Sabtu, 02 Februari 2013

Membaca Reaksi dan Pemulihan PKS


Membaca Reaksi dan Pemulihan PKS
Flo K Sapto W ;  Praktisi Pemasaran, Dosen Tamu di Magister Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo
JAWA POS, 02 Februari 2013



PENANGKAPAN Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq oleh KPK pada Rabu (30/1) mengagetkan khalayak. Keterlibatannya dalam suap impor daging sapi itu telah menempatkan Luthfi sebagai tersangka. Sebagai konsekuensinya, dia memilih mundur dari jabatan top eksektif di parpol berlambang tangkai padi diapit dua bulan sabit itu (Jawa Pos, 1/2). Dia kemarin digantikan oleh Anis Matta. 

Lebih jauh lagi, kasus itu sangat mungkin akan menyeret Mentan Suswono yang juga kader PKS meski KPK belum melebar ke sana. Tapi, tak pelak, kasus terlah telah merusak reputasi PKS. Berbagai kritik pedas mengarah kepada parpol dengan market share nasional hampir 8 persen itu. 

Kini parpol peserta Pemilu 2014 dengan nomor urut tiga itu harus berupaya memulihkan kembali reputasinya. Salah satu opsi yang terbuka untuk ditempuh PKS adalah strategi amputasi. Realisasinya ialah melepas beberapa kader yang memang terlibat tindakan rasuah tersebut. Semangatnya adalah tindakan bersih-bersih di internal. Di dalam kajian manajerial korporasi, ada lima pendekatan yang bisa dilakukan dalam merestorasi reputasi (Thomsen & Rawson, 1998). 

Reaksi Pengingkaran 

Tindakan pertama adalah denial atau pengingkaran. Reaksi itu dilakukan dengan tidak mengakui keterlibatan kader-kader PKS dalam kasus suap. Tindakan tersebut jelas tidak produktif. Sebab, bukti-bukti yang dimiliki KPK telah menguatkan keterlibatan kader-kader PKS. Pengingkaran juga bisa dilakukan dengan victimage atau menyalahkan pihak lain, mulai pihak perusahaan penyuap hingga KPK. Dalam hal ini, mungkin PKS akan melakukan blunder dengan menyalahkan PT Indoguna Utama. 

Bisa juga dengan mencoba membatasi kerusakan hanya sampai di Dirjen Peternakan, atau pejabat setingkat di Kementerian Perdagangan. Tidak tertutup kemungkinan juga akan menarik keterlibatan Kantor Menko Perekonomian yang turut bersalah dalam penetapan kuota impor daging. Bahkan, bisa juga melebar ke Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Sebab, institusi tersebut berwenang melakukan verifikasi perusahaan pengimpor sekaligus berwenang mengeluarkan rekomendasinya.

Secara teoretis, upaya itu memang akan bisa memulihkan reputasi dengan pengandaian publik bisa menerima argumentasi PKS. Namun, di banyak kasus kerusakan reputasi, tindakan pengingkaran hanya bakal membuat PKS semakin terpuruk. Ujung-ujungnya justru akan mengakibatkan produk-produk (kader-kader) PKS semakin diemohi publik (konsumen). 

Menolak Tanggung Jawab 

Tindakan kedua adalah evasion of responsibility atau menolak pertanggungjawaban. Taktisnya ialah mencari pembenaran atas dugaan suap sebagai jebakan politik dari parpol lain (kompetitor). Dengan begitu, publik akan digiring kepada opini untuk menerima kasus suap itu semata-mata sebuah penzaliman terhadap PKS. 

Bisa juga dengan memberikan bukti-bukti lain yang menempatkan kasus suap sebatas kesalahan administratif atau semacamnya. Dengan begitu, kasus suap terkesan sekadar sebuah tindakan salah prosedur.

Dalihnya, setingkat presiden PKS pun tidak menyadari akan adanya risiko dari kesalahan prosedur itu. Logika publik bakal dipermainkan dengan prinsip dasar niat baik. Sebuah pengondisian terhadap seseorang yang ''terjebak'' berbuat buruk saat sedang mencoba kebaikan. Dengan begitu, seseorang tidak akan lebih dianggap bersalah jika dibandingkan dengan orang yang sejak awal berniat buruk. Upaya itu jika dilakukan kiranya tidak akan efektif. Sebab, bukti-bukti rekaman antara Mentan dan Luthfi Hasan segera mementahkan upaya tersebut. 

Mengurangi Serangan 

Tindakan ketiga adalah reducing the offensiviness of the act atau mengurangi serangan yang berkaitan dengan kejadian. Misalnya, dilakukan dengan memaknai kembali pribadi yang terlibat dengan nilai-nilai yang menyenangkan publik (pekerja keras, berasal dari grass root, taat beribadah, gemar bederma, korban penzaliman). Dapat juga dengan menambahkan informasi lain yang akan bisa mengubah interpretasi publik terhadap kejadian. Mungkin saja ada informasi tersembunyi (SMS, BBM, e-mail) yang menyatakan bahwa serangan dimaksud hanya provokasi politis. Dengan begitu, publik tidak lagi menganggap itu terlalu buruk. Bisa pula dilakukan dengan menggiring isu dari kejadian spesifik ke isu global. Contohnya, pembongkaran praktik-praktik kongkalikong yang lebih besar di DPR, birokrat, bahkan istana. 

Tindakan keempat adalah corrective action atau tindakan perbaikan. Misalnya, berjanji akan memperbaiki tindakan yang dianggap salah. Contahnya, mengembalikan semua uang suap. Juga dengan bersikap lebih simpatik dan kooperatif. Wujudnya, antara lain, justru dengan pernyataan-pernyataan dukungan terhadap KPK dan sepenuhnya akan bekerja sama dalam penuntasan kasus. Namun, tujuan utamanya tetap untuk menghindarkan kader-kader PKS dari konsekuensi masuk bui. 

Tanggung Jawab, Minta Maaf 

Tindakan kelima adalah mortification atau pertanggungjawaban dan permintaan maaf setulusnya tanpa menyalahkan orang lain. Konkretnya ialah bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan dan menyampaikan permintaan maaf secara resmi. 

Secara teori, nampaknya tinggal pendekatan kelima ini yang bisa dan seyogianya dilakukan oleh PKS. Sebab, hanya langkah ini yang berpotensi memperbaiki citra dan reputasi PKS. Khususnya jika memang masih ingin memiliki elektabilitas tinggi di Pilpres 2014. Tindakan ini juga lebih sehat, santun, dan manusiawi. Sebab, PKS sebagai partai agamis juga tidak akan luput dari kesalahan-kesalahan para kadernya, juga pimpinannya. Dengan begitu, publik akan bisa menerima itu lebih rasional. 

Selain itu, tindakan ini sangat efisien. Sebab, ini tidak menambah potensi kerusakan lain serta lebih mengedepankan sikap rendah hati.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar