”Seluruh”
bukan Jodoh Bilangan Pamusuk Eneste ; Pengajar di Teknik Grafika dan
Penerbitan PNJ Depok |
KOMPAS,
06 April
2021
Kita terkadang menggunakan kata tertentu yang sudah
mencakup makna kata yang mengikutinya. Kita merasa tidak mantap jika hanya memakai satu kata. Akibatnya,
timbullah kata-kata mubazir seperti agar supaya, maksud dan
tujuan, naik ke atas, dan turun ke
bawah. Tidaklah mengherankan bila masih ada
wartawan yang menulis kalimat
(1) “Seluruh 189 penumpang dan awaknya
meninggal”. Kalimat itu
muncul guna merekam
kecelakaan pesawat Lion Air JT
610 dalam penerbangan
Jakarta-Pangkal Pinang, 29 Oktober
2018. Berapa orang yang meninggal dalam kecelakaan pesawat naas itu?
Jawabannya 189 orang, terdiri dari para
penumpang dan awak pesawat. Dari media cetak kita
ketahui, ke-189 orang itu terdiri
dari 181 penumpang dan 8 awak pesawat. Rupanya si penulis
kalimat belum yakin bahwa
kata seluruh --yang berarti ‘semua’ dan ‘segenap’--sudah mencakup
“189”. Lalu terjadilah
duplikasi itu: kata seluruh disandingkan dengan bilangan 189. Kalimat (1)
sebetulnya bisa saja kita ubah
menjadi tiga versi: (1a) “Seluruh penumpang dan awaknya meninggal”,
(1b) “Seluruh penumpang dan
awaknya (total 189) meninggal”, dan
(1c) “189 penumpang dan awaknya meninggal”. Pada kalimat (1a) memang
tidak disebutkan jumlah penumpang dan awaknya. Pendeknya, “seluruh penumpang
dan awaknya meninggal”. Terserah berapa pun! Pada kalimat (1b) disebut jumlah
penumpang dan awak yang meninggal -- meskipun diselipkan di dalam kurung.
Pada kalimat (1c) disebut dengan jelas jumlah penumpang dan awak pesawat yang
meninggal. Ada sedikit catatan di sini. Meski
gramatikal, kalimat (1c) biasanya ditabukan dalam bahasa Indonesia karena
diawali dengan bilangan. Jadi, kita
cukup menggunakan kalimat (1a) atau (1b). Kalimat (1) mirip dengan kalimat (2) “Seluruh 259 penumpang pesawat Pan Am 103
yang meledak di Lockerbie tewas”. Peristiwa ini terjadi pada 21 Desember 1988
di atas Lockerbie, Skotlandia, dalam penerbangan dari London, Inggris, ke New York, Amerika Serikat. Kata seluruh pada kalimat ini mubazir
karena diikuti bilangan 259. Kalau
mau dikoreksi, kalimat (2) bisa ditulis dengan dua cara. (2a) “Seluruh
penumpang pesawat Pan Am 103 yang meledak di Lockerbie tewas”. Kalimat ini
memakai kata seluruh, tetapi
tanpa menyebut jumlah penumpang
secara tersurat. Namun, ada “kelemahan” kalimat ini: pembaca tidak tahu berapa jumlah penumpang yang tewas itu. Kalimat yang sama bisa juga
kita tuliskan menjadi (2b) “259 penumpang pesawat Pan Am 103 yang meledak
di Lockerbie tewas” . Pada kalimat ini disebutkan dengan jelas jumlah
penumpang yang tewas, tetapi tanpa menggunakan seluruh. Karena tidak boleh diawali dengan bilangan, kalimat ini bisa kita tulis menjadi (2c) “Pesawat Pan Am 103 yang meledak di
Lockerbie menewaskan 259 penumpang”. Masih ada satu kalimat yang mirip dengan pola kalimat (1)
dan (2), yaitu kalimat (3) “Dukun dari
Ekuador meninjau seluruh 12 stadion yang menjadi tempat pertandingan Piala
Dunia 2006 di Jerman”. Seperti kalimat (1) dan (2), pada kalimat (3) pun
muncul kata seluruh yang berdampingan dengan
bilangan (12). Kata seluruh pada kalimat (3) mubazir. Jadi,
bisa kita hilangkan sehingga menjadi
(3a): “Dukun dari Ekuador meninjau
12 stadion yang menjadi tempat
pertandingan Piala Dunia 2006 di Jerman”. Tentu saja kata seluruh tetap bisa kita gunakan,
tetapi tanpa menyertakan bilangan 12.
Dengan demikian, kalimat itu menjadi (3b)
“Dukun dari Ekuador meninjau seluruh stadion yang menjadi tempat pertandingan
Piala Dunia 2006 di Jerman”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kata seluruh tidak bisa diikuti bilangan. Kita harus memilih salah
satu. Jika kita menggunakan seluruh,
bilangan tak perlu disebutkan. Sebaliknya,
bila kita memakai bilangan, kata seluruh tak perlu dituliskan. Seluruh
bukan jodoh bilangan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar