Rabu, 05 April 2017

Kotak Pandora Proyek E-KTP

Kotak Pandora Proyek E-KTP
Agus Sunaryanto  ;   Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW)
                                                  KORAN SINDO, 30 Maret 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Sidang dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik (e-KTP) kini memasuki tahap pembuktian dan pemeriksaan saksi. Berbagai informasi menarik mulai terungkap, seperti mantan sekjen Kemendagri yang mengaku menerima sejumlah uang hingga kesaksian mengejutkan Miryam Haryani yang mencabut berita acara pemeriksaan (BAP). Di sisi lain, KPK menetapkan salah satu tokoh kunci dari pihak swasta yaitu Andi Narogong se - bagai tersangka baru. Masyarakat sepertinya ha - rus bersabar menanti episode lanjutan KPK dalam mem - bongkar kotak pandora e-KTP yang menimbulkan kerugian negara sekitar Rp2,3 triliun ini.

Pertaruhan juga bagi KPK untuk membuktikan keterlibatan nama-nama besar seperti mantan menteri termasuk elit parpol yang tercantum dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Seperti yang sudah-sudah, setiap kali KPK menangani kasus yang menarik perhatian publik khususnya keterlibatan politisi, reaksi negatif muncul dari Senayan. Bah kan sempat muncul wacana hak angket yang digulirkan salah satu pimpinan DPR. Sinyalemen keterlibatan politisi dalam kasus e-KTP memang begitu terasa aromanya, paling tidak terdeteksi dari beberapa indikasi.

Pertama, lebih dari 20 politisi DPR yang telah dipanggil untuk dimintai keterangan oleh KPK selama proses penyidikan. Kedua, adanya pengembalian uang proyek sekitar Rp250 miliar di mana Rp30 miliar merupakan pe - ngembalian dari sejumlah politisi. Dan ketiga, pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo se - belum persidangan tentang adanya nama-nama besar da - lam perkara e-KTP, dan ini ter - konfirmasi dalam pembacaan dakwaan di pengadilan tipikor. Jika ”rombongan” anggota dewan yang terhormat bisa di - jeratsecara hukummakapres tasi KPK akan semakin cemer lang.

Memangakhirnyasulitme nafikan persepsi masya rakat Indonesia seperti terangkum dalam laporan Global Corruption Barometer 2017, yang dirilis Transparansi Internasional Indonesia, bahwa lembaga legislatif baik pusat maupun daerah dinilai sebagai lembaga terkorup.

Politik-Bisnis Pengadaan

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat jika sepanjang 2016 kasus yang ditangani aparat penegak hukum didominasi kasus yang terkait pengadaan barang dan jasa yaitu sebanyak 195 kasus atau 41% dari total 482 kasus. Tak jauh berbeda, selama periode 2012-2016 kasus yang ditangani KPK juga didominasi oleh kasus pengadaan yang mencapai 148 dari 500 kasus korupsi. Khusus tahun 2016, menurut laporan tahun - annya, KPK juga masih menangani kasus korupsi pengadaan sebanyak sembilan perkara. Pemerintah sendiri tidak ber diam diri untuk mengantisipasi fenomena korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa.

Berbagai upaya telah dilakukan misalnya dengan membentuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) yang bertugas melak - sana kan pengembangan dan perumusan kebijakan peng adaan, termasuk mengembangkan sistem pengadaan secara elektronik (SPSE) yang mulai diterapkan sejak tahun 2008 Upaya lain adalah merevisi regulasi Keppres menjadi Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 4 tahun 2015 (perubahan keempat) dalam rangka memperkuat alih prosedur pengadaan dari konvensional menjadi pengadaan secara elektronik (eprocurement).

Penerapan peng - ada an secara elektronik ter sebut diharapkan meminimalisasi risiko korupsi, mening katkan efisiensi dan efektivitas serta kompetisi antarpeserta tender. Oleh karena itulah lahir Inpres Nomor 17/2011 dan Inpres Nomor 1/2003 tentang per cepat - an pemberantasan ko rup si, di mana salah satunya me wajibkan kepada seluruh instansi pe merintah untuk melaksanakan ten - der secara elektronik. Namun demikian, upaya men dorong pengadaan barang dan jasa yang transparan dan akuntabel memang tidak semudah dibayangkan.

Pengadaan secara elektronik yang terus dikampanyekan agar dapat menekan laju korupsi ternyata tak kebal juga dengan kecurangan. Hal tersebut karena sistem eprocurement masih membuka ruang tatap muka antara pa - nitia dengan penyedia sehingga potensi terjadinya kong kali - kong terbuka lebar. Kasus korupsi Videotron di Kementerian Koperasi (Kemen kop UKM) tahun 2012, jelas tergambar bagaimana pe - tugas unit layanan pengadaan (ULP) di intervensi untuk memenangkan salah satu per usahaan rekayasa yang dibentuk pengusaha yang ternyata merupakan anak menteri saat itu.

Begitu juga dengan kasus e- KTP, bahkan KPK dan LKPP yang sejak awal diminta men - dampingi proses pengadaan kemudian justru menarik diri karena rekomendasi yang di sa - ran kan tidak dijalankan. Belajar dari kasus yang ter jadi, korupsi di sektor peng ada an harus dipandang sebagai ba gian dari korupsi politik. Tentu butuh komitmen dan keberanian untuk mengatasi persoalan tersebut, partai harus melakukan kontrol dan sanksi tegas bagi kader maupun elite yang terjerat hukum ter masuk memperbaiki pola rek rut men.

Sistem daftar hitam (blacklist) yang terintegrasi se cara nasional wajib diberikan bagi sektor bisnis yang tak ber integritas. Termasuk Peraturan Mahkamah Agung(PerMA) Nomor13/2016 bisa dimanfaat kan oleh penegak hukum untuk menjerat kor - porasi nakal.

Tantangan KPK

Keberhasilan KPK menangani dugaan korupsi peng ada an e-KTP patut diapresiasi. Namun masih ada tantangan terbesar dalam membongkar kotak pandora proyek ini, yaitu membuktikan seluruh peran nama-nama yang tercantum dalam dakwaan baik yang men desain, melaksanakan maupun yang sekadar menikmati aliran dana. Beberapa nama dalam dak wa an e-KTP tak asing terdengar karena pernah disebut dalam dakwaan KPK lainnya seperti kasus korupsi Hambalang.

Oleh karena itu, KPK harus ekstra kerja keras termasuk konsisten menegakkan Pasal 4 UU Tindak Pidana Korupsi tentang pe - ngem balian keuangan dan per - ekonomian negara tak meng - hapus tindak pidana korupsi nya. Pimpinan KPK juga harus meminimalisasi pernyataan yang bernuansapolitiskarenatanpaitu pun KPK pasti akan mendapatkan serangan politik. Pernyataan saksi di Sidang ter akhir tentang ada tekanan pe nyidik yang diikuti pen cabut an berita acara perkara (BAP) me rupa kan indikasi mulai ada perlawanan balik terhadap upaya hukum KPK.

Oleh karena itu, akan lebih elok jika KPK benar-benar fokus pada penegakan hukum, melindungi saksi mau pun pelaku yang kooperatif (justice collaborator) agar tak diintimidasi. Kasus e-KTP termasuk da lam kategori grand corruption kar ena tidak hanya menimbulkan kerugian negara yang sa ngat besar serta diindikasikan melibatkan elit partai, tetapi juga ada hak publik yang terampas karena hingga saat ini belum men dapatkan kartu identitas.

Maka penting bagi publik mengawal dan memberi dukungan kepada KPK agar sengkarut kasus ini terbongkar tuntas.


( Mohon maaf, masih versi asli, belum di-edit )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar