Rabu, 05 April 2017

Agar Ikan Membawa Berkah

Agar Ikan Membawa Berkah
Dinna Wisnu  ;   Political Economist Chair; Atma Jaya Graduate School of Business & Senior Advisor, Atma Jaya Institute of Public Policy
                                                  KORAN SINDO, 29 Maret 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Bisnis di industri perikanan dan seafood, termasuk di tingkat global, dikabarkan bersinar dengan segala pilihan potensi kariernya. Di sejumlah negara telah berkembang pula head-hunters alias perekrut tenaga kerja yang berupaya menarik para eksekutif muda untuk berkarier di sektor bisnis ini. Selain karena permintaan pasar (demand) untuk konsumsi ikan meningkat, karut-marut pengelolaan sektor ini di negara-negara berkembang justru menjadi peluang bisnis bagi perusahaan dan negara yang lebih siap.

Sinyal pembenahan di segala lini, mulai dari tata kelola yang dimoder isasi, standar kelestarian alam, standar ketenagakerjaan dan pengelolaan sumber daya manusia, standar sistem keamanan kapal sampai perbaikan perlindungan antiperbudakan di kapal dan sebagainya dianggap sebagai jaminan bahwa bisnis di industri perikanan dan seafood memang sangat menjanjikan.

Alasan utama mengapa saya mengangkat topik bahasan ini adalah karena secara umum posisi daya tawar Indonesia dalam persaingan global masih lemah, khususnya bila Indonesia sungguh ingin tumbuh terus secara ekonomi dengan jumlah lapangan kerja yang cukup dan layak. Diplomasi Indonesia dalam hal perlindungan tenaga kerja, yang selama ini menjadi prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo, akan terus terkendala bila akar masalahnya, salah satunya adalah daya saing Indonesia di bidang bisnis industri perikanan, tidak dibenahi.

Hari ini potret bisnis perikanan di Indonesia belum bisa dikatakan cerah. Sektor perikanan di Indonesia ma sih lekat citranya dengan kemiskinan, nelayan tradisional, dan caracara melaut yang sifatnya manual. Skala bisnis perusahaan perikanan di Indonesia belum sebanding dengan perusahaan perikanan global Di dunia ini ada sekitar 13 perusahaan saja yang sifatnya global dan tak satu pun adalah milik per usa ha an Indonesia.

Justru yang besar adalah dari China, Inggris, Jepang, Kanada, Norwegia, Amerika Serikat, Thailand, bahkan juga Australia, Korea Selatan, dan India. Hal ini di perburuk dengan ditemukan nya kasuskasus perbudakan, penyiksaan, dan perdagangan manusia yang dialami awak kapal, termasuk asal Indonesia, di kapal-kapal asing. Menurut data 2016 dari International Organization for Migration (IOM), ribuan awak kapal menjadi korban dengan modus rekrutmen berbasis penipuan, pelanggaran aturan, dan pemalsuan dokumen yang berujung pada penyiksaan, eksploitasi, dan pembunuhan.

Bisnis perikanan yang merekrut awak kapal dari negaranegara berkembang, termasuk Indonesia, ternyata erat kaitannya dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kementerian Kelautan dan Perikanan menyoroti problem kejahatan perikanan sebagai kendala besar bisnis perikanan di Tanah Air. Mulai dari pemalsuan dokumen kapal, registrasi ganda, berlayar tanpa izin dan dokumen resmi hingga modifikasi kapal secara ilegal yang se benarnya memengaruhi bentuk dan konsekuensi izin.

Selain itu perekrutan kapten dan kru kapal dari negara lain tanpa izin sampai menggunakan alat penangkapan yang dilarang, tidak patuh atas kerja sama pemrosesan ikan, pelanggaran zona tangkapan ikan dan deaktivasi transmitter kapal. Segala jenis pelanggaran aturan inilah yang akhirnya berimbas pula pada pelanggaran HAM di atas kapal-kapal penangkapan ikan. Berawal dari penang kapan ikan secara ilegal, muncullah rentetan pelanggaran aturan yang membawa petaka bagi awak-awak kapal.

Bagi kita yang peduli pada perilaku bisnis yang bertanggung jawab, kejadian-kejadian di atas mengingatkan kita bahwa arah pengembangan bisnis perikanan dan seafood perlu pengawalan ketat dari berbagai pemangku kepentingan. Permintaan yang tinggi akan produk-produk perikanan dan seafood adalah insentif bagi peng usaha yang jeli dan bermodal besar untuk mengarahkan perhatiannya pada sektor ini. Karut-marut pengelolaan izin dan ketenagakerjaan bukanlah hal yang menggentarkan mereka.

Justru bagi mereka hal itu dianggap sebagai peluang tambahan untuk memenangi persaingan, apalagi teknologi penangkapan ikan dan pemrosesan ikan sudah makin canggih. Berkaca ke dalam negeri, tantangan terbesar pemerintah an Presiden Joko Widodo ada lah menjahit kebijakan lintas bidang dan lintas kementerian yang pada akhirnya bisa menumbuhkan kewirausahaan di sektor yang sebetulnya sangat menjanjikan di tingkat global ini. Ya, memang harus sampai menyentuh perbaikan kewirausahaan di sektor perikanan.

Yang terwujud saat ini sebenarnya barulah satu bagian dari perbaikan kebijakan di sektor perikanan. Saat ini telah terbentuk Satuan Tugas 115 untuk Penanggulangan Penangkapan Ikan Ilegal di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Artinya ada perhatian pada nilai strategis penanganan problem kejahatan perikanan.

Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, juga telah menerbitkan sejumlah peraturan menteri untuk memperbaiki sistem perlindungan tenaga kerja dalam usaha perikanan seperti Peraturan Menteri Nomor 35/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan dan Peraturan Menteri Nomor 42/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan. Aturan-aturan dari kementerian tersebut melengkapi upaya perapian per izinan usaha perikanan yang beroperasi di Indonesia.

Tantangan lanjutannya adalah menuntaskan identifikasi pelaku kejahatan perikanan sampai pada tuntutan hu kum dan memangkas modus operandi mereka. Di tingkat global memang ada Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis dan HAM, juga Standar Konvensi Perlindungan Tenaga Kerja di Sektor Maritim yang bisa menjadi rujukan Satuan Tugas 115 dalam memberikan jaminan perbaikan nasib para pekerja perikanan. Tapi sejauh ini yang bisa dituntut hukum barulah individu dan bukannya perusahaan.

Prancis pernah menyuarakan dorongannya di PBB untuk menjadikan perusahaan se bagai subjek hukum penanggung jawab dalam hal pelanggaran HAM, tetapi gagal. Indonesia yang sebenarnya berpotensi diuntungkan jika perusahaanperusahaan bersikap lebih bertanggung jawab dalam hal hukum patut mengeksplorasi kerja sama internasional yang mendorong tanggung jawab perusahaan ketika sudah diberi izin investasi atau operasi di suatu negara.

Dari sisi ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja RI sedang merapikan sistem perlindungan tenaga kerja di sektor perikanan. Tapi faktor pemantauannya masih menjadi pekerjaan rumah yang besar karena para tenaga kerja ini beroperasi jauh dari para pengawas ketenagakerjaan. Dibutuhkan kerja sama dengan serikat buruh dan solidaritas dari para awak kapal untuk menegakkan peraturan ketenagakerjaan di laut.

Mengingat bahwa bisnis perikanan dan seafood bisa sangat besar dengan jaringan anak-anak perusahaan di segala lini seperti restoran, pemrosesan ikan, dan produksi barangbarang konsumen turunan lainnya, sebenarnya negara perlu lebih gigih mendorong perilaku perusahaan yang bertanggung jawab. Tanpa itu, negara akan sekadar menjadi “tukang sapu” dari masalah-masalah yang sangat mahal harganya dan harus ditanggung harganya oleh negara semata.

Selain itu pemerintah perlu mendorong kementerian-kementerian terkait untuk memelopori lahirnya industri perikanan yang sehat, bertanggung jawab, dengan standar-standar perlindungan tenaga kerja yang mumpuni. Akuisisi teknologi untuk memantau gerak-gerik kapal dan awaknya menjadi suatu keniscayaan yang wajib dimiliki negara maritim seperti Indonesia.

Tanpa itu, Indonesia akan menjadi penonton saja atau “pemadam kebakaran” dari masalah-masalah yang ditinggalkan perusahaan-perusahaan asing bidang perikanan yang ber operasi di perairan Indonesia dan mempekerjakan orang-orang Indonesia. Bagi para pengusaha di Indonesia, ulasan di atas sebenarnya mengonfirmasi potensi bisnis di bidang perikanan dan seafood yang menjanjikan.

Sinyal-sinyal perhatian dari pemerintah untuk memperbaiki tata kelola bisnis perikanan dan ketenagakerjaan di sektor ini sebenarnya adalah ja min an bahwa profesionalisme akan dituntut juga dari pebisnis di sektor-sektor ini. Artinya mereka yang punya keahlian di bidang manajemen dan bisnis wajib menjadikan perkembangan ini sebagai peluang untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri yang dua pertiga wilayahnya adalah laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar