Dinamika
Global Vaksin Covid-19 Beginda Pakpahan ; Analis Politik dan Ekonomi Global
dengan PhD dari University of Edinburgh, UK |
KOMPAS,
01 April
2021
Pada Maret 2021, pandemi Covid-19 genap
setahun hadir di seluruh dunia. Penemuan vaksin Covid-19 oleh pelbagai negara
menjadi upaya penting dalam membawa dunia keluar dari pandemi. Namun, situasi
tersebut memunculkan pelbagai dinamika global terkini terkait vaksin
Covid-19. Pertama, pengamanan mayoritas pasokan
vaksin oleh negara-negara maju untuk mewujudkan kekebalan komunitas di
wilayah masing-masing telah mengakibatkan akses setara bagi negara-negara
berkembang dan tertinggal sulit direalisasikan dalam waktu dekat. Contohnya, Uni Eropa (UE) mendorong
pelbagai perusahaan farmasi yang berproduksi di wilayah UE dan telah memiliki
kontrak pasokan dengan UE memprioritaskan pasokan vaksin ke negara-negara UE
dan mengontrol secara ketat ekspor vaksin ke luar wilayahnya. Sementara itu, menurut Sekjen PBB Antonio
Guterres, lebih dari 130 negara berkembang/tertinggal masih berjuang
mendapatkan akses terhadap vaksin Covid-19 bagi warganya. Absennya titik temu antara negara-negara
anggota Organisasi Perdagangan Dunia terkait pelonggaran atas perjanjian Hak
Kekayaan Intelektual (TRIPS) untuk produksi vaksin Covid-19 dan isu kesehatan
global lainnya mengakibatkan penanggulangan Covid-19 di negara berkembang dan
tertinggal menjadi rumit dan tidak jelas. Diplomasi
vaksin Kedua, belum terpenuhinya pasokan vaksin
bagi mayoritas negara berkembang/tertinggal memicu diplomasi vaksin dari
negara produsen vaksin kepada negara-negara berkembang/tertinggal dan
peningkatan persaingan pengaruh antar negara besar, khususnya dalam pasokan
dan produksi vaksin. Penurunan ekonomi dan pelemahan kerja sama
dunia yang memperlambat dukungan komunitas internasional atas pasokan vaksin
bagi negara berkembang/tertinggal adalah dinamika global ketiga. Resesi
ekonomi membuat semua negara berupaya menyelamatkan diri masing-masing dari
krisis ekonomi domestik. Komitmen dan kesepakatan di pelbagai forum
global seperti G-20 terkait penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi global
masih belum nyata terealisasi. Akibatnya, kerja sama bilateral dan regional
lebih mengemuka, sesuai kepentingan dari masing-masing negara atau kelompok
negara. Meningkatnya nasionalisme vaksin di
negara-negara maju mengakibatkan China, India, dan Rusia melakukan diplomasi
vaksin Covid-19 ke negara-negara berkembang/tertinggal. Diplomasi vaksin adalah pelaksanaan
kekuatan halus (soft power) dalam rangka memperluas pengaruh mereka dan
meningkatkan kerja sama politik, ekonomi, dan investasi dengan negara
berkembang/tertinggal sekarang dan ke depan. China melakukannya pada negara-negara berkembang/tertinggal
yang berlokasi atau dilewati proyek Inisiatif Sabuk dan Jalan (The Belt and
Road Initiative) yang diinisiasinya, seperti Uni Emirate Arab, Pakistan, Sri
Lanka, dan Turki. India menarget negara-negara tetangga di
Asia Selatan, seperti Bangladesh, Bhutan, Sri Lanka, Maladewa, Myanmar, dan
Nepal. Rusia memfokuskan diplomasi vaksin ke Uzbekhistan, Kazaksthan, dan
negara-negara Eropa Timur dan Asia Tengah. Belakangan, para pemimpin Amerika Serikat
(Joe Biden), Australia (Scott Morrison), Jepang (Yoshihide Suga), dan India
(Narendra Modi) yang tergabung dalam The Quadrilateral Security Dialogue
(Quad) —yang sebelumnya bertemu secara virtual pertama kali di Konferensi
Tingkat Tinggi the Quad 12 Maret 2021—, juga sepakat untuk memproduksi vaksin
Covid-19 dan memasoknya bagi negara-negara di kawasan Indo-Pasifik pada 2022. Mereka juga akan bekerja sama dengan
organisasi internasional, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan COVAX
(Covid-19 Vaccines Global Access, inisiatif kerja sama internasional yang
bertujuan membuka akses setara terhadap vaksin-vaksin Covid-19). Diplomasi vaksin berbagai negara besar
produsen vaksin Covid-9 itu sampai batas tertentu mampu mengisi kekosongan
pasokan vaksin Covid-19 ke negara-negara berkembang/tertinggal. Menariknya, negara-negara
berkembang/tertinggal yang menjadi target diplomasi vaksin berupaya menjaga
keseimbangan dan tak mau terjebak dalam persaingan negara-negara besar,
dengan cara menjaga agar pasokan vaksin ke pasar domestiknya lebih beragam
dan bervariatif asalnya. Seluruh dinamika global di atas
mencerminkan semakin dalamnya ketimpangan pembangunan dan ekonomi global. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar