Rabu, 11 Desember 2013

Transformasi Mandela

Transformasi Mandela
Rakhmat Hidayat  ;   Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta,  
Kandidat PhD Sosiologi Pendidikan Université Lumière Lyon 2, Prancis
REPUBLIKA,  08 Desember 2013


  
Setelah berjuang menghadapi penyakitnya, Nelson Mandela berpulang ke pangkuan-Nya. Mandela yang akrab di sapa Madiba oleh warga Afrika Selatan meninggal pada Kamis (5/12/2013) malam waktu setempat atau Jumat (6/12/2013) waktu Indonesia. Sebelum kematiannya, pihak keluarga sudah merelakan Mandela pergi selamanya. 

Kepergian Mandela meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Afrika Selatan khususnya dan masyarakat internasional umumnya. Mandela dan Afrika Selatan adalah dua sisi yang tak bisa dipisahkan. Mandela menjadi ikon Afrika Selatan dan juga simbol perlawanan dunia Afrika yang menjadi korban diskriminasi sosial. 

Siapa pun tak bisa menyangsikan kegigihan perjuangan Mandela dalam membangun tatanan sosial yang anti diskriminasi, egaliter, dan humanis. Peran sentralnya tercatat dengan tinta emas dalam sejarah peradaban manusia kontemporer. Tidak berlebihan jika kepergian Mandela juga menjadi duka bagi dunia humanisme yang diperjuangkan dengan penuh totalitas oleh Mandela.

Mandela dianggap berdedikasi tinggi untuk merawat nilai-nilai humanisme dalam masyarakat Afrika Selatan dan memperjuangkan kemanusiaan melalui kerja-kerja inisiatif kepemimpinan di tingkat regional dan internasional berbasis nilai-nilai yang universal. Pengaruhnya menyebar melewati batas-batas geografis dan ideologis.

Gerakan dan pemikiran politiknya melampaui lintas generasi dan tumbuh subur dalam generasi yang lebih mapan dengan sokongan tatanan global yang lebih sejahtera. Kredit Mandela sangat jelas dalam memberikan semangat pluralitas dan menjadi inspirasi untuk perubahan sosial masyarakatnya.

Gerakan liberasi

Perjuangan anti-apartheid yang diusung Mandela merupakan tonggak penting dalam sejarah sosial global. Mandela dengan gigih mendobrak kemapanan dan hegemoni kulit putih dalam berbagai ruang sosial. Fakta di lapangan menunjukkan Mandela tersadarkan secara ideologi bahwa hegemoni kulit hitam dilakukan secara masif dan terstruktur. Mandela tak bisa membiarkan rakyat Afrika Selatan yang dijajah oleh kolonialisme kulit putih. 

Sejak tahun 1948, di Afrika Selatan diberlakukan kebijakan apartheid, yaitu kebijakan yang mengatur dan mengawal sistem ekonomi, politik, dan budaya yang didominasi oleh kulit putih. Di dalamnya sangat kuat pengaruh kebijakan diskriminasi ras. Mandela melakukan serangkaian pergerakan dalam meng- galang rakyat menghadapi hegemoni kulit putih. 

Dalam kondisi yang represif dan hegemonik, tak mudah perjuangan Mandela tersebut. Mandela mengalami berbagai tekanan dan intimidasi politik yang mengancam nyawa diri dan keluarganya. Meski demikian, komitmennya tak luntur menghadapi berbagai serangan dari rezim penguasa tersebut. Dalam periode hegemoni kulit putih itu, Mandela menjadi korban politik di penjara.

Perjuangan Mandela mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat internasional. Periode ini ditandai dengan mulai dihapuskannya secara perlahan-lahan kebijakan apartheid dan diselenggarakan pemilu pertama tanpa diskriminasi pada 1994. Inilah puncak perjuangan Mandela yang mengantarkannya sebagai presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan.

Puncak perjuangan Mandela ini jika meminjam istilah Chistopher Clapham (2012) disebut dengan "from liberation movement to government". Clapham menulis legasi penting transisi Afrika Selatan pascarezim kolonial kulit putih. Sejalan dengan Clapham, akumulasi perjuangan Mandela dalam membawa Afrika Selatan menuju era baru sejatinya adalah bagian dari gerakan liberasi masyarakat tertindas menuju masyarakat yang lebih bermartabat.

Legasi terpenting

Gagasan Mandela menunjukkan bahwa visi humanisme dan politik anti-diskriminasi tak pernah mati. Mandela mengkritik narasi sosial-budaya yang dianggapnya definisi dan konstruksi dari rezim kulit putih. Dalam konteks itu, Mandela menjelaskan bahwa narasi sosial-budaya harus keluar dari jebakan dan segregasi etnis dan ideologis. Ini adalah upaya Mandela menanamkan visi humanisme masyarakat.

Keprihatinan Mandela kemudian menjadi referensi gerakan liberasi alternatif di berbagai negara. Visi Mandela sekaligus memperkuat gerakan poskolonial yang marak berkembang di negara-negara dunia ketiga. Teori poskolonial (postcolonial theory) adalah sebuah studi yang membahas diskursus tentang reaksi, analisis, serta berbagai warisan kebudayaan penjajahan. 

Studi poskolonial merupakan pendekatan lintas disiplin, bisa berupa antropologi, arsitektur, filosofi, film, ilmu politik, geografi sosial, sosiologi, feminis, studi agama/teologi, sastra. Tujuan utama pascakolonialisme adalah meme rangi efek sisa kolonialisme pada budaya. Kehadiran poskolonial juga tidak sekadar menyelamatkan dunia masa lalu, tetapi mempelajari bagaimana dunia bisa bergerak di luar periode ini bersama-sama menuju tempat saling menghormati.  

Teori poskolonial dibangun atas basis historis dan kesamaan pengalaman pahit praktik kolonialisasi yang berlangsung secara masif di negara-negara jajahan.
Dalam lintasan zaman, visi humanisme Mandela selalu mengalami reproduksi di tingkat praksis. Kiprah Mandela dalam membangun narasi sosial baru serasa menjadi oase di tengah ancaman kolonialisme negara- negara dunia ketiga. Usahanya tak kenal lelah menanamkan kesadaran humanis di kalangan masyarakat korban diskriminasi. 

Mandela tak sekadar berteori. Mandela sudah melakukannya dengan visioner. Pada aras ini, Mandela menegaskan bah wa kesetaraan menjadi elan vital humanisme di masyarakat. Gerakan liberasi yang dilakukan Mandela pada dasarnya adalah kapitalisasi dari upaya mentransformasikan visi humanisme di lingkungan global. Singkatnya, visi kemanusiaan tampil secara masif dalam praktik sosial politik Mandela. Itulah legasi terpenting dari Mandela. Selamat jalan Madiba! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar