Keseriusan
Pemberantasan Korupsi
R Widyopramono ; Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
(Jampidsus) Kejaksaan Agung
|
SUARA
MERDEKA, 20 Januari 2015
PERMASALAHAN
pelik bangsa Indonesia yang menyita perhatian publik saat ini adalah kian merosotnya
integritas moral sebagian penyelenggara negara/ penegak hukum. Hal itu
ditandai oleh banyaknya peristiwa pidana yang mengarah ingin mendapatkan
keuntungan pribadi atau kelompok (korporasi) secara melawan hukum atau
korupsi. Metode penegakan hukum secara luar biasa telah dilakukan secara
optimal. Namun kasus korupsi di negara kita masih menempati urutan yang cukup
memprihatinkan dibanding negara lain.
Kesungguhan
Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dengan
pembentukan Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak
Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) melalui Peraturan Jaksa Agung Nomor
001/A/JA/01/2015 tanggal 8 Januari 2015. Jaksa Agung HM Prasetyo telah
mengambil sumpah 100 jaksa untuk mendukung kinerja Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Khusus (Jampidsus).
Dalam
praktik, publik masih melihat aparat pelaksana di lapangan yang sekadar
mengejar target kuantitas penanganan perkara korupsi. Padahal perkara itu
tidak layak dilimpahkan ke pengadilan, baik dari segi teknis yuridis dan
administrasi maupun kecilnya kerugian keuangan negara. Karena itu, publik
masih melihat beberapa perkara korupsi yang dibebaskan di tingkat penuntutan
oleh pengadilan.
Profesi
penegakan hukum oleh seorang jaksa mutlak dilakukan secara professional,
proporsional, mengindahkan harkat dan martabat hak asasi seseorang alias
mendahulukan rasa hati nurani si pencari keadilan, kebenaran, dan
kemanfaatan. Samuel P Huntington mengatakan, jaksa sebagai seorang
profesional harus memiliki tiga karakter, yaitu keahlian (expertise), pertanggungjawaban sosial
(social responsibility), serta rasa
kesatuan dan keterikatan, baik antarsejawat maupun dengan anggota masyarakat
yang dilayani (corporatness).
Jaksa harus
memiliki kemampuan mengembangkan keahlian dan mengembangkan hubungan, baik
secara perorangan maupun kelembagaan. Dalam konteks itu, terasa ada
relevansinya pembentukan Satgassus P3TPK. Anggota satgas itu harus memiliki
kemampuan profesional, berintegritas, dan berdisiplin tinggi dalam mengemban
profesi. Hal lain yang harus dipahami anggota Satgassus adalah standar
pelayanan administrasi serta teknis penanganan dan penyelesaian perkara
tindak pidana.
Dengan
penataan standar pelayanan administrasi dan teknis penanganan perkara tindak
pidana khusus, diharapkan proses kerja dan output kinerja bisa lebih
kredibel. Hal itu diharapkan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
kejaksaan. Jaksa anggota satgas wajib memedomani standard operating procedure (SOP) sehingga penanganan dan
penyelesaian perkara tindak pidana korupsi bisa tuntas tanpa menimbulkan
permasalahan baru.
Aspek Kualitatif
Anggota
satgas perlu menangani secara simultan, artinya optimal menjalin kerja sama
dengan BPK atau BPKP, PPATK, dan OJK dalam mengumpulkan dan menemukan alat
bukti yang sah menurut hukum acara pidana. Upaya itu melalui pemeriksaan
saksi ahli dan dokumen/surat. Jadi, anggota satgas tidak sekadar ”menaikkan”
perkara secara kuantitatif tapi juga kualitatif.
Begitu pula
pemeriksaan berkas perkara tindak pidana korupsi yang berasal dari penyidikan
instansi lain. Anggota satgas harus cermat memperhatikan kualitas dan
kuantitas kerugian keuangan negara. Termasuk segera menentukan sikap terhadap
penyelidikan kasus korupsi telah memakan waktu bertahun-tahun tapi tidak ada
kepastian penyelesaian.
Proses
penanganan dan penyelesaian dilakukan secara konsisten, lewat proses
yang mengalir secara runtut menuju
penyidikan sempurna, penuntutan prima,
dan eksekusi tuntas sehingga dapat mengeliminasi tunggakan perkara.
Peningkatan kuantitas penanganan perkara tipikor perlu diimbangi dengan
peningkatan kualitas. Baik dari segi pengungkapan keterlibatan aktor
intelektual, kerumitan modus operandi, maupun aspek keadilan sosial. Yang
tidak kalah penting adalah penyelamatan kerugian keuangan negara dan aset
hasil kejahatan.
Optimalisasi
penegakan hukum yang berkualitas pada hakikatnya merupakan cerminan ketaatan
terhadap berbagai ketentuan. Adanya perbedaan penafsiran dari para ahli
terhadap pengertian melawan hukum dalam tindak pidana haruslah dipandang
sebagai wacana khazanah hukum. Disebut melawan hukum secara formal adalah
bila perbuatan tersebut memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan
delik.
Pembentukan
Satgassus P3TPK adalah upaya strategis Kejaksaan dalam rangka meningkatkan
intensitas percepatan, keakurasian penanganan, dan penyelesaian perkara
tindak pidana korupsi. Ikhtiar itu pada gilirannya bermuara pada peningkatan
kepercayaan masyarakat terhadap institusi kejaksaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar