Seorang
ibu adalah pelita hidup, penawar duka, penerang hati dan bidadari bagi
buah hatinya. Ruh seorang ibu melekat pada jiwa anak-anaknya.
Setiap
apa yang dilakukan ibu adalah teladan bagi mereka. Ibu cermin untuk
mereka dalam mengarungi kehidupan dan masa depan mereka. Kehidupan yang
penuh warna, cita, dan cinta. Itulah ibu, belahan jiwa setiap nafas buah
hatinya.
Seorang
ibu selalu memiliki sisi kehidupan yang dipenuhi gaya hidup
kesehariannya. Gaya hidup yang dimiliki seorang ibu akan tak jauh berbeda
dengan yang diwarisi anaknya kelak. Namun, akan mengkhawatirkan ketika
gaya hidup seorang ibu penuh dengan gejolak hedonisme. Anaknya pun akan
mewarisi gaya tersebut.
Hedonisme
memang baru-baru ini menjadi wacana banyak orang. Gaya hidup hedonisme
yang diwarnai kemewahan dunia melambangkan keangkuhan tersendiri bagi si
pemiliknya. Menjadi lebih
mendorong seseorang menjadi tidak percaya diri dan lebih tidak peduli
dengan orang lain.
Hedonisme
merupakan salah satu teori etika yang paling tua, paling sederhana,
paling kebenda-bendaan, dan selalu ditemukan dari abad ke abad. Untuk
aliran ini, kesenangan (kenikmatan) adalah tujuan akhir hidup dan yang
baik yang tertinggi. Kaum
hedonis modern memilih kata kebahagiaan untuk kesenangan.
Paham
ini sedikit demi sedikit masuk dalam kehidupan para perempuan.
Perempuan
merasa kurang cantik jika tidak memakai perhiasan, perempuan merasa
kurang cantik ketika tidak memakai pakaian mahal, perempuan merasa kurang
cantik ketika tidak memakai make-up.
Cantik
yang mereka pahami akhirnya hanya berlaku ketika perempuan memakai
sesuatu yang dianggapnya mahal dan berharga. Tidak sebatas itu, bahkan
kemewahan yang lebih, seperti memiliki mobil mewah, perhiasan mewah,
rumah mewah, bahkan sampai hal-hal kecil seperti alat dapur pun menjadi
alat ukur perempuan untuk mendapatkan pujian yang diinginkan.
Ketika
gaya hidup ini dilakukan seorang ibu, kemungkinan besar anaknya pun akan
melakukan gaya hidup seperti ibunya. Akan menjadi tidak sehat bagi
perkembangan si anak. Anak yang dalam masa pertumbuhan ketika dikenalkan
dengan gaya hidup hedonis, akan membuat karakter mereka menjadi angkuh.
Kemudian
mereka saling pamer kepada teman-temannya, saling sombong dan saling
merasa paling “wah”. Terjadilah yang tidak cantik, tidak “wah”; yang
tidak berduit, tidak “wah”; yang tidak memiliki ibu kaya, tidak “wah”.
Dunia “wah” adalah tolok ukur bagi mereka untuk mendapatkan
eksistensinya.
Inilah
yang pada akhirnya menjadi salah kaprah. Seharusnya seorang anak dalam
masa perkembangan selalu disajikan ilmu dan prestasi belajar, malah
disajikan dengan kemewahan kekayaan orang tuanya.
Kesederhanaan
Perempuan
adalah makhluk yang cantik, dengan hanya kesederhanaan pun mereka
tetaplah cantik. Itulah perempuan.
Tak
perlu perhiasan mahal, aksesori mewah,
perawatan salon dan sebagainya hanya untuk menampakkan kecantikannya.
Namun, tampil apa adanya, bertutur ramah, senyum yang murah, dan sikap
menyenangkan jauh lebih bernilai cantik. Inilah yang disebut inner
beauty, pesona lain perempuan yang indah.
Percayalah
perempuan akan cantik dengan kesederhanaan. Oleh karena itu, sebagai
perempuan pupukkan keindahan diri bukan dengan kemewahan, melainkan
dengan selalu berpikir positif.
Sepintas
memang tak ada hubungannya dengan kecantikan, namun hal tersebut sangat
erat kaitannya. Aura positif yang perempuan ciptakan akan berpengaruh
pada setiap orang yang ditemuinya. Energi positif tersebut akan
memancarkan kecantikan dalam diri perempuan.
Seorang
ibu adalah bidadari bagi anak-anaknya. Tak perlulah memiliki gaya hidup
yang hedonis. Ketika ibu tampil dengan kesederhanaan, mereka pun akan
bangga dengan apa yang mereka miliki. Mereka lebih percaya diri dan akan
berpengaruh positif bagi perkembangan mereka.
Mengarahkan
pada anak-anak untuk hidup sederhana adalah mengarahkan pada mereka untuk
belajar saling menghargai. Entah kepada orang kaya maupun miskin rasa
saling menghargai akan terus melekat pada sifat dasar mereka.
Kemudian
dengan tidak mengandalkan kekayaan dan kemewahan, arahkan mereka pada
prestasi akademiknya. Buatlah
anak percaya kecantikan atau kegantengan akan muncul ketika seseorang
memiliki prestasi.
Tanpa
barang mewah, tanpa benda mahal, hanya kesederhanaanlah yang membawa
seseorang lebih menghargai kehidupan dengan baik. Menjadi seorang ibu
bijaksana mengahantarkan masa depan anak menjadi cerah.
Karakter yang
dibangun sejak dini akan melahirkan generasi-generasi bangsa yang
memiliki jiwa arif, percaya diri, serta
penuh kreasi dan inovasi.
Bangunan
konsep pencerahan untuk bangsa berakar dari seorang ibu yang menyiapkan
anak-anaknya yang cerdas, berprestasi,
dan yang memiliki kesederhanaan. Dari sinilah karakter bangsa yang mulai
luntur kembali bangkit dan berdiri tegak. Karakter yang sudah dibangun
para lelurur kita.
Wejangan
dari KI Hajar Dewantara bisa kita ibaratkan ing ngarso sung tulodo (yang di depan memberi keteladanan).
Kepala keluarga, yakni ayah, haruslah memberikan teladan yang baik bagi
anggota keluarganya. Kemudian ing
madyo mangun karso (yang di tengah bekerja dengan penuh pengabdian).
Seorang
ibu yang selalu mengabdikan segala hal untuk kemaslahatan keluarga,
khususnya anak-anaknya. Lalu tut
wuri handayani (yang di belakang mengikuti dengan ketaatan).
Anak-anak akan mengikuti keteladanan orang tuanya dengan penuh ketaatan.
Wejangan tersebut akan kembali lestari. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar