Manusia
Samuel Mulia ; Penulis Kolom PARODI Kompas
Minggu
|
KOMPAS, 02 April 2017
Pada suatu hari saya bertanya kepada teman yang seorang
pramugari, apakah ia tak takut dengan turbulensi. Karena saya ini takutnya
setengah mati dan tak bisa membayangkan bagaimana mereka bisa melayang-layang
tanpa ketakutan. "Oh... enggak, Mas. Saya paling takut sama penumpang.
Orang itu bisa begitu menakutkan."
Galak dan menakutkan
Pembicaraan itu kemudian berlanjut dengan agenda memberi
penjelasan detail apa yang dimaksud dengan takut dengan penumpang alias
manusia. Saya tak perlu menjelaskan ceritanya, tetapi harus saya akui selesai
mendengar penjelasannya itu, saya tak pernah membayangkan bahwa yang namanya
manusia itu bisa sesadis itu.
Salah satu staf saya, gadis milenial, tinggi, cantik, dan
manis, pada suatu sore mengatakan begini. "Aku ini galak, Mas. Tetapi di
rumah, ibu dan kakakku lebih galak lagi. Aku yang galak ini aja kalah,
Mas." Saya tertawa terbahak, kemudian saya jadi teringat cerita teman saya
yang pramugari itu.
Kedua cerita ini yang menjadi pencetus kepala saya
bertanya seperti biasa. Mengapa ada manusia bisa menjadi begitu baiknya,
sabarnya, tetapi ada yang bisa menjadi begitu menakutkan bagi sesamanya? Pada
hari Minggu ini, saya akan memilih untuk bertanya-tanya soal manusia yang
bisa menakutkan ketimbang memilih yang baik seperti malaikat.
Apakah orang yang mampu menakutkan orang lain, yang bisa
menjadi begitu galaknya kepada sesama, memang pada dasarnya diciptakan untuk
tujuan itu? Atau apakah seseorang bisa menjadi demikian menakutkan dan
galaknya karena sejujurnya itu hanya sebagai bentuk pertahanan dari rasa
takutnya sendiri?
Rasa takut kalau ia tidak dianggap berwibawa, misalnya.
Atau apakah sifat-sifat yang demikian itu akibat dari sebuah perjalanan hidup
yang menyakitkan sehingga ia terbentuk menjadi demikian?
Menakutkan atau galak adalah predikat yang diberikan orang
lain karena pengalaman orang lain tersebut dengan yang menakutkan dan galak
itu. Namun, apakah orang yang menakutkan dan galaknya luar biasa itu
menyadari kalau mereka itu menakutkan dan galak? Kalau tak disadari, mungkin
yaa. mau diapakan lagi.
Namun, kalau dipikir-pikir, apakah mungkin mereka tak
menyadarinya? Kalau ternyata mereka menyadari bahwa mereka itu menakutkan dan
galak, mengapa mereka tak memiliki keinginan untuk menjadi orang yang tidak
menakutkan dan yang tidak galak?
Siapa tahu
Apakah mereka takut untuk menjadi orang baik dan
menyenangkan karena perilaku yang demikian itu dianggap rentan untuk dijajah
dan diinjak-injak? Apakah tabiat menakutkan dan galak itu dipersepsi sama
dengan sebuah bentuk kejantanan, keberanian, kewibawaan, sebuah perilaku yang
menunjukkan seseorang itu adalah pemimpin, sebuah perilaku yang tegas?
Apakah mereka tak lelah menjadi galak dan menakutkan sama
seperti tak lelahnya orang berbuat baik dan sabar? Apakah ternyata melihat
orang bisa ketakutan itu sebuah bentuk kepuasan tersendiri? Seperti orang
yang memiliki kecenderungan sado-masochism?
Apakah berbuat baik, sabar, menyenangkan sesama, tidak
galak, tidak menakutkan itu sebuah perilaku yang kurang jantan? Kurang ada
wibawanya? Apakah berbuat baik itu sebuah perilaku yang menunjukkan sebuah
kelemahan dan akan memberi peluang orang lain dengan mudah menjajah atau menginjak-injak?
Apalagi dunia ini katanya kejam, tidak bersahabat,
persaingannya pun supertajam. Apakah dunia yang semacam itu harus dihadapi
dengan sebuah solusi menjadi sosok yang menakutkan sesamanya agar monopoli
bisa dilakukan?
Dan kalau sudah bisa memonopoli, maka hidup menjadi tenang
karena tak ada lagi yang mengancam? Apakah kemudian rasa menguasai timbul dan
itu super menyenangkan sehingga dengan demikian keinginan berbuat tidak
menakutkan dan tidak galak itu tidak lagi perlu dipikirkan, karena belum tentu
hal itu bisa memberi kepuasan. Begitukah?
Nah, kalau sekarang saya bertanya kepada Anda yang
termasuk kategori menakutkan dan galak, apakah Anda masih memiliki keinginan
untuk berbuat baik dan sabar? Nah, di tengah keadaan yang beginilah, nurani
saya paling cepat menyambar untuk mengambil kesempatan
"Mas, jangan yang galak dan menakutkan aja dong yang
ditanya gitu. Gak adil. Masak mereka aja yang ditanya punya keinginan berbuat
baik dan sabar. Coba tanya sama yang baik dan sabar, apakah mereka sesungguhnya
punya keinginan untuk berbuat galak dan menakutkan?
Mereka memang menakutkan dan galak, tetapi hati manusia
siapa yang tahu. Siapa coba yang tahu dalam hatinya orang yang baik dan
sabar. Siapa tahu mereka kadang iri sama kita kok kita ini bisa menakutkan
dan galak. Ya, kan, Mas?" ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar