Jokowi
Harapan Papua
Neles Tebay ; Dosen STFT Fajar Timur
dan Koordinator Jaringan Damai
Papua di Abepura
|
KOMPAS, 06 Januari 2015
PRESIDEN Joko
Widodo mengadakan kunjungan ke Tanah Papua selama tiga hari, 27-29 Desember
2014. Dia menghadiri perayaan Natal nasional yang diselenggarakan di Jayapura
serta bertemu sejumlah pihak di Sentani, Wamena, Sorong, dan Biak. Suasana
kegembiraan mewarnai kunjungan Presiden Jokowi. Tidak terdengar sedikit pun
suara-suara sumbang yang menyatakan ketidakpuasan atas kehadirannya.
Presiden
Jokowi mempunyai sikap empati dan solidaritas yang luar biasa terhadap rakyat
Papua sehingga dia dapat memahami permasalahan mereka. ”Masalah yang ada di Papua tidak hanya berkaitan dengan ekonomi,
sosial, atau politik,” kata Presiden Jokowi. Masalah utama, lanjutnya,
adalah ”Tidak adanya saling percaya
antara rakyat dan pemimpinnya.”
Tanah yang damai
Inilah suatu
pengakuan jujur yang tidak pernah diungkapkan oleh enam presiden sebelumnya.
Presiden mengakui bahwa dalam suasana ketidakpercayaan antara satu dan yang
lain, masalah apa pun tidak dapat diselesaikan. Dengan demikian, meningkatkan
sikap saling percaya di antara sejumlah pihak di Tanah Papua merupakan hal
pertama, penting, dan mendesak (urgent)
yang perlu dilakukan.
Presiden
Jokowi juga mengidentifikasi secara jelas kebutuhan fundamental rakyat Papua.
”Saya melihat rakyat Papua tidak hanya
membutuhkan layanan kesehatan. Tidak hanya membutuhkan layanan pendidikan.
Tidak hanya membutuhkan pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan. Namun,
rakyat Papua butuh didengarkan, diajak berbicara. Itulah sikap dasar saya
dalam membicarakan setiap persoalan yang ada di Papua,” tutur Presiden
Jokowi yang disambut dengan tepuk tangan meriah.
Mengapa?
Orang Papua menyambut pernyataan ini dengan tepuk tangan meriah karena tidak
pernah mendengar kata-kata seperti ini dari semua presiden sebelumnya.
Kegembiraan
rakyat bertambah besar ketika mendengar Jokowi sebagai satu-satunya Presiden
yang berjanji mengunjungi Papua tiga kali setahun. ”Kalau kurang dari tiga
kali,” pintanya, ”coba ingatkan saya, tegur saya, bilang, ’Pak, baru dua
kali’, dan nanti saya datang.” Janji Presiden ini membangkitkan harapan dalam
hati orang Papua bahwa Presiden Jokowi dalam kunjungannya nanti akan rela mendengarkan
curahan hati dan aspirasi mereka.
Tidak seperti
presiden-presiden sebelumnya, Jokowi mengakui adanya konflik dan kekerasan
yang berlangsung lama di Tanah Papua. Kasus penembakan di Paniai, 8 Desember
2014, hanyalah salah satu dari sekian banyak kekerasan yang terjadi selama
ini. Presiden Jokowi menyampaikan rasa penyesalannya dan dukacita terkait
kasus penembakan di Paniai dan bertekad untuk menyelesaikan kasus tersebut
hingga tuntas.
Jokowi
menyampaikan komitmennya untuk mencegah agar kasus penembakan seperti ini
tidak terulang lagi di masa depan. ”Yang penting,” harap Presiden, ”kejadian
seperti ini jangan terjadi lagi di Papua.” Kekerasan ditolak secara tegas
”Karena”, kata Jokowi, ”yang ingin kita bangun adalah Tanah Papua yang
damai.” Dia menekankan pentingnya menemukan dan menyelesaikan akar penyebab
dari semua kekerasan ini.
Rakyat Papua
kini tahu bahwa Presidennya mempunyai komitmen untuk membangun Papua yang
damai. Komitmen ini merupakan suatu bentuk dukungan dan peneguhan terhadap
inisiatif masyarakat sipil yang dimotori para pimpinan agama (Kristen
Protestan, Katolik, Islam, Hindu, dan Buddha) di Papua yang sedang berupaya
mewujudkan Papua sebagai Tanah Damai.
Jokowi adalah
satu-satunya Presiden Indonesia yang menekankan persatuan dan keterlibatan
dari semua pemangku kepentingan dalam membangun Papua yang damai. Presiden
mengajak semua pihak, ”Marilah kita
bersatu. Yang masih ada di dalam hutan, yang masih berada di atas
gunung-gunung, marilah kita bersama-sama membangun Papua tanah yang damai.
Marilah kita pelihara saling rasa percaya di antara kita sehingga kita bisa
berbicara dengan suasana yang damai dan sejuk.”
Ajakan
Presiden ini memberikan harapan bagi rakyat Papua bahwa akan ada komunikasi
politik yang dibangun pemerintah untuk melibatkan orang Papua yang masih
bergerilya di hutan dan yang hidup di luar negeri dalam membangun Papua yang
damai-sejahtera.
Jalan dialog
Presiden
Jokowi sendiri mengedepankan jalan dialog. Maka, dia berjanji akan
mendengarkan lebih banyak suara rakyat. ”Saya
ingin pergunakan waktu sebanyak-banyaknya,” kata Presiden, ”untuk lebih banyak mendengar dan
berdialog dengan hati.” Bagi Jokowi, semangat untuk mendengar dan
berdialog inilah yang ingin digunakannya sebagai fondasi membangun Papua yang
damai-sejahtera.
Dialog
digunakan sebagai medium untuk meningkatkan kepercayaan antara rakyat dan
pemimpin pemerintahan. Maka, Presiden Jokowi mendorong gubernur, pangdam,
kapolda, dan para bupati di Tanah Papua untuk melakukan lebih banyak dialog
dengan rakyat.
Jokowi
menegaskan pentingnya dialog yang dilaksanakan di aneka level, dengan
sejumlah kelompok, dan dengan menggunakan format dialog yang berbeda-beda.
Melalui dialog ini, masalah-masalah dapat diidentifikasi dan solusi dapat
ditemukan secara damai. Maka, rakyat boleh berharap bahwa konflik Papua pun
dapat diselesaikan melalui dialog yang inklusif.
Jokowi tampil
sebagai harapan bagi rakyat Papua. Kunjungannya membangkitkan harapan,
memberikan energi dan kekuatan baru dalam membangun perdamaian, serta
menghidupkan daya imajinasi dan kreativitas rakyat Papua dalam mewujudkan
perdamaian di Tanah Papua melalui dialog.
Presiden
Jokowi telah merebut kepercayaan dari rakyat Papua. Kepercayaan ini merupakan
modal utama untuk—tentu saja bersama rakyat—menyelesaikan aneka permasalahan
dan membangun perdamaian di Tanah Papua. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar