"Rakyat akan memilih caleg
yang menebar uang sebab sudah jenuh, menganggap pemilu hanya
rutinitas"
KUALITAS anggota legislatif hasil Pemilu 2014, baik DPRD maupun DPR,
tak akan jauh berbeda dari hasil Pemilu 2009 bila sistemnya sama, yakni
proporsional terbuka. Kualitas hasil Pilpres 2014 pun akan sama karena para
capres yang muncul adalah tokoh lama alias daur ulang, belum ada calon
alternatif yang menonjol.
Pemilu dengan sistem proporsional terbuka menguntungkan mereka yang
punya kuasa, popularitas, dan uang. Mereka lebih mudah mendulang suara.
Siapa mereka? Mereka adalah para incumbent (petahana) yang akan maju lagi
sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2014, artis atau
pesohor, dan pengusaha.
Jumlah anggota DPR periode 2009-2014 adalah 560 orang, terbagi dalam
9 fraksi, yakni Fraksi Partai Demokrat (148 orang), Fraksi Partai Golkar
(106), Fraksi PDI Perjuangan (94), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (57),
Fraksi Partai Amanat Nasional (46), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan
(38), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (28), Fraksi Partai Gerindra (26),
dan Fraksi Partai Hanura (17).
Dari 560 anggota itu, 148 orang atau 26,4% adalah anggota periode
sebelumnya, 60 orang atau 10,71% pengusaha, 21 artis, dan lebih dari 200
wiraswasta (di dalamnya ada pengusaha). Dalam perjalanannya, jumlah artis
menyusut menjadi 18 setelah Rachel Maryam (Gerindra) mengundurkan diri,
Adjie Massaid meninggal dunia, dan Angelina Sondakh dipenjara.
Mengapa parpol masih menempatkan incumbent sebagai caleg? Selain
punya kuasa di DPP, mereka memiliki sumber daya uang, strategi pemenangan,
dan jaringan di daerah pemilihan. Mengapa juga mencalonkan pengusaha?
Mereka punya modal uang. Mengapa parpol-parpol mengusung artis atau
selebriti? Bermodal popularitas, mereka bisa menjadi pengumpul suara atau
vote getter.
Meski keberadaannya di DPR sering dipandang sebelah mata,
parpol-parpol tetap merekrut artis. Parpol-parpol bahkan sudah membina
mereka. Sebut saja Ikang Fawzi, Desy Ratnasari, Ashanti, bahkan Raffi
Ahmad, yang disebut-sebut sudah bergabung dengan PAN. Saat ini PAN memiliki
Primus Yustisio dan Eko Patrio di DPR, serta Wanda Hamidah, di DPRD DKI
Jakarta.
Golkar juga sudah membentuk ”Tim Pemburu Artis” yang diketuai Tantowi
Yahya. Artis yang diincar antara lain Artika Sari Dewi, Katon Bagaskara,
dan Ari Lasso. Selain Tantowi, Golkar memiliki Nurul Arifin dan Tetty Kadi
di DPR. Demokrat dikenal sebagai fraksi yang bertaburan artis. Selain Angie
dan Adjie, fraksi ini memiliki Theresia Pardede, Ingrid Kansil, Nurul
Qomar, Vena Melinda, dan Ruhut Sitompul di DPR.
Kualitas anggota DPR periode 2009-2014 pun relatif kurang baik di
mata publik. Banyak anggota tersandung korupsi, terbaru adalah anggota
Komisi I DPR Luthfi Hasan Ishaaq yang juga Presiden PKS.
Produktivitas DPR periode 2009-2014, bila paramaternya jumlah undang-undang
(UU) yang dihasilkan, juga rendah. Sepanjang 2012, DPR baru mengesahkan 30
UU. Namun mayoritas, yakni 20 merupakan UU kumulatif terbuka, seperti
perjanjian atau ratifikasi internasional, UU Anggaran, dan UU Pembentukan
Daerah Otonom Baru (12 UU). Hanya 10 UU yang masuk Prolegnas 2012. Jumlah
itu jauh di bawah target pemerintah dan DPR, yakni 69 RUU.
Kualitas Undang-Undang
Saat ini terdapat 33 RUU yang memasuki tahap pembicaraan tingkat I,
yakni pembahasan antara DPR dan pemerintah. Namun itu pun hanya 22 yang
merupakan prioritas 2012. Dua RUU lain yang tengah dibahas merupakan
tunggakan Prolegnas 2010 dan 9 sisanya Prolegnas 2011.
Tiap tahun jumlah UU yang disahkan selalu jauh di bawah target. Pada
2010 disepakati 70 RUU masuk Prolegnas, tetapi hanya 18 yang disahkan. Itu
pun hanya 8 yang merupakan RUU prioritas karena 10 lainnya RUU kumulatif
terbuka.
Tahun 2011, 70 RUU masuk daftar Prolegnas, terdiri atas 36 RUU
luncuran Prolegnas 2010 ditambah 34 RUU prioritas baru. Selain itu
ditetapkan 21 RUU luncuran pembahasan, yakni yang draf dan naskah
akademiknya sudah disiapkan sehingga tinggal dibahas pada 2011. Dari 91 RUU
itu, hanya 22 RUU disahkan menjadi UU, tetapi hanya 18 yang prioritas dan 4
lainnya RUU kumulatif terbuka.
Kualitas UU yang dihasilkan juga kerap dipertanyakan. Tak sedikit UU
yang diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Dari situs MK, sedikitnya
ada 11 UU produk DPR periode 2009-2014 diuji materi. Penulis memprediksi,
komposisi hasil Pemilu 2014 tak akan jauh berbeda dari hasil Pemilu 2009.
Incumbent atau anggota DPR 2009-2014 sekitar 26%, pengusaha sekitar 12%,
selebriti sekitar 25, dan selebihnya wiraswastawan (di dalamnya mungkin ada
pengusaha).
Dengan komposisi demikian kualitas DPR hasil Pemilu 2014 juga tak
akan berbeda dari hasil Pemilu 2009. Begitu pun jumlah anggota DPR yang
terjerat kasus korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) melansir sepanjang
2012 ada 44 kader parpol terjerat korupsi. Dari jumlah itu, 21 di antaranya
anggota dan mantan anggota DPR/DPRD. Ini belum termasuk Luthfi Hasan.
Mengapa ada anggota DPR terlibat korupsi? Salah satu sebabnya mereka
”kejar setoran” untuk mengembalikan modal. Untuk Pemilu 2014, modal yang
dibutuhkan tiap caleg Rp 2 miliar-Rp 3 miliar, lipat dua dari Pemilu 2009.
Maka, hanya mereka yang punya modal yang bisa berlaga. Begitu terpilih,
yang muncul kali pertama dalam benak mereka adalah bagaimana supaya bisa
cepat balik modal.
Melihat perilaku wakil rakyat yang cenderung korup, rakyat pun
pragmatis. Mereka akan memilih caleg yang menebar uang sebab rakyat sudah
jenuh, menganggap pemilu hanya rutinitas lima tahunan. Tanpa motif uang,
rakyat malas ke TPS. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar