Kinerja pemerintah dalam
pengendalian penduduk sejak diberlakukannya otonomi daerah menunjukkan hasil
yang kurang menggem birakan. Hal ini, antara lain, termanifestasi dari
stagnasinya angka kelahiran total (total
fertility rate/TFR) selama 2002-2012, yaitu sebesar 2,6. Angka 2,6
dapat dimaknai sebagai rata-rata banyaknya anak yang dilahirkan seorang ibu
hingga akhir masa reproduksinya.
Dengan tingkat kelahiran yang
stagnasi dan tingkat kematian sedikit menurun, angka pertumbuhan penduduk
kembali meningkat, yakni dari 1,44 persen pada periode 2000-2010 menjadi
1,49 persen pada periode 2000-2010. Adapun turunnya angka kematian itu
terutama pada kelompok bayi dan balita.
Tercatat, angka kematian bayi turun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada
2002 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup pada 2012 dan angka kematian
balita turun dari 46 per 1.000 kelahiran hidup pada 2002 menjadi 40 per
1.000 kelahiran hidup pada 2012. Jika pertumbuhan penduduk sebesar 1,49
persen itu terus berlangsung pada masa mendatang, jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan akan menjadi dua kali lipat besarnya dalam tempo 46 tahun. Ini
berarti dengan jumlah penduduk sebesar 237,6 juta pada 2010 akan menjadi
475,2 juta pada 2056.
Kurang berhasilnya pemerintah
mengendalikan jumlah penduduk akan menyebabkan tekanan yang kian berat (demographic pressure) dalam
pembangunan untuk menyejahterakan masyarakat. Tekanan yang kian berat itu,
antara lain, ditandai dengan mening- katnya penduduk yang terpinggirkan
dari pembangunan, penyediaan air bersih yang kian sulit, dan meningkatnya
degradasi lahan.
Pada tahap lanjut,
kekurangberhasilan pemerintah mengendalikan jumlah penduduk itu menyebabkan
Indonesia rentan menjadi negara gagal.
Peringatan bahwa Indonesia berpotensi menjadi negara gagal, antara lain,
termanifestasi dari indeks kegagalan pemerintah (Failed States Index) yang menempatkan Indonesia di peringkat
ke-63 dari 177 negara pada 2012. Posisi ini lebih buruk dibandingkan
peringkat pada 2011 yang berada di posisi ke-64.
Sebenarnya, tidak sedikit pihak
di Tanah Air yang kurang sependapat dengan peringatan kegagalan yang terekam
dalam Failed States Index itu
mengingat kinerja ekonomi makro In donesia terbilang bagus. Hal ini, antara
lain, tecermin dari pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan infl asi yang
terkendali dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, membaiknya ekonomi makro
itu tidak dapat dinikmati secara merata bagi setiap penduduk, terindikasi
dari meningkatnya ketimpangan pendapatan.
Secara faktual, hal itu terlihat dari angka Rasio Gini yang kian meningkat
dalam empat tahun terakhir, yaitu dari 0,35 pada Maret 2008 menjadi 0,41
pada Maret 2012 (BPS, 2012).
Melebarnya ketimpangan itu
menyiratkan kegagalan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk,
terutama pada kelompok terbawah.
Bahkan, kondisi penduduk miskin di kelompok terbawah keadaannya kian
memburuk, terekam dari meningkatnya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Tercatat, indeks kedalaman kemiskinan meningkat dari 1,88 pada Maret 2012
menjadi 1,90 pada September 2012 dan indeks keparahan kemiskinan meningkat
dari 0,47 pada Maret 2012 menjadi 0,48 pada September 2012.
Pembatasan kelahiran
Diperkirakan, meningkatnya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan itu
terutama berasal dari penduduk miskin yang berpendapatan tetap dengan beban
tanggungan keluarga yang besar. Tidak mudah memang bagi penduduk miskin
untuk meningkatkan pendapatannya di tengah keterbatasan kapabilitasnya
akibat derajat pendidikan dan kesehatan yang rendah. Juga, tidak mudah bagi
penduduk miskin untuk membatasi jumlah kelahiran.
Diberlakukannya otonomi daerah
sebagai respons dari era Reformasi turut menyulitkan pemerintah melakukan
pengendalian penduduk. Sebab, keputusan untuk membatasi kelahiran tidak
lagi berada di tangan pemerintah seperti pada saat rezim otoriter,
melainkan berada di tangan individu sebagai pengewajantahan dari hak azasi
manusia (HAM).
Meski demikian, sebenarnya
masih cukup ruang bagi pemerintah untuk menurunkan angka kelahiran yang
sejalan dengan HAM, yaitu mereka yang ingin membatasi kelahiran, tapi tidak
memperoleh layanan KB (unmet needs).
Hasil sementara survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
mencatat persentase unmet needs
yang ternyata cukup besar, yakni sekitar 11,4 persen.
Meningkatnya kesejahteraan
merupakan faktor pendorong untuk menuju masyarakat modern. Maka, untuk menurunkan
tekanan penduduk pada masa mendatang, pemerintah perlu bekerja keras agar
angka kelahiran dapat diturunkan, sejalan dengan HAM. Peringatan bahwa
Indonesia berpotensi menjadi negara gagal seyogianya dapat menginspirasi
pemerintah untuk memperbaiki arah pembangunan.
Sepatutnya, pembangunan ekonomi
dan politik dapat dilakukan secara paralel dengan pembangunan kependudukan
agar kesejahteraan masyarakat tak tergerus oleh tekanan penduduk. Adapun
tujuan akhir dari pembangunan kependudukan adalah penduduk stabil dengan
TFR sebesar 2,1. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar