Senin, 04 Februari 2013

E-KTP dan Registrasi Penduduk


E-KTP dan Registrasi Penduduk
Razali Ritonga ;   Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan 
Badan Pusat Statistik
KOMPAS, 04 Februari 2013



Di tengah karut-marut penyelesaian kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP, pemerintah berencana membuat basis data kependudukan.
E-KTP memang memuat sejumlah karakteristik kependudukan secara lengkap. Mulai dari tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, agama, status perkawinan, pekerjaan, hingga alamat rumah. Dengan demikian, basis data e-KTP memang dapat mengisi kekurangan data kependudukan di Tanah Air. Namun, dari sisi kelengkapan persyaratan data kependudukan, basis data e-KTP belum lengkap karena hanya mencakup penduduk usia 17 tahun ke atas.
Basis data kependudukan yang lengkap mensyaratkan cakupan seluruh penduduk dan memuat dinamika penduduk minimal pada tiga aspek penting: kelahiran, kematian, dan perpindahan. Maka agar layak menjadi data kependudukan, pemerintah dapat memperluas cakupan e-KTP dengan registrasi penduduk.
Sungguh ironis, setelah 67 tahun merdeka, Indonesia hingga kini belum memiliki data kependudukan lengkap dan akurat. Padahal, pemerintah telah membentuk Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Sasaran Meleset
Ketidaklengkapan data kependudukan membuat perencanaan pembangunan umumnya bersandarkan pada hasil sensus dan survei. Padahal, data sensus dan survei lemah, terutama dalam dimensi waktu. Terjadi perbedaan antara data dikumpulkan dan data digunakan. Maka, kurang efektifnya pembangunan selama ini boleh jadi akibat lemahnya perencanaan karena datanya tidak tepat waktu (timeliness).
Secara faktual, minimnya data kependudukan terjadi di banyak negara berkembang. Fakta ini mengemuka dalam pertemuan tingkat tinggi untuk membahas registrasi penduduk yang diadakan di Bangkok, Thailand, 11-12 Desember 2012, dihadiri delegasi dari 48 negara Asia Pasifik (termasuk Indonesia).
Terungkap dalam pertemuan itu bahwa absennya registrasi penduduk menjadi faktor kurang efektif dan efisiennya pelaksanaan pembangunan suatu negara. Data yang tidak aktual membuat program meleset dari sasaran. Pembangunan juga jadi kurang efisien karena setiap kali merencanakan program, pemerintah harus mendata dulu.
Kurang tepatnya sasaran pembangunan telah berdampak pada munculnya sejumlah konflik pada sebagian penduduk yang terpinggirkan.
Kurang efektif dan efisiennya program pembangunan ini bertentangan dengan upaya penegakan hak asasi manusia karena tidak seluruh penduduk tercakup dalam perencanaan program. Laporan Badan PBB untuk Anak-anak (UNICEF) (2012) menyebutkan bahwa lebih dari 51 juta anak dunia tidak terdaftar kelahirannya dan tidak memiliki akta kelahiran. Akibatnya, mereka memiliki akses yang sangat terbatas terhadap layanan dasar, rentan dieksploitasi terutama menjadi pekerja anak, dan cenderung melangsungkan perkawinan dini. Ketidaktahuan usia anak pada kasus kriminal membuat mereka kerap diadili dalam pengadilan orang dewasa.
Atas dasar itu, pencatatan penduduk untuk menjamin hak warga negara bisa sekaligus dalam satu paket, yakni untuk keperluan pembuatan bukti diri dan perencanaan pembangunan melalui registrasi penduduk.
Kegiatan Satu Paket
Dengan kegiatan satu paket, bukti diri berupa e-KTP dan atau kartu keluarga dapat digunakan untuk mengakses program berdasarkan hasil registrasi penduduk. Pengalaman menunjukkan, penduduk miskin tanpa bukti diri kesulitan mengakses program kesehatan yang disediakan pemerintah.
Pelaksanaan registrasi penduduk dapat dilakukan saat proses pembuatan e-KTP atau pasca- pembuatan e-KTP. Caranya adalah dengan memverifikasi semua anggota keluarga yang tercantum dalam kartu keluarga dan menambahkan sejumlah keterangan kependudukan, seperti lahir, mati, dan pindah.
Agar data registrasi selalu terbarui, pihak kelurahan perlu secara aktif mencatat setiap perubahan penduduknya. Namun, tanpa kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, upaya untuk menuntaskan e-KTP dan keinginan memiliki basis data kependudukan yang akurat tidak akan tercapai.
Kerja sama kedua pilar tersebut—pemerintah dan masyarakat—bahkan harus berjalan sepanjang waktu agar basis data kependudukan selalu akurat dan terbarukan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar