68 miliar, memiliki 18 rekening bank,
mobil mewah, surat berharga, safe deposit,
rumah mewah, dan berbagai kekayaan tidak umum sebagai PNS.
Sebagai ekonom Chatib tentu sangat paham bagaimana
melakukan prognosis pajak dari seluruh kegiatan ekonomi nasional. Dari besarnya
PDB nasional seharusnya dapat diperoleh model berapa normal pajak. Jadi, dengan
target dalam RAPBN 2013 sebesar Rp 1.000 triliun atau 12,13% dari PDB 2012,
target pajak 2013 menjadi tidak menantang sama sekali. Inilah yang menyebabkan
maraknya korupsi atau kongkalikong pajak, petugas pajak menghitung nilai pajak
pada nilai normal tetapi juga memberikan nilai opsional kepada wajib pajak
dengan motif keuntungan pribadi. Letak kelemahan pajak kita ialah pada postur
pajak itu sendiri. Targetnya terlalu rendah daripada nilai idealnya sehingga
rawan transaksi pada tingkat teknisnya.
Sementara itu, Chatib juga masih duduk di
kursi panas pada sektor fiskal, yakni masalah subsidi energi yang belum
menemukan solusinya. Konsumsi BBM subsidi yang mengalami tradisi rutin di atas
kuota tentu menjadi ancaman fi skal dan pada akhirnya menarik defisit APBN
dalam rentang lebar.
Mantan Kepala BKPM ini juga memiliki
tantangan tidak ringan di mata investor. Situasi politik yang kini memanas akan meredam niat investor untuk menanamkan
uangnya di Indonesia. Ditambah dengan birokrasi yang kendati membaik, tetap
saja masih sangat ribet terutama di daerah, keputusan investasi tetap menjadi
keputusan yang sangat berat. Chatib akan merasakan sendiri jika di posisi
investor apalagi pernah mengepalai badan koordinasi untuk investasi.
Prioritas
Masalahnya bagi Chatib, mana bagian yang
penting dan memiliki nilai prioritas untuk melewati masa jabatannya dengan
selamat? Chatib juga memiliki masalah tersendiri dalam bidang fiskal dan belum
menemukan penyelesaiannya menyangkut beban subsidi energi baik untuk BBM maupun
PLN yang nilainya mencapai 16,43% dari total belanja APBN 2013.
Nilai Rp272,4 triliun tentu bukan nilai sedikit
dan berpotensi menjadi katalisator untuk menguatkan image pemerintah. Karena itu, kini pemerintah begitu getol
mengampanyekan pencabutan subsidi agar tentu saja switching anggaran lebih leluasa dilakukan.
Jika menkeu baru ini begitu terkonsentrasi
dan terpaku dengan subsidi energi, bencana bagi rakyat Indonesia karena sektor
pajak lepas perhatian, inflasi terabaikan, dan investor berpotensi kabur.
Postur ekonomi makro Indonesia menjadi buruk sekaligus di seluruh sektor, solusi
masalah subsidi tidak kunjung selesai, tidak memperoleh keamanan inflasi dan
dana segar investasi. Chatib harus hati-hati menentukan prioritas Kemenkeu,
jika terlalu reaktif karena tergesagesa, malah akan membawa bangsa ini
terjerumus di sektor ekonomi.
Tugas jangka pendek di depan mata bagi
Chatib ialah menyiapkan draf APBNP 2013 yang kini masih harus dikoreksi karena
kepentingan untuk melepas subsidi BBM perlahan-lahan. Pada saat ini terjadi
interseksi kepentingan antara pertimbangan ekonomi dan politik yang penuh
suasana populis. Jika Chatib tidak memahami DPR, potensi pembahasan APBNP itu
terancam berkepanjangan dan wasting time.
Ketika Chatib memimpin BKPM, pelayanan
kepada investor sebetulnya tidak sepenuhnya totally
services. Lembaga BKPM hanya menyelesaikan parsial dalam tubuh BKPM
sementara ketika investor harus berurusan dengan kementerian lainnya atau
birokrasi daerah dilepaskan sendiri.
Investor sebetulnya tidak mendapatkan benefit pelayanan dan bantuan sampai
investasi benar-benar dieksekusi di lapangan, tetapi BKPM hanya menunggu
perizinan dan dokumen lengkap bahkan sampai pembebasan tanah beres dilakukan
sendiri oleh investor. BKPM masih terkooptasi memberikan support di dalam Kantor BKPM, tetapi di luar kantor Gatot Subroto
itu, investor silakan berusaha sendiri.
Chatib harus mengubah paradigma parsial
seperti ini. Yang dimaksud pelayanan one
stop service itu seharusnya dari hulu sampai hilir. Membantu masalah yang
dilayani sampai selesai karena demikianlah sebetulnya tugas melayani rakyat
itu. Semoga Chatib tidak membawa budaya BKPM ke dalam Kantor Kementerian
Keuangan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar