Rabu, 11 Desember 2013

Kondom dan HIV-AIDS

Kondom dan HIV-AIDS
Okky Asokawati  ;   Anggota Komisi IX DPR RI/Fraksi PPP 
REPUBLIKA,  06 Desember 2013

  

Heboh Pekan Kondom Nasional yang digelar 1-7 Desember 2013 dalam rangka peringatan Hari AIDS Sedunia mengundang polemik. Yang dikritisi bukan soal kondomnya, melainkan objek kampanye penggunaan kondom yang tidak tepat. Berbagai kalangan masyarakat sipil menolak keras kampanye kondom yang ditujukan pada pelajar dan mahasiswa.

Entah apa yang ada di pikiran Komite Perlindungan AIDS Nasional (KPAN)
dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai penyelenggara acara tersebut dengan menggelar kampanye penggunaan kondom bagi pelajar dan maha- siswa. Program ini terlihat miskin kajian. Meski kini program itu dihentikan setelah mendapat protes dari berbagai kalangan dan teguran dari Kementerian Sekretariat Kabinet, tulisan ini dimaksudkan sebagai bahan refleksi bersama.

Pesan dari kampanye kondom bagi pelajar dan mahasiswa hingga kini tak jelas. Selain hanya berdampak pada program yang provokatif, kampanye ini juga pada saat bersamaan justru mengabaikan data yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan. Kita simak data yang dilansir oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan awal Agustus 2013. Pengidap HIV dari tahun 2005 hingga Juni 2013 mencapai 108.600 orang. Sedangkan, penderita AIDS dari tahun 2005 hingga Juni 2013 mencapai 43.667 orang. 

Dari sisi usia penderita, pada 2010 dalam usia 15-19 tahun (atau di usia pelajar dan mahasiswa) sebanyak 827 orang, 2011 sebanyak 683 orang, 2012 sebanyak 697 orang, dan hingga Juni 2013 sebanyak 383 orang. Sedangkan di usia 20-24 tahun (atau di usia maha- siswa/lulusan S-1), pada 2010 sebanyak 3.480 orang, 2011 sebanyak 3.113 orang, 2012 sebanyak 2.964 orang, dan hingga Juni 2013 lalu sebanyak 1.583 orang. 

Sedangkan dari sisi faktor risiko penularan HIV sepanjang 2010 -Juni 2013 didominasi karena hubungan seks beda jenis (heteroseksual). Seperti pada 2010 sebanyak 6.623 orang, 2011 sebanyak 10.668 orang, 2012 sejumlah 10.825 orang, dan 2013 hingga Juni lalu seba - nyak 4.953 orang.
Faktor berikutnya yang rentan penu- laran HIV, yaitu pengguna narkoba suntik (penasun). Di kelompok ini pada 2010 sebanyak 2.780 orang, 2011 naik menjadi 3.299 orang, 2012 turun menjadi 2.461 orang, dan 2013 hingga Juni lalu sebanyak 970 orang.

Kemenkes tampaknya dalam melakukan program kampanye kondom hanya melihat data penularan HIV dari pihak yang rentan mengalami penularan penyakit yang mematikan ini. Data Kemenkes memang menunjukkan penularan penyakit ini mayoritas disebabkan oleh hubungan seksual beda jenis. Padahal, jika disandingkan data dari Kemenkes, kelompok pelajar dan mahasiswa sejatinya tidak sesignifikan, yakni sebesar 1.089 orang sepanjang 2005-Juni 2013 lalu. Profesi yang rentan justru di kalangan wiraswasta, yakni 5.131 orang, ibu rumah tangga 5.006 orang, tenaga non profesional/karyawan 4.521 orang, buruh kasar 1.746 orang, penjaja seks 1.712 orang, serta petani/peternak/ nelayan 1.663 orang. 

Data-data di atas semestinya menjadi pijakan bagi Kemenkes dalam melakukan program kampanye kondom. Kampanye penggunaan kondom dengan menyasar pelajar dan mahasiswa jelas tidak tepat sasaran. Data itu menjadi basis untuk membuat kesimpulan yang serampangan dengan melakukan kampanye kondom terhadap kalangan pelajar dan mahasiswa.

Maksudnya bisa saja untuk memproteksi kalangan muda dari HIV ini. Namun, proteksi dengan membagi-bagi kondom sama saja "keluar dari kandang harimau, tapi masuk kandang singa". 

Generasi muda yang direprsentasikan kelompok pelajar dan mahasiswa menjadi etalase masa depan negeri ini. Mempersiapkan generasi emas bagi bangsa Indonesia merupakan tanggung jawab semua pihak. Memastikan generasi muda memiliki karakter keindonesiaan menjadi pekerjaan rumah semua pihak di tengah invasi ekonomi dan budaya di negeri ini.

Persoalan penyakit HIV-AIDS menjadi salah satu ancaman yang tidak sederhana bagi generasi muda kita. Data-data menunjukkan angka potensial tertular HIV-AIDS memang berada di generasi emas kita. Meski harus digarisbawahi, penularan penyakit ini tidak hanya semata-mata disebabkan hubungan seks, tapi juga terjadi di kalangan pengguna narkoba suntik.

Merujuk data Badan Narkotika Nasional (BNN), pengguna narkoba di Indonesia mengalami tren peningkatan. Hingga 2013 ini sedikitya ada 4,9 juta pengguna narkoba di Indonesia. Ironisnya, pengguna narkoba di usia 10-20 tahun meningkat 2,5 persen. Kondisi ini semestinya dapat dilihat secara komprehensif terkait dengan persoalan HIV-AIDS yang memang telah menjadi ancaman bangsa ini. Dua persoalan di depan mata, yakni perilaku seks bebas pranikah dan penyebaran narkoba yang kian masif menjadi pintu gerbang menyebarnya HIV-AIDS. 

Salah satu ikhtiar yang harus dilakukan untuk merespons hal tersebut adalah memberi stimulus kognisi, spiritual, emosional para pelajar dan mahasiswa melalui jalur formal, seperti melalui pendidikan, lembaga pemerintah, maupun jalur informal, di antaranya pendekatan kultural dengan menguatkan peran orang tua, masyarakat, lingkungan, dan agamawan. Program pemerintah juga semestinya terintegrasi dengan baik melalui lintas kementerian dan sektoral. 

Menjadikan program pemerintah sebagai agenda bersama hingga kini tam- paknya belum terwujud secara maksimal. Menumbuhkan semangat "kekitaan" dengan masyarakat da lam mem buat program semestinya dilakukan. Bukan program yang bertendensi "konfrontasi" seperti penyebaran kondom bagi pelajar dan mahasiswa. Akibat nya, program tersebut menjadi missleading
Program yang mulanya dimaksudkan untuk kampanye hari AIDS itu akhirnya menjadi sia-sia belaka. Karena, memang tidak tepat sasaran dan justru mengesankan menantang budaya luhur negeri ini.

Last but not least, menyiap-kan generasi emas negeri ini menjadi pekerjaan semua pihak, baik kalangan pemerintahan, swasta, agamawan, dan seluruh pemangku kepentingan lain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar