Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dan
DPR seperti dilansir oleh beberapa lembaga survei yang lalu, tentu saja
menjadi catatan penting bagi para politisi di negeri ini.
Disebut catatan
penting, karena hal ini menjadi tantangan yang harus direspons positif demi
perbaikan kehidupan dan performa partai politik di masa depan. Respons
positif berupa aksi nyata untuk memperbaiki performa partai politik dan DPR
merupakan kerja-kerja politik yang harus terlembaga dalam berbagai
kebijakan kehidupan partai politik Adalah momentum rekrutmen calon
legislatif untuk Pileg 2014 yang saat ini masuk pada tahap pendaftaran di
internal setiap partai politik, merupakan start awal untuk memperbaiki
performa partai politik dan DPR.
Para calon
legislatif merupakan etalase kader partai dan DPR yang akan menjadi modal
penting dalam memulihkan dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap
partai politik dan DPR. Dan, tentu saja kemampuan dan sensitivitas partai
politik untuk merespons sejauh mana dan bagaimana aspirasi masyarakat
terhadap calon legislatif tersebut merupakan hal terpenting dan menjadi
bagian dari persyaratan seleksi legislator.
Dalam fungsi
kaderisasi, mekanisme rekrutmen calon anggota legislatif juga merupakan
salah satu bagian proses kaderisasi.Kaderisasi legislator yang diusung
setiap partai politik harus benar-benar sensitif memperhatikan suara dan
kepentingan masyarakat. Kepentingan dan aspirasi masyarakat harus menjadi
bagian integral di dalam proses menyeleksi dan menawarkan calon-calon
legislatif. Hanya dengan itulah, kita berharap bahwa wajah-wajah para calon
legislator akan linier dengan aspirasi dan keinginan masyarakat.
Harapannya
tentu saja agar mereka yang dicalonkan sebagai legislator adalah benar-benar
merupakan kader-kader pilihan masyarakat dan pilihan partai politik. Siapa
yang diusung oleh masyarakat adalah tentu saja seirama dengan siapa yang
akan diusung oleh partai politik, dan siapa yang diusung partai politik
adalah mereka yang seirama pula yang diusung oleh masyarakat itu sendiri.
Pertanyaannya
adalah bagaimana agar proses pencalegan tersebut benar-benar dapat
menghasilkan sumber kader yang benar-benar potensial dan bisa meningkatkan
kinerja partai, terutama kinerja di lembaga perwakilan nanti.Pertanyaan
serius ini didasari oleh latar belakang menurunnya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap partai politik, karena dilatar-belakangi oleh efek
domino atas berbagai kasus pidana korupsi yang menimpa para anggota
perwakilan baik di lingkungan DPR pusat,DPRD provinsi maupun DPRD
kabupaten/kota.
Adalah tidak
mudah memperbaiki citra dan meyakinkan kembali konstituen agar mereka bisa
kembali mempercayai komitmen partai politik dalam memperjuangkan aspirasi
warga. Masyarakat tampak semakin alergi dan trauma terus-menerus menjadi
objek kampanye hampa dan miskin keberpihakan, ketika justru masyarakat amat
membutuhkan pemihakan dan pembelaan seorang politisi.
Oleh karena
itulah, proses seleksi dan mekanisme penjaringan pencalegan harus dilakukan
secara ketat dan selektif. Mekanismenya tentu saja setiap partai berbeda
dan mempunyai pola masing-masing. Akan tetapi in prinsip proses seleksi
pencalegan harus dilalui melalui mekanisme yang terbuka, transparan dan
demokratis serta merupakan bagian dari upaya pengaderan.
Mereka yang
sudah mendaftar sebagai bakal calon legislatif harus diberikan pengarahan
dan pembekalan dalam sebuah acara pendidikan dan latihan (diklat), yang di
dalamnya diberikan materimateri yang dibutuhkan mengenai partai politik,
sistem politik di Indonesia, undangundang partai politik, kedudukan tugas
dan fungsi lembaga legislatif mulai DPR pusat,DPD,DPRD provinsi dan DPRD
kabupaten/kota, ideologisasi Pancasila dan NKRI, materi tentang gerakan
antikorupsi, dan berbagai materi lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
kampanye yang melibatkan berbagai media massa termasuk media sosial sebagai
tool dalam melakukan sosialisasi dan kampanye.
Proses
selanjutnya tentu saja panitia tim penjaringan akan melihat rekam jejaknya
calon-calon legislatif tersebut, melakukan wawancara untuk mengetahui
kedalaman wawasan, mengetahui kemampuan presentasi dan argumentasi di dalam
menyampaikan suatu isu, mengetahui latar belakang aktivitas di masa lalu,
serta juga dilakukan tes psikotes dan psikologi untuk mengetahui
kepribadiannya.
Termasuk pula
tim penjaringan harus mengetahui bagaimana elektabilitas dan popularitas
sebagai bagian dari pengujian kelayakan menjadi calon legislatif dengan
melakukan survei internal di daerah pemilihan masing-masing. Kemudian, penilaian
tentang kapasitas dan prestasi profesionalnya di bidangnya masing-masing,
penilaian mengenai dedikasi dan loyalitas terhadap negara, masyarakat dan
partai politik serta mempunyai kepribadian dan rekam jejak kehidupan yang
tidak tercela baik yang menyangkut tindak pidana korupsi maupun tidak
tercela dari tindakan kriminal yang berhubungan dengan tindak pidana
kejahatan narkoba, perjudian, dan pencurian.
Dengan pola
penjaringan dan seleksi yang berjenjang dan selektif, mudah-mudahan
dihasilkan prototipe calon-calon legislatif yang benarbenar diharapkan
masyarakat dan diterima masyarakat. Lebih dari itu, mereka yang terpilih
nanti sebagai anggota legislatif akan mempunyai kinerja yang baik, dan
menghasilkan berbagai produk hukum dan produk-produk politik yang berguna
dan berdaya guna bagi perbaikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
sendiri.
Hubungan dengan Konstituen
Suatu isu
penting dalam upaya meningkatkan kualitas dan kinerja para wakil rakyat
jika calon legislatif terpilih adalah soal bagaimana hubungan antara wakil
rakyat dengan konstituennya. Isu ini menjadi sorotan penting, karena apa
yang diwakili dengan apa yang mewakilinya adalah hubungan atau relasi yang
harus jelas posisi dan kedudukannya.
Fakta bahwa
terdapat realitas hubungan yang buruk antara para wakil rakyat dengan basis
konstituennya adalah catatan penting untuk bahan penilaian partai terhadap
kader yang sedang menjadi wakil rakyat. Masalah ini menimpa hampir semua
partai politik dan menjadi masalah inti persoalan hubungan antara yang
diwakili dan mewakili.
Hubungan antara
wakil rakyat yang mewakili dan konstituen yang diwakili (Kerja Untuk
Rakyat, 2009) dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu Pertama, besarnya jumlah
penduduk dan cakupan wilayah yang harus dipenuhi anggota legislatif, Kedua,
luasnya cakupan kepentingan masyarakat yang harus disikapi, Ketiga, proses
rekrutmen politik di partai politik yang tidak menghasilkan politisi yang
berakar di masyarakat, Keempat, sistem politik yang pro pada kepentingan
partai politik daripada konstituen.
Mewakili
kepentingan dan aspirasi konstituen adalah memang tugas seorang wakil
rakyat sebagaimana ditugaskan dan tercantum dalam pasal 70 huruf s yang
menyebutkan bahwa salah satu tugas dan wewenang DPR adalah menyerap,
menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti masyarakat. Dan tercantum juga
dalam pasal 79 huruf i, j, dan k menyebutkan bahwa anggota DPR wajib menyerap
dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara
berkala,menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat,
dan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada
konstituen di daerah pemilihannya.
Pun demikian
kerja yang sama juga berlaku bagi anggota DPRD kabupaten/ kota dan propinsi
diatur dalam pasal 315 huruf e, f, dan j dan pasal 359 huruf e, f, dan j.
Hubungan para wakil rakyat dengan konstituen sering kali “ramai” hanya
semarak pada saat menjelang pesta demokrasi pemilu akan dilaksanakan.
Konstituen acap dibutuhkan sebagai etalase demokrasi yang meramaikan pesta
pora demokrasi itu sendiri.
Konstituen
belum sepenuhnya menjadi bagian penting sebagai pemegang hak kekuasaan yang
menyerahkan dan mempercayakan kekuasaannya dipergunakan oleh para wakil
rakyat. Warna kebijakan politik masih belum sepenuhnya merupakan aspirasi
warga masyarakat yang setiap tahun bisa dilihat seberapa besar
produk-produk politik prorakyat terlahir dalam bentuk undang-undang atau perda
yang kontennya berorientasi prorakyat.
Kenyataan ini
menjadi pekerjaan rumah kita di masa depan.Pekerjaan rumah untuk
memperbaiki bagaimana hubungan yang baik antara yang diwakili dan yang
mewakili harus selalu tercermin di dalam produk-produk politik, sikap
politik, maupun pandangan-pandangan politiknya terhadap suatu isu. Oleh
karena itu, perbaikan kualitas lembaga legislatif seyogianya dimulai dari
proses awal penjaringan calon-calon legislatif.
Mari kita kawal
proses ini dengan baik sesuai dengan mekanisme dan proses seleksi di partai
politik masing-masing. Dengan demikian, apa yang diharapkan masyarakat akan
terjawab pula dengan apa yang menjadi kepentingan dan harapan para pengurus
partai politik dan kader-kader partai politik.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar