Fragmentasi
Pendidikan Vokasi Indonesia AM Lilik Agung ; Alumnus Sekolah Vokasi UGM; Mitra Pengelola Galeri HC,
Lembaga Pengembangan SDM |
KOMPAS,
31 Maret
2021
Pendidikan vokasi, tulis Dirjen Pendidikan
Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto, merupakan pendidikan yang menitikberatkan
pada penguasaan keahlian atau keterampilan terapan tertentu. Penyelenggaraan
pendidikan vokasi agar memiliki kedekatan dengan dunia usaha dan dunia industri
(DUDI) dengan konsep link and match atau taut-suai. Masih menurut Wikan Sakarinto, konsep link
and match pendidikan vokasi seyogianya bertaut-suai secara internal dahulu
sebelum bertaut-suai dengan pihak eksternal. Untuk menata dan menyinergikan
penyelenggaraan pendidikan vokasi yang selama ini tersebar dan
terfragmentasi, perlu adanya proses defragmentasi untuk merapikan dan
menyatukan arah gerak bersama dalam rangka penguatan internal untuk
menaut-suaikan vokasi dengan DUDI, baik lokal, nasional, maupun internasional
(Kompas, 1/3/2021). Taut-Suai Di kota Bogor berdiri sekolah kejuruan
jurusan grafika (SMK grafika). Sekolah ini berdiri pada 1 Januari 1969.
Tujuan berdirinya sekolah ialah untuk membantu pelayanan lembaga keagamaan
dalam bentuk aneka percetakan. Dalam perkembangannya, SMK grafika ini juga
melayani kelompok penerbit buku ternama. Buku-buku dengan kualitas tinggi dihasilkan
dari kolaborasi para peserta didik dengan pekerja profesional yang bekerja di
bawah yayasan sekolah bersangkutan. Konsep taut-suai yang diperkenalkan oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro dan Menteri Tenaga
Kerja Abdul Latief pada era 1990-an jauh-jauh hari sudah dipraktikkan oleh
SMK ini. Pada kantor pusat Astra Internasional di
kawasan Sunter Jakarta Utara beroperasi Politeknik Manufaktur Astra (Polman
Astra). Sejarah Polman Astra dimulai pada tahun 1995 ketika PT Astra Honda
Motor mendirikan Akademi Teknik Federal untuk memberikan solusi akan
kebutuhan tenaga kerja yang andal dan terampil, terutama di bidang industri
sepeda motor. Seiring dengan perkembangan dan
menyelaraskan dengan kebutuhan bisnis, Akademi Teknik Federal menjadi Polman
Astra. Hari ini Polman Astra menyelenggarakan enam program vokasi, yakni
seluruh program itu bertaut-suai dengan bisnis kelompok Astra Internasional.
Sejak tahun 2009, Polman menyediakan beasiswa bagi siswa berprestasi mencakup
35 persen dari jumlah mahasiswa yang direkrut dari seluruh Indonesia. Secara hitung-hitungan, 65 persen mahasiswa
Polman Astra yang membayar biaya pendidikan, tidak menutup biaya operasional
secara keseluruhan. Alhasil, miliaran rupiah digelontorkan Astra
Internasional setiap tahun untuk membiayai operasional Polman Astra. Apakah
Astra International rugi dengan subsidi ini? Ternyata tidak. Karena semua
lulusan dari Polman Astra diserap oleh anak-anak usaha Astra sesuai dengan
jurusan mahasiswanya. Praktik taut-suai berlangsung dengan
paripurna. Mahasiswa tidak melulu belajar pada bangku-bangku kelas. Justru
lebih banyak praktik langsung di lapangan. Astra International dengan
berbagai unit usahanya menyediakan praktik terbaik untuk mahasiswa Polman
Astra. Konsep sekolah vokasi, yakni peserta didik
ketika lulus sudah menguasai keahlian atau keterampilan, berjalan dengan baik
di Polman Astra. Alhasil, ketika mereka lulus, bisa langsung bekerja pada
berbagai unit usaha Astra International atau perusahaan lain. Astra
International maupun perusahaan lain mendapat karyawan yang siap bekerja,
bukan siap dididik. Fragmentasi Sebagai Dirjen yang berpengalaman menangani
pendidikan vokasi di Universitas Gadjah Mada, tentu Wikan Sakarinto memiliki
pemahaman utuh tentang terfragmentasinya pendidikan vokasi. Defragmentasi
internal yang sekarang sedang dilakukan Wikan untuk konsolidasi dan penguatan
internal baik adanya. Meski demikian, ketika bertaut-suai dengan
DUDI, justru yang perlu dilakukan adalah fragmentasi. Insentif perpajakan
bagi DUDI yang berpartisipasi ikut mengembangkan pendidikan vokasi memang
memberi nilai tambah bagi DUDI. Termasuk juga DUDI yang mendirikan
laboratorium (gedung) pada pendidikan vokasi dan nama laboratorium (gedung)
itu sesuai dengan nama DUDI. Namun, untuk terjadi taut-suai belum optimal
adanya. Ada dua model utama taut-suai pendidikan
vokasi. Pertama, model SMK grafika. Lahirnya SMK grafika di Bogor adalah
untuk memenuhi kebutuhan kelompok keagamaan dalam hal cetak-mencetak buku. Dalam perkembangannya, SMK grafika ini
melayani penerbit-penerbit mayor dengan kualitas sama dengan percetakan
penerbit mayor. Taut-suai tercipta. Ada kebutuhan lokalitas dan pendidikan vokasi
didirikan. Bahkan, karena hasil karya sekolah vokasi ini memiliki kualitas
prima, alhasil DUDI dari berbagai kota/daerah lain memakai hasil karyanya. Banyak terjadi pendidikan vokasi tidak
nyambung dengan kondisi setempat. Semisal, mendirikan sekolah vokasi jurusan
mesin otomotif, tetapi pada daerah tersebut tidak ada industri otomotif.
Alhasil, sistem pembelajaran lebih banyak di bangku kelas. Peserta didik
benar-benar praktik pada saat kerja praktik saja di mana durasi waktu hanya
berbilang minggu atau bulan. Konsep taut-suai tidak berjalan dengan optimal. Kedua, model Polman Astra. Sekolah (kampus)
Polman Astra benar-benar berada di jantung industri. Selain kampus
menyediakan laboratorium lengkap untuk praktik, para mahasiswa juga bisa
langsung praktik pada berbagai unit usaha Astra yang tersebar di sekitar
kampus Polman Astra. Belajar dari Polman Astra, fragmentasi sekolah (kampus)
menjadi pilihan terbaik. Sumatera Utara sudah sejak zaman Belanda
menjadi kawasan industri perkebunan sawit. Perusahaan perkebunan baik yang
dikelola swasta ataupun BUMN bertebaran di Sumatera Utara. Menjadi produktif
apabila Universitas Sumatera Utara membuka pendidikan vokasi jurusan
perkebunan tidak berlokasi di Medan, tetapi langsung di tengah kebun. Pengelolaan pendidikan vokasi tetap di
tangan Universitas Sumatera Utara. Perusahaan perkebunan memberi berbagai
fasilitas laboratorium, tempat praktik, hingga tenaga pendidik yang ahli di
bidang perkebunan. Ada tiga keuntungan pendidikan vokasi
apabila langsung mendirikan sekolah (kampus) di tengah industri, apa pun
jenis industrinya. Pertama, memperoleh tempat praktik bahkan tenaga pendidik
yang ahli di bidangnya sehingga begitu lulus, peserta didik memiliki keahlian
seperti yang dipelajari. Kedua, taut-tuai berjalan dengan optimal.
DUDI memerlukan tenaga terampil, pendidikan vokasi menyediakan. Ketiga,
pengembangan keilmuan terapan, dari jenjang sarjana terapan (D-IV), magister
terapan hingga doktor terapan memperoleh tempat dan iklim yang tepat. Dari pelosok Rantau Prapat Sumatera Utara,
Bonar tetap bisa melanjutkan sekolahnya di SMK perkebunan karena masih bisa
membantu orangtuanya di ladang. Bahkan, kelak Bonar dapat meneruskan
bersekolah hingga bergelar doktor terapan perkebunan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar