PENANGKAPAN Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan
Ishaaq oleh KPK pada Rabu (30/1) mengagetkan khalayak. Keterlibatannya
dalam suap impor daging sapi itu telah menempatkan Luthfi sebagai
tersangka. Sebagai konsekuensinya, dia memilih mundur dari jabatan top
eksektif di parpol berlambang tangkai padi diapit dua bulan sabit itu (Jawa Pos, 1/2). Dia
kemarin digantikan oleh Anis Matta.
Lebih jauh lagi, kasus itu sangat mungkin akan menyeret
Mentan Suswono yang juga kader PKS meski KPK belum melebar ke sana. Tapi,
tak pelak, kasus terlah telah merusak reputasi PKS. Berbagai kritik pedas
mengarah kepada parpol dengan market share nasional hampir 8 persen itu.
Kini parpol peserta Pemilu 2014 dengan nomor urut tiga
itu harus berupaya memulihkan kembali reputasinya. Salah satu opsi yang
terbuka untuk ditempuh PKS adalah strategi amputasi. Realisasinya ialah
melepas beberapa kader yang memang terlibat tindakan rasuah tersebut.
Semangatnya adalah tindakan bersih-bersih di internal. Di dalam kajian
manajerial korporasi, ada lima pendekatan yang bisa dilakukan dalam
merestorasi reputasi (Thomsen & Rawson, 1998).
Reaksi Pengingkaran
Tindakan pertama adalah denial atau pengingkaran. Reaksi itu
dilakukan dengan tidak mengakui keterlibatan kader-kader PKS dalam kasus
suap. Tindakan tersebut jelas tidak produktif. Sebab, bukti-bukti yang
dimiliki KPK telah menguatkan keterlibatan kader-kader PKS. Pengingkaran
juga bisa dilakukan dengan victimage atau menyalahkan pihak lain,
mulai pihak perusahaan penyuap hingga KPK. Dalam hal ini, mungkin PKS akan
melakukan blunder dengan menyalahkan PT Indoguna
Utama.
Bisa juga dengan mencoba membatasi kerusakan hanya sampai
di Dirjen Peternakan, atau pejabat setingkat di Kementerian Perdagangan.
Tidak tertutup kemungkinan juga akan menarik keterlibatan Kantor Menko
Perekonomian yang turut bersalah dalam penetapan kuota impor daging.
Bahkan, bisa juga melebar ke Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Sebab, institusi tersebut berwenang melakukan verifikasi perusahaan
pengimpor sekaligus berwenang mengeluarkan rekomendasinya.
Secara teoretis, upaya itu memang akan bisa memulihkan
reputasi dengan pengandaian publik bisa menerima argumentasi PKS. Namun, di
banyak kasus kerusakan reputasi, tindakan pengingkaran hanya bakal membuat
PKS semakin terpuruk. Ujung-ujungnya justru akan mengakibatkan
produk-produk (kader-kader) PKS semakin diemohi publik (konsumen).
Menolak Tanggung Jawab
Tindakan kedua adalah evasion of responsibility atau
menolak pertanggungjawaban. Taktisnya ialah mencari pembenaran atas dugaan
suap sebagai jebakan politik dari parpol lain (kompetitor). Dengan begitu,
publik akan digiring kepada opini untuk menerima kasus suap itu semata-mata
sebuah penzaliman terhadap PKS.
Bisa juga dengan memberikan bukti-bukti lain yang
menempatkan kasus suap sebatas kesalahan administratif atau semacamnya.
Dengan begitu, kasus suap terkesan sekadar sebuah tindakan salah prosedur.
Dalihnya, setingkat presiden PKS pun tidak menyadari akan
adanya risiko dari kesalahan prosedur itu. Logika publik bakal dipermainkan
dengan prinsip dasar niat baik. Sebuah pengondisian terhadap seseorang yang
''terjebak'' berbuat buruk saat sedang mencoba kebaikan. Dengan begitu,
seseorang tidak akan lebih dianggap bersalah jika dibandingkan dengan orang
yang sejak awal berniat buruk. Upaya itu jika dilakukan kiranya tidak akan
efektif. Sebab, bukti-bukti rekaman antara Mentan dan Luthfi Hasan segera
mementahkan upaya tersebut.
Mengurangi Serangan
Tindakan ketiga adalah reducing the offensiviness of the act atau
mengurangi serangan yang berkaitan dengan kejadian. Misalnya, dilakukan
dengan memaknai kembali pribadi yang terlibat dengan nilai-nilai yang
menyenangkan publik (pekerja keras, berasal dari grass root, taat beribadah, gemar bederma, korban penzaliman).
Dapat juga dengan menambahkan informasi lain yang akan bisa mengubah
interpretasi publik terhadap kejadian. Mungkin saja ada informasi
tersembunyi (SMS, BBM, e-mail) yang
menyatakan bahwa serangan dimaksud hanya provokasi politis. Dengan begitu,
publik tidak lagi menganggap itu terlalu buruk. Bisa pula dilakukan dengan
menggiring isu dari kejadian spesifik ke isu global. Contohnya,
pembongkaran praktik-praktik kongkalikong yang lebih besar di DPR,
birokrat, bahkan istana.
Tindakan keempat adalah corrective action atau tindakan perbaikan.
Misalnya, berjanji akan memperbaiki tindakan yang dianggap salah.
Contahnya, mengembalikan semua uang suap. Juga dengan bersikap lebih
simpatik dan kooperatif. Wujudnya, antara lain, justru dengan
pernyataan-pernyataan dukungan terhadap KPK dan sepenuhnya akan bekerja
sama dalam penuntasan kasus. Namun, tujuan utamanya tetap untuk
menghindarkan kader-kader PKS dari konsekuensi masuk bui.
Tanggung Jawab, Minta Maaf
Tindakan kelima adalah mortification atau pertanggungjawaban dan
permintaan maaf setulusnya tanpa menyalahkan orang lain. Konkretnya ialah
bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan dan menyampaikan
permintaan maaf secara resmi.
Secara teori, nampaknya tinggal pendekatan kelima ini
yang bisa dan seyogianya dilakukan oleh PKS. Sebab, hanya langkah ini yang
berpotensi memperbaiki citra dan reputasi PKS. Khususnya jika memang masih
ingin memiliki elektabilitas tinggi di Pilpres 2014. Tindakan ini juga
lebih sehat, santun, dan manusiawi. Sebab, PKS sebagai partai agamis juga
tidak akan luput dari kesalahan-kesalahan para kadernya, juga pimpinannya.
Dengan begitu, publik akan bisa menerima itu lebih rasional.
Selain itu, tindakan ini sangat efisien. Sebab, ini tidak
menambah potensi kerusakan lain serta lebih mengedepankan sikap rendah
hati. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar